Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Sunday, November 1, 2015

Piknik Tak Harus Mahal

Lihat, betapa kerennya jomblo militan tingkat atas ini!

Apakah kamu sering merasa suntuk, penat, jenuh dengan kesibukan sehari-hari? Apakah kamu terkadang merasa hatimu begitu kosong, sering melamun, membayangkan masa lalu, mengingat-ingat kenangan? Apakah kamu sering jengkel, gampang marah, cepat naik pitam?

Mungkin kamu kurang piknik. Atau mungkin kamu adalah jomblo kesepian yang kurang piknik.

Mendengar kata piknik, terbayang di benak kita adalah sebuah tempat yang indah yang jauh dari rumah kita. Tempat yang menawarkan ketenangan, ketenteraman, panorama eksotik, pantai dengan pasir putihnya, atau bukit yang menghijau. Atau sebuah tempat yang ingar bingar suara tawa orang-orang yang bermain, wahana-wahana baru, canggih, dan menantang, serta restoran mewah dengan aneka menu yang menggoda selera. Lalu saat kamu melihat isi dompet, semua bayangan itu buyar, punah, hancur, sebagaimana hancurnya hati seorang jomblo yang mendapat undangan pernikahan dari bribikannya.

Descartes punya diktum: Aku berpikir maka aku ada.
Seno Gumiro Ajidarma punya kredo: Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara.
Jomblo militan punya prinsip: Selama janur kuning belum melengkung, harapan itu masih ada.
Aku pun punya kata-kata sok bijak: Piknik takharus mahal.

Jika kamu termakan oleh iklan reklame di jalan-jalan tentang tempat wisata yang wah dan wow, piknik memang mahal. Jika kamu terbius oleh senyum pramugari yang menawarkan rute penerbangan ke Bali atau Singapura, piknik memang mahal. Namun, janganlah kamu terobsesi oleh kehidupan modernitas seperti itu. Mahal itu. Piknik takharus mahal.

Apa sih sebenarnya tujuan utama piknik? Refreshing. Menyegarkan pikiran dari kepenatan. Lalu, mengapa harus mahal? Kamu bisa menyegarkan pikiran dengan hal-hal yang sederhana. Semisal, bangun pagi hari kemudian naik ke atap rumah untuk mengintip bribikan tetangga sebelah menanti matahari terbit. Kamu juga bisa duduk-duduk di halaman depan atau belakang rumah membayangkan wajah bribikan yang telah men-jleb-kan hatimu menikmati langit malam. Jika kamu tinggal di perumahan, sore hari kamu bisa nongkrong di depan rumah melihat-lihat siapa tahu jodoh lewat anak-anak kecil yang bermain-main ditemani orang tuanya.

Oke, jika hal-hal sederhana seperti itu masih belum bisa menyegarkan pikiran kamu yang kalut akibat ditolak gebetan, dan kamu bersitegang bahwa piknik haruslah pergi keluar kota, hura-hura ke tempat wisata, sekali lagi, piknik takharus mahal. Jelajahi saja tempat-tempat terdekat di kota kamu atau di luar kota yang masih dekat. Jelajahi tempat yang belum pernah kamu kunjungi, atau bahkan tempat yang kurang terkenal sekalipun.

Kamu bisa naik kendaraan bermotor roda dua yang masih nyicil itu, melaju sendirian --pasti sendirian karena kamu jomblo-- meng-explore lokasi-lokasi yang terpencil namun memesona pandangan. 


Sebagai jomblo militan tingkat atas, terkadang aku melakukan hal seperti itu untuk menyegarkan pikiran. Jalan-jalan menjelajah tempat baru. Menemukan lokasi yang sulit dijangkau, bertanya-tanya pada tukang becak, tukan sayur, tukang makan, tukang PHP, hingga bisa sampai di tempat tujuan.

Pernah suatu Minggu yang kelabu karena tak ada teman di kamar, aku melajukan sepeda motor --sendirian, iya sendirian-- ke arah Ngargoyoso, Karanganyar. Air terjun Jumog yang menjadi tujuan, aku tempuh dalam waktu sekitar 1 jam 30 menit. Dengan bekal air minum dan lotis yang kubeli di depan GOR Merdeka Jombor, aku menikmati keindahan air terjun Jumog sendirian, iya sendirian. Aku mandi di air terjun yang dingin itu, lagi-lagi sendirian karena pengunjung yang lain lebih suka memegang tongkat sakti kemudian memonyongkan bibir pucatnya lalu ce-klik. Jadilah aku semacam spesies unik: seorang jomblo yang mandi sendirian di bawah air terjun, dan kedinginan.

Setelah itu aku melajukan belalang-tempurku ke atas bukit mencari lokasi Telaga Mardido. Telaga Mardido menarik hati untuk dikunjungi. Dengan bertanya kepada beberapa orang --termasuk bertanya kepada sepasang kekasih yang sedang duduk asyik di atas perbukitan menikmati senja-- sampailah aku di Telaga Mardido. Tempatnya tinggi, jalan menuju ke sana berliku-liku dan berkelok-kelok, sebagaimana kisah cintaku.

Telaga Mardido ialah tempat lapang yang terdapat sebuah telaga (sendang/danau) yang mengalirkan air yang jernih dan dingin yang katanya tak pernah kering meskipun musim kemarau. Di lokasi tersebut terdapat beberapa remaja yang mandi di kali. Beberapa kali mereka meloncat ke dalam telaga dari atas sebuah batu.

Ada pula sebuah tenda yang berdiri di area lapang, sepertinya penghuninya nge-camp di situ tadi malam. Dan sungguh, ada sepasang kekasih yang bermain model-modelan: si lelaki memotret gadisnya dengan kamera DSLR, sang gadis bergaya bak model yang tidak berbakat sama sekali.

Lalu aku? Aku menikmati pemandangan di situ. Bukit-bukitnya, teraseringnya, perkebunannya, bunga-bunganya, air jernihnya. Tak lupa aku berbincang dengan sang kekasih hati dengan tukang penjual cilok di situ tentang legenda Telaga Mardido yang merupakan tempat nyemplungnya cupu manik astagina yang diperebutkan oleh Sugriwa, Subali, dan Anjani.
Penjelajahan setengah hari ke Air Terjun Jumog dan Telaga Mardido itu menghabiskan uang tak lebih dari Rp 30.000,-.

Piknik takharus mahal juga kulakukan ke Embung Sriten di Gunungkidul. Dengan melewati jalan berbatu, berkelok, dan super ekstrim, aku berhasil sampai di tempat tertinggi di Kabupaten Gunungkidul itu. Menikmati angin laut dan pemandangan panorama Gunungkidul yang berbukit-bukit. Untuk melakukan itu, aku menghabiskan uang kurang dari 20.000,-. 





Piknik ke Gunung Api Nglanggeran di Gunungkidul --dengan nge-camp-- dan berlibur ke Umbul Ponggok di Klaten, kulakukan bersama teman-teman yang sama-sama jomblo, dengan menghabiskan kurang dari Rp 50.000,- Pendakian bersama temen-temen jomblo ke Gunung Merbabu, meskipun cuma sampai di pos tiga, cuma menghabiskan kurang dari Rp 30.000,-

Jadi, mengapa piknik harus mahal? Bagiku, piknik itu yang penting bisa menyegarkan pikiran. Gitu lho, Mblo. Jangan sok sedih. Udah jomblo, kurang piknik lagi. Pikniklah karena piknik takharus mahal.

***
Sukoharjo, 2 November 2015 



0 komentar:

Post a Comment