Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Friday, August 26, 2016

Fullday School: Prasangka, Permasalahan, dan Solusi (bagian 2)

Fullday School: Prasangka, Permasalahan, dan Solusi
Wacana Fullday school yang digulirkan Mendikbud mendapatkan tanggapan pro dan kontra. Banyak yang memberi tanggapan kontra hanya berdasarkan asumsi, anggapan, dan hal-hal negatif yang membayangi sistem fullday school. Sebagian besar dilatari ketidaktahuan terhadap sistem fullday school yang sudah berjalan. Sebagian memang sudah antipati terhadap wacana tersebut.

Fullday school
tentu tak bisa diterapkan untuk semua sekolah karena fullday school memiliki kekhasan tersendiri. Berikut ini beberapa masalah dalam sistem fullday school yang menjadi citra negatif bagi sebagian orang, beserta solusi yang bisa dipertimbangkan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya: Fullday School: Prasangka, Permasalahan, dan Solusi (bagian 1)


4. Fullday School Menyita Waktu Guru
Guru memiliki kewajiban untuk mengajar minimal 24 jam per minggu. Dengan penerapan fullday school –pada beberapa sekolah pilihan-- kewajiban mengajar guru tentu tidak berubah, kecuali ada peraturan perundangan yang baru. Dalam fullday school, guru tidak mengajar dari pagi sampai sore. Ada pembagian kerja dan tugas sesuai dengan kewajiban dan hak guru.

Di sebagian sekolah swasta yang menerapkan fullday, guru mengajar pada jam reguler (pagi-siang). Jam setelah siang diisi program yang disesuaikan dengan kondisi anak. Jika waktu pagi-siang pembelajaran lebih cenderung pada pendalaman kognitif/akademis, waktu siang-sore diisi kegiatan yang lebih santai, kegiatan pengembangan minat-bakat, atau kegiatan ekstrakurikuler. Pembelajaran siang-sore ini diampu oleh guru/pembina di luar guru reguler. Atau, guru reguler bisa mengajar pada jam sore dengan waktu bergiliran (tidak setiap hari).

Jadi, penerapan fullday school tidak menyita waktu guru karena guru sudah memiliki kewajiban (beban jam mengajar) yang sudah ditetapkan oleh peraturan menteri. Penerapan fullday school justru membuka lowongan pekerjaan tenaga pendidik.
 

5. Fullday School Membutuhkan Biaya Besar
Memang benar fullday school membutuhkan biaya besar. Biaya tersebut digunakan di antaranya untuk gaji tenaga pendidik tambahan, penambahan fasilitas sekolah, penyiapan makan siang/makanan ringan, dll. Biaya yang besar ini idealnya dibebankan kepada pemerintah. Dan jika hal tersebut terealisasi, masyarakat tidak terlalu memikirkan permasalahan ini.

Selama ini, sekolah yang menerapkan fullday school hampir semuanya sekolah swasta yang membebankan biaya pendidikan kepada orang tua / wali siswa. Masyarakat sudah memberikan “cap” bahwa fullday school berbiaya mahal. Stigma inilah yang membuat banyak orang menolak penerapan fullday school.

Oleh karena itu, fullday school memang tidak bisa diterapkan bagi semua sekolah atau semua kalangan. Sekolah dengan sumber pembiayaan yang besar yang bisa menerapkan fullday school. Fullday school bisa juga menjadi alternatif bagi orang tua / wali siswa yang memiliki kemampuan pembiayaan yang cukup.

Peribahasa Jawa berbunyi “Jer Basuki Mawa Bea”, bahwa sebuah keberhasilan itu memerlukan pengorbanan, khususnya pengorbanan harta/biaya. Jika dirasa fullday school memiliki program yang baik, maka perlu mendapat dukungan dana, baik dari pemerintah maupun orang tua / wali siswa. Namun, sekali lagi, fullday school adalah pilihan. 


6. Fullday School Adalah Ide Konyol
Sebagian orang menganggap wacana fullday school adalah ide yang konyol, yang tidak bisa diterapkan, sebuah gagasan yang mengada-ada. Padahal, fullday school sudah sudah diterapkan beberapa sekolah.

Sebuah gagasan, pasti ada nilai positif dan negatifnya. Sebuah sistem yang sudah dijalankan pun ada kelebihan dan kelemahannya. Akan menjadi tidak proporsional jika kita hanya memandang salah satunya. Memandang keunggulannya saja sehingga hanya menghasilkan pujian tinggi. Atau sebaliknya, melihat kelemahannya saja sehingga terlihat sangat buruk.

Pihak-pihak yang berkompeten hendaknya mengkaji permasalahan fullday school secara mendalam dan saksama.

 

---
Demikian beberapa prasangka, permasalahan, dan solusi terkait sistem pendidikan fullday school. Tulisan di atas tentu mengandung banyak subyektifitas karena tak lepas dari latar belakang dan wawasan terbatas yang dimiliki oleh penulis.


***
Sukoharjo, 27 Agustus 2016


0 komentar:

Post a Comment