Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Friday, June 16, 2017

KURMA: Kemah yang Tak Biasa

Kerennya....

Forum IMTAQ wa Rohmah memiliki banyak agenda kegiatan setiap tahun
. Salah satu kegiatan yang paling berkesan di IMTAQ adalah KURMA yang merupakan kependekan dari Kemah Ukhuwah Remaja Masjid. Dulu cukup disebut Mukhoyam, biasanya dilaksanakan selama 3 hari 2 malam. Sudah berapa kali Kurma dilaksanakan, saya tak tahu pasti. Seingat saya, dulu diagendakan setahun sekali. Namun, karena kondisional terkadang terlaksana dua tahun sekali.

KURMA berbeda dengan kemah pada umumnya. Kurma bukan kemah hura-hura yang penuh nyanyi-nyanyi dan joget-joget. Kurma bukan pula satu macam kegiatan outdoor seperti hiking atau mendaki. Kurma bukan pula seperti kemah Pramuka.


Peserta Kemah
Selama ini peserta Kurma tidak pernah banyak. Biasanya berkisar antara 20-30 orang. Target peserta Kurma adalah remaja usia SMP dan SMA serta mahasiswa. Kemah ini cukup berat sehingga anak usia SD tidak diperbolehkan ikut. Para peserta yang akan ikut Kurma mestilah memiliki badan yang sehat. Tak kalah penting ialah para peserta mendapat izin orangtuanya.

Kurma tahun 2008, saat masih unyu-unyu
Kurma tahun 2009 di Selo, Boyolali
Ini anaknya siapa, sih

Lokasi Kemah
Lokasi untuk Mukhoyam atau Kurma biasanya di lereng gunung. Tempat yang dekat dengan hutan serta jauh dari keramaian. Dan biasanya udaranya sangat dingin. Tempat yang pernah menjadi lokasi Kurma di antaranya Buper Sekipan, Tawangmangu. Di sini sangat dingin. Apalagi kalau malam hari. Siang hari saja udaranya cukup dingin. Dahulu –sebelum tahun 2010—tempat ini memang sudah cukup terkenal tapi belum seramai sekarang ini.

Selain Sekipan, Buper lain yang dipakai untuk Kurma adalah Segorogunung, Kemuning. Tempatnya di daerah bukit yang banyak ditanami sayuran oleh warga. Di daerah ini juga terdapat kebun teh yang sangat luas. Pemandangan di Segorogunung sangat indah, baik siang maupun malam. Siang dengan hamparan hijau sayuran dan kebun tehnya, malam dengan kerlap-kerlip lampu kota di kejauhan yang tampak seperti bintang-bintang yang bersinar.

Buper Kayu Ijo, Ngargoyoso juga sering digunakan untuk kegiatan Kurma. Letaknya tepat di atas air terjun Parangijo. Jadi, kegiatan kemah di sini bisa sekaligus bermain di air terjunnya. Tempat di Tawangmangu yang terakhir digunakan untuk kemah yaitu Buper Tlogo Dringo. Ini adalah tempat paling tinggi dan paling dingin yang pernah digunakan. Tlogo Dringo sering digunakan sebagai lokasi diksar organisasi pecinta alam.

Kurma pernah pula dilaksanakan di lereng gunung Merbabu, tepatnya di daerah Selo, Boyolali. Tempatnya cukup ekstrim, karena tidak terlalu jauh dari lokasi kemah terdapat jurang. Tempat ini termasuk jarang digunakan untuk kemah dan sepertinya sekarang sudah jarang atau tidak ada lagi yang menggunakannya.




Kegiatan Kurma
Kegiatan Kurma cukup berat. Outbond dan permainnya seru serta cukup menguras tenaga dan pikiran. Ada permainan meniti jembatan tali, berayun dari ketinggian 2 meter lebih, dan kegiatan fisik lainnya. Ada tuh yang waktu berayun dia takmau melepaskan talinya hingga dia berayun-ayun terus di atas. Mungkin saking takutnya kali.

Pernah suatu malam yang gelap dan dingin, sekira pukul dua dini hari, para peserta dibangunkan kemudian disuruh guling-guling di rumput. Untungnya sih, waktu itu saya menjadi panitia jadi tidak ikut guling-guling. Dalam kondisi menahan kantuk berat, mereka berguling, salto ke depan mencapai jarak tertentu. Percayalah, itu sungguh kegiatan yang sangat berat. Rata-rata kepalanya langsung pusing. Sampai ada yang muntah segala.

Malam yang lain, para peserta dibangunkan disuruh membongkar tenda dan dimulailah game perang gerilya. Sewaktu di Buper Sekipan, malam hari peserta dibangunkan dan diajak mengikuti permainan Rangers Patrol. Rangers Patrol adalah permainan perang dengan misi mengambil slayaer (kain) milik musuh. Para peserta berkelompok dan berpencar, lalu bergerilya mencari kelompok lain. Maka, tak ayal terjadi banyak tubrukan dan gulat di rumput untuk saling merebut slayer. Ini permainan yang sangat seru, menegangkan, dan menyenangkan.

Pada Kurma yang lain, malam hari diisi dengan kegiatan uji nyali. Karena dekat dengan hutan dan jauh dari perkampungan penduduk, lokasi Kurma gelap. Ada permainan uji nyali mengambill slayer di tempat yang agak jauh dan gelap, katakanlah masuk ke dalam hutan. Waktu di Buper Kayu Ijo, saya menjadi “penunggu” slayer, mengawasi para peserta dari tempat persembunyian.

Para peserta secara sendiri-sendiri mencari-cari slayer yang ditaruh secara acak. Ada peserta yang dengan gagah berani mencari dan langsung menemukan slayer. Ada peserta yang terlihat takut, berjalan pelan-pelan sambil menengok kanan kiri. Ada peserta yang saking takutnya mengucap “Allahu akbar” dengan keras dan berulang-ulang. Ada yang lari tanpa mengambil slayer. Ah, lucu kalau mengingat tingkah para peserta waktu itu.

Oh ya, adakah yang ingat saat permainan sepakbola hutan? Yaitu sepakbola yang tempatnya di hutan sehingga banyak pohon penghalang. Membuat permainannya semakin susa, kan. Siapa ya, yang dulu niat hati mau menendang bola tapi malah kena batang pohon. Tahu sendiri akibatnya kalau mau mengadu kaki dengan batang pohon.









Masak
Memasak mandiri adalah ciri khas Mukhoyam atau Kurma. Para peserta secara berkelompok mempersiapkan perlengkapan dan bahan masak selama kemah. Dulu mereka memasak tanpa kompor. Jadi mereka membuat tungku api dengan batu atau batu bata dan mencari kayu bakar. Sialnya jika udara lembap atau habis turun hujan, kayu-kayu tidak ada yang kering. Semakin susahlah menghidupkan api. 
Yang pernah ikut Kurma pasti tahu ternyata betapa susahnya memasak makanan.

Asap membubung, memencar memenuhi pertendaan. Membuat tenggorokan sakit dan mata pedih. Kok susah banget sih membuat api yang besar. Masak di hutan dengan peralatan sekadarnya, jika beruntung dan pintar masak bakal mendapat menu makan yang enak. Setidaknya nasinya bisa matanglah. 

Soalnya pernah kelompok saya menanak nasi, hasilnya setengah matang. Ada tempe setengah jadi yang ketika digoreng tidak jadi akhirnya dibuat sambal. Maka menu utama pagi itu adalah nasi setengah matang dan sambal tempe setengah jadi. Rasanya, begitulah. Tapi habis juga sih, namanya juga kelaparan, di hutan pula, dan adanya hanya itu.




***

Kegiatan kemah, susahnya kalau sedang hujan. Saat kemah di Tlogo Dringo, sampai lokasi disambut oleh hujan. Pakaian dan perbekalan basah. Sempat terlintas dalam pikiran ketua panitia untuk membatalkan acara. Namun, dengan tekad kuat dan kebersamaan, acara tetap berlanjut meski para peserta tidur dalam kondisi kedinginan. Semua pakaian termasuk pakaian dalam basah. Esoknya, mereka pun menjemur semua pakaian dan perbekalan. Dalam kondisi seperti ini, ada aja yang bikin lucu. Ada yang kehilangan pakaian dalamnya karena saat dijemur, bercampur. Semoga tidak ada tragedi semvak yang tertukar. Ah, konyol...

Sepulang kemah biasanya badan akan pegal-pegal dan bakalan bugar setelah 1-2 hari. Hal ini karena kegiatan kemah memang padat dan berat, tapi menyenangkan kok. Sebagian besar peserta yang ikut Kurma pasti ketagihan untuk ikut lagi.

Mukhoyam/Kurma memang meninggalkan banyak kesan. Dinginnya tempat yang membuat mereka tak pernah mandi selama kemah, beratnya outbond, asyiknya permainan, serunya perang-perangan, “enaknya” masakan setengah matang, suara dengkuran saat malam, dan kejadian-kejadian lucu selama kemah bakal menjadi kenangan yang tak terlupa.









0 komentar:

Post a Comment