Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Sunday, October 5, 2014

Golput: Sebuah Drama Satu Babak

Ilustrasi: permainan catur yang selalu diidentikkan dengan politik dan kekuasaaan

Di sebuah warung hik, pinggir jalan kota. Pukul sebelas malam.

Pakdhe Toriyo menyajikan wedang jahe pesanan Bendo. Uap air panas terlihat mengepul. Dengan pelan-pelan, Bendo menyeruput pelan-pelan, dengan khusyuk. Wedang jahe itu perlahan-lahan mengusir hawa dingin yang di musim penghujan. Setelah beberapa seruputan, Bendo bicara. Melanjutkan kata-kata yang terpotong oleh wedang jahe tadi.

Bendo: “Jadi, kalau kita tetap golput, Mas, itu sama saja tidak peduli dengan bangsa Indonesia. Wong, para pahlawan dulu merebut kemerdekaan dengan susah payah. Mereka berjuang tekan ing pati. Lha, tugas kita ini untuk meneruskan perjuangan itu. Caranya dengan nyoblos.”

Banjar dari tadi masih menikmati sega kucing-nya. Sepertinya istrinya tidak menyiapkan makanan di rumah. Sudah habis tiga bungkus sega kucing dilahapnya.

Bendo: “Sampeyan tadi bilang sudah golput sejak dulu. Sejak tahun berapa, Mas Banjar?
Banjar : “Sejak Pak Harto turun,”

Bendo : “Sampeyan fanatik sama Pak Harto, Mas?”
Banjar : “Tidak juga.”

Bendo : “Lha, terus kenapa golput?”

Banjar mengangkat gelas tehnya yang sudah kosong ke arah Pakdhe Toriyo. Tanda ia minta dibuatkan segelas teh lagi. Sambil menunggu tehnya datang, sepotong pisang goreng lenyap di dalam mulutnya.

Bendo menunggu jawaban Banjar. Sambil sesekali menyeruput wedang jahenya. Sebenarnya dia agak tidak sabar melayani sikap Banjar yang lemot itu. Ia harus sabar, agar Banjar mau nyoblos, khususnya nyoblos caleg dan partainya. Sebagai kader partai dia harus mengajak semua orang untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu.

Dalam rapat tim sukses calegnya, ia harus melaporkan berapa jumlah orang yang sudah di-deal-kan untuk nyoblos caleg dan partainya. Untuk itu, setiap hari ia harus blusukan ke kampung-kampung, mengunjungi teman-teman lama, nongkrong di warung-warung.

Menghadapi golput seperti Banjar, Bendo merasa kewalahan. Karena, kata orang-orang pintar itu, tipe Banjar ini termasuk golput ideologis. Tipe golput yang tidak tergoyahkan oleh iming-iming amplop.

Banjar : “Bukan karena apa-apa, Mas. Saya nyoblos atau tidak tetap sama saja.”
Bendo : “Tidak begitu, Mas. Kalau Mas Banjar mau nyoblos, kita pasti dapat wakil rakyat yang baik. Beras a jadi murah, sekolah bisa gratis. Enak kan, Mas?”

Banjar : “Benar seperti itu? Kalau aku nyoblos, besok beras langsung jadi murah? Sekolah anakku jadi gratis?”
Bendo : “Iya, Mas.”

Bendo menyampaikan beribu alasan agar Banjar tidak golput lagi

Obrolan mereka berlanjut sampai tengah malam. Warung hik Pakdhe Toriyo ini memang buka sampai dini hari. Beberapa orang ikut mendengarkan dan sekali-kali nimbrung obrolan Bendo dan Banjar.

Bendo sudah mengeluarkan semua amunisinya agar Banjar tidak golput lagi di pemilu nanti. Sebagai orang yang lugu, tampak Banjar sedikit mulai menelan kata-kata Bendo.

Banjar : “Sepertinya benar juga omongan sampeyan, Mas.”
Bendo: “Iya, pasti benar. Jadi?” (Bendo melemparkan tanya dengan wajah harap-harap cemas)

Banjar : “Jadi apa?”
Bendo: “Jadi, Mas Banjar mau nyoblos pada pemilu nanti, kan?”

Banjar : “Baiklah Mas, aku mau nyoblos.”

Bendo : “Bagus sekali. Pakdhe Toriyo, semua makanan Mas Banjar, aku yang bayar. Sebagai perayaan karena Mas Banjar akhirnya mau nyoblos.”
Banjar : “Lhah, tidak usah, Mas. Ngrepoti sampeyan. Aku bayar sendiri saja, Mas.” a

Bendo mengeluarkan brosur dan stiker dari dalam tasnya.

Bendo: “Tidak apa-apa, Mas. Aku senang Mas Banjar akhirnya mau nyoblos. Ini, Mas, caleg yang jujur dari partai terbaik. Jangan lupa, nanti nyoblos ini, Mas. Orang ini dijamin baik dan pinter.”

Banjar menerima kedua lembar kertas itu.

Banjar : “Tapi, ngapunten ya, Mas. Aku sudah punya caleg pilihanku sendiri. “
Bendo : “Lho, siapa, Mas?”

Bendo tidak dapat menyembunyikan wajah kagetnya.

Banjar : “Anu, Mas, ada teman SD yang nyaleg. Beberapa hari yang lalu datang ke rumah untuk minta dukungan. Aku masih ragu untuk nyoblos, tapi karena Mas Bendo sudah menjelaskan pentingnya nyoblos tadi, aku jadi yakin mau nyoblos. Matur suwun, Mas.”

Bendo : “Lho, kok ngono to, Mas? Ya sudah, Mas. Aku mau pulang duluan, sudah ngantuk. Ini Pakdhe untuk wedang rondenya tadi.”

Bendo berjalan sambil menggerutu. Tahu begitu mending dia golput saja, gerutunya.

Pembeli 1 : “Katanya tadi mau bayarin makanannya Mas Bendo? Kok dia langsung pulang tanpa bayari dulu?”

Banjar : “Aku bayar sendiri, Kang. 


***

Sukrisno Santoso
Menjelang Pemilu Legislatif 2014


0 komentar:

Post a Comment