Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Sunday, March 26, 2023

Cerita Fantasi "Rimba dan Sativa"


Sagra adalah sebuah kota kecil yang terletak tak jauh dari hutan belantara yang bernama Hutan Gayantra. Kota ini dibuni oleh beberapa ribu penduduk dengan seorang pemimpin bernama Duwarka. Duwarka adalah sosok pemimpin yang ambisius. Ia berusaha menumpuk kekayaan sebanyak mungkin. Ia memandang sumber daya alam berupa bebatuan, pohon, dan sungai sebagai sumber kekayaan yang dapat dieksploitasinya.

Duwarka hidup makmur, tetapi rakyatnya banyak yang menderita. Mereka banyak bekerja di tempat penambangan batu-batuan atau penebangan pohon di hutan. Salah satu dari mereka adalah keluarga Sativa. Sativa tinggal bersama ayah dan ibunya. Ayahnya yang bernama Murali bekerja sebagai penebang pohon di hutan.

“Ayah,” sapa Sativa selepas belajar pada suatu malam.

 “Kata guruku di sekolah,” kata Sativa, “jika kita terus menebangi pohon di hutan, lama-lama hutan menjadi gundul dan bisa terjadi bencana alam.”

Pak Murali menghela napas.

“Benar kata gurumu, Iva,” kata Pak Murali, “tetapi kita tidak punya pilihan. Tuan Duwarka memiliki proyek besar yang membutuhkan banyak kayu. Sebenarnya ayah juga tidak suka dengan apa yang ayah kerjakan.”

“Ayah, apakah bencana akan benar-benar menimpa kita kalau hutannya habis?”

“Semoga tidak, Iva. Besok Minggu, ayah ajak kamu jalan-jalan ke bukit. Sudah lama kita tidak jalan-jalan bersama, kan.”

“Wah, asyik… Kita akan jalan-jalan.”

 ***

Pada hari Minggu, Sativa sudah siap sejak pagi. Ia senang bisa naik ke bukit karena selama ini ia tidak diperbolehkan ke bukit sendirian. Terlalu berbahaya, kata ayahnya. Masih banyak binatang buas di hutan.

“Apakah kamu lelah, Iva?” tanya Pak Murali.

“Tidak, Ayah,” jawab Sativa dengan nada suara yang ceria.

Aauuuuuu….

Dari kejauhan terdengan suara lolongan serigala.

Sativa melihat ke arah ayahnya.

“Tidak apa-apa, Iva, itu dari tempat yang jauh di dalam hutan,” kata Pak Murali menenangkan anaknya.

Selama setengah hari, Sativa dan ayahnya menjelajah perbukitan. Mereka melihat pohon-pohon yang menjulang, binatang-binatang yang mencari makan, dan rumput-rumput yang menghampar luas.

“Di sana terlihat sangat gersang, ya,” kata Sativa sambil menunjuk wilayah pinggiran hutan.

“Iya, di sana pohon-pohon ditebangi. Makin hari makin gersang,” kata Pak Murali dengan nada muram.

“Ayo, kita pulang, Iva.”

Dalam perjalanan pulang, mereka dikejutkan oleh teriakan dua penggembala ternak.

“Tolong…! Ada serigala…”

Pak Murali dan Sativa segera mendekati para penggembala.

“Ada serigala yang menyerang kami. Kambing kami sudah lari tak tentu arah. Serigala itu masih ada di sini.”

Mereka berdiri saling memunggungi. Terdengar eraman serigala dari berbagai arah. Dalam hitungan detik, tiga ekor serigala melompat ke arah mereka. Pak Murali mengayunkan pisaunya sambil berusaha melindungi Sativa.

 


***

 “Ada apa? Mengapa kalian lari-lari?” tanya ibu Sativa menyambut kedatangan suami dan anaknya.

“Ketika pulang, ada serigala menyerang,” kata Pak Murali. “Untunglah kami tidak apa-apa. Namun, Iva sedikit kena gigitan pada tangannya. Segeralah kamu obati.”

Sativa merasakan demam pada malam harinya. Tangannya yang tergigit serigala terasa sedikit nyeri. Dalam tidur yang kurang nyenyak, Sativa bermimpi berjalan keluar rumah. Ia berjalan ke arah hutan. Ada desakan kuat yang mendorongnya ke hutan.

Di hutan, Sativa bertemu dengan seorang anak laki-laki dengan rambut gondrong dan pakaian seadanya.

“Namaku Rimba,” kata anak laki-laki itu. “Aku minta maaf atas kejadian tadi siang. Seharusnya aku tidak menggigitmu.”

Sativa merasa bingung. Antara sadar dan tidak sadar, ia mendengarkan anak laki-laki yang bernama Rimba itu.

“Bagaimanapun, aku ucapkan selamat datang di hutan. Selamat bergabung dengan kami!” ucap Rimba sembari berlari masuk ke dalam hutan.

Sativa terbangun dengan ketakutan. Sebuah mimpi yang aneh, batinnya.

Ternyata serigala yang menggigit Sativa bukan sembarang serigala. Ia adalah serigala jelmaan yang menjaga hutan. Ialah serigala jelmaan anak laki-laki bernama Rimba. Gigitan Rimba membuat Sativa merasakan keanehan pada tubuhnya. Ia menjadi tidak gampang lelah. Ia bisa berlari sangat cepat. Ia bisa melompat tinggi. Ia bisa mencium aroma dari jarak jauh. Dan pada malam hari, ia menjadi suka memandangi bulan.

Selama beberapa waktu, Sativa sering pergi ke hutan tanpa memberi tahu ayah dan ibunya. Di hutan, ia bertemu dengan Rimba dalam wujud anak laki-laki. Rimba membantu Sativa melatih kekuatan barunya. Mereka menjadi teman baik.

“Aku marah kepada manusia yang suka merusak hutan,” kata Rimba.

“Aku juga tidak suka mereka menebangi hutan,” kata Sativa.

“Akan kuusir mereka dari hutan. Ibuku punya banyak pasukan serigala di hutan. Semua bisa dikerahkan untuk mengusir manusia yang memasuki hutan,” kata Rimba dengan geram.

 


***

Peristiwa serangan serigala membuat para penduduk enggan untuk pergi ke Hutan Gayantra. Penebangan pohon terhenti. Hal tersebut membuat Duwarka murka.

“Akan kuhancurkan serigala-serigala itu dengan pasukanku yang perkasa!” kata Duwarka di hadapan penduduk.

Duwarka menyiapkan pasukannya untuk memburu serigala di hutan. Ia memimpin sendiri serangan ini. Ia ingin segera membereskan masalah serigala ini agar penebangan hutan dapat dilanjutkan kembali.

Pasukan Duwarka berderap berangkat menuju hutan.

Sativa, yang mengetahui rencana Duwarka segera berlari menuju hutan. Ia mencari Rimba.

“Bahaya, kalian harus segera pergi,” kata Sativa kepada Rimba. “Pasukan Duwarka menuju kemari.”

“Apa? Manusia-manusia itu mau menyerang kami? Kami tidak akan mundur!” kata Rimba dengan tegas.

“Aku akan segera memberi tahu ibuku agar segera menyiapkan pasukan serigala untuk mengusir manusia-manusia itu,” kata Rimba yang kemudian menjelma menjadi sosok serigala dan berlari ke dalam hutan.

“Aku akan membantumu,” kata Sativa sambil mengejar Rimba.

 

***

 


Pasukan Duwarka sudah memasuki hutan. Mereka membawa panah, tombak, dan senapan api.

“Ayo, kita buru serigala-serigala itu!” teriak Duwarka.

Rimba dan ibunya serta serigala-serigala yang sudah mengepung pasukan Duwarka, bersiap-siap untuk menyergap mereka. Sativa mengenakan pakaian yang menutupi wajahnya sehingga ia tidak akan dikenali. Ia akan membantu para serigala untuk mengusir pasukan Duwarka.

Aauuuu….

Satu auman Rimba menjadi pertanda serangan serigala dimulai. Pasukan Duwarka, meskipun dipersenjatai dengan lengkap merasa kaget dengan serangan mendadak tersebut. Mereka memanah, melempar tombak, dan  menembakkan senjata api tak tentu arah. Mereka kocar-kacir mendapat serangan serigala dari segala arah. Sativa membantu para serigala dengan mendorong  dan menjatuhkan pasukan Duwarka. Ia mengambil senjata dari lawannya dan membuang jauh.

Pasukan Duwarka kewalahan menghadapi amukan serigala. Ditambah lagi satu sosok manusia yang sangat lincah dan kuat yang membuat pasukan Duwarkan jatuh bangun.

“Munduuurrr….!” teriak Duwarka.

Pasukan Duwarka melarikan diri menjauhi hutan.

“Hahaha… akhirnya mereka takut juga,” kata Rimba.

“Iya, semoga mereka tidak berani lagi ke hutan untuk menebangi pohon,” kata Sativa.

“Kamu tidak apa-apa, Sativa?”

“Aku baik-baik saja, meskipun badanku kotor semua.”

“Sativa, atas nama penghuni hutan, aku  mengucapkan terima kasih atas bantuanmu.”

Akhirnya, Duwarka tidak berani lagi mengusik para serigala di hutan. Ia juga tidak berani melanjutkan penebangan pohon di Hutan Gayantra. Rimba dan Sativa merasa senang karena hutan tidak akan diusik lagi. Mereka tetap menjadi teman yang saling membantu.



***
Cerita "Rimba dan Sativa" terinspirasi dari film Wolfwalkers (2020) karya sutradara Tomm Moore dan Ross Stewart



0 komentar:

Post a Comment