Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Wednesday, March 8, 2023

Ulasan Buku Astrofisika untuk Orang Sibuk

 




Judul : Astrofisika untuk Orang Sibuk
Penulis : Neil deGrasse Tyson
Penerjemah : Zia Anshor
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2018
Tebal : 146 halaman

***
Neil deGrasse Tyson ((https://www.amnh.org)
Neil deGrasse Tyson adalah ahli astrofisika di Amerika Museum of Natural History di New York City, juga direktur Planetarium Hayden. Esai-esainya yang bertajuk “Universe” dimuat dalam majalah Natural History. Sepilihan esai tersebut dihimpun menjadi buku berjudul Astrophysisc for in a Hurry yang terbit pada tahun 2017, yang kemudian diterjemahkan oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2018 dengan judul Astrofisika untuk Orang Sibuk.

Sesuai dengan judulnya, buku ini memuat esai-esai dalam bidang astrofisika yang disajikan secara ringkas agar orang-orang sibuk tidak memerlukan banyak waktu untuk dapat membacanya. Buku ini memuat 12 bab yang disajikan dalam 144 halaman. Artinya, rata-rata setiap bab berisi 12 halaman. Hal tersebut terbilang ringkas untuk tema yang biasanya memerlukan pembahasan panjang lebar dan mendalam.

Neil deGrasse Tyson memulai buku ini dengan menyajikan awal mula terbentuknya alam semesta. Awalnya, tulis Neil, hampir empat belas miliar tahun lalu, segala ruang dan zat dan energi terkandung dalam sesuatu yang lebih kecil daripada satu per setriliun ukuran tanda titik yang mengakhiri kalimat ini. Jagat raya yang lebih kecil daripada titik itu mengembang dengan sangat cepat. Kita menyebut kejadian itu dengan istilah “ledakan besar”. Dari ledakan besar tersebut—setelah melalui proses selama miliaran tahun—terbentuklah bintang, planet, dan sebagainya.

Yang sering menjadi pertanyaan ialah apa yang terjadi sebelum ledakan besar? Para ahli fisika belum tahu, tegas Neil. Ia menegaskan ketidaktahuan tersebut dengan mengatakan, “Orang yang percaya dirinya tahu segalanya berarti belum mencari atau menemukan batas antara yang diketahui dan tak diketahui di alam semesta.” (halaman 12)


Alam semesta berjalan sesuai dengan hukum alam. Para saintis merumuskan hukum universal yang mengatur alam semesta. Misalnya, gaya gravitasi yang berlaku di Bumi juga berlaku di planet lain. Setiap saat, hukum-hukum yang dirumuskan oleh para ilmuwan diuji dan dikembangkan. Semakin banyak hukum yang diuji dan dikembangkan, semakin banyak pula pengetahuan kita tentang alam semesta.

Sumber: American Museum of Natural History (https://www.amnh.org)

Alam semesta berisi galaksi-galaksi. Di dalam galaksi terdapat bintang-bintang, planet, dan benda kosmik lainnya. Kita sering terpaku pada galaksi, pada bintang dan planet. Akan tetapi, kita jarang memikirkan ruang di antara galaksi. Atau kita menganggapnya ruang kosong, ruang yang tidak terdapat apa-apa. Nyatanya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa “ruang kosong” antargalaksi tidaklah benar-benar kosong. Pengamatan terhadap gugus galaksi memberi kesan bahwa boleh jadi ada banyak bintang—yang tidak tergabung dalam galaksi—yang berada di ruang antargalaksi. Selain itu, pengukuran oleh teleskop peka sinar X mengungkap adanya gas dalam gugus galaksi yang mengisi ruang dan bersuhu sangat tinggi.

Salah satu misteri—dari banyaknya misteri di alam semesta—yang belum terpecahkan oleh para ilmuwan adalah penjelasan tentang zat gelap. Ahli astrofisika Fritz Zwicky dalam penelitian terhadap gugus Coma (kumpulan galaksi padat terisolasi yang berjarak sekitar 300 juta tahun cahaya dari Bumi) mengungkapkan bahwa massa gugus Coma lebih besar berkali lipat daripada jumlah massa galaksi-galaksi yang tampak di dalamnya. Berarti ada sesuatu dengan massa yang besar di dalam gugus tersebut yang belum terdeteksi. Para ilmuwan menyebutnya dengan istilah “zat gelap”. Sesuai dengan namanya, zat ini benar-benar misterius. Wujudnya tak tampak, tetapi efeknya nyata.

Belum selesai masalah dengan zat gelap, kita mesti dipusingkan dengan hal lain lagi: “energi gelap”. Pada tahun 1929, Edwin P. Hubble menemukan bahwa alam semesta tidaklah statis. Ia menemukan dan mengumpulkan bukti yang meyakinkan bahwa makin jauh suatu galaksi, makin cepat galaksi itu menjauh dari Bimasakti. Artinya, alam semesta mengembang. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu gaya tolak di alam semesta yang melawan gaya gravitasi sehingga alam semesta terus mengembang. Para ilmuan menyebut dengan istilah energi gelap, yang dianggap sebagai efek kuantum –bahwa ruang hampa sebenarnya penuh dengan zarah dan antizat pasangannya. Dalam pengukuran energi-massa di alam semesta terkini, zat biasa menempati jumlah sebesar 5 persen, zat gelap sebesar 27 persen, dan energi gelap sebanyak 68 persen.

Dark Matter in a Simulated Universe (https://apod.nasa.gov/)

Kembali ke Bumi, Neil deGrasse Tyson menjelaskan bagaimana penemuan dan penyusunan tabel periodik zat kimia, mengapa benda-benda di jagat raya sebagian besar berbentuk bulat, bagaimana penemuan cahaya tidak tampak seperti inframerah dan ultraungu hingga sinar X dan sinar gamma. Pada bagian akhir, ia menutup dengan sebuah permenungan. Ketika ia merenungkan alam semesta yang mengembang, kadang ia lupa bahwa banyak orang berjalan di bumi tanpa makanan atau rumah. Ketika ia membaca data yang menunjukkan keberadaan zat gelap dan energi gelap, kadang ia lupa bahwa tiap hari “orang membunuh dan dibunuh atas nama gagasan seseorang mengenai Tuhan, dan bahwa orang lain yang tidak membunuh atas nama Tuhan, membunuh demi kebutuhan atau keinginan dogma politik.”

Jika semua orang, terutama orang-orang dengan kekuasaan dan pengaruh, memiliki pandangan luas akan tempat kita di jagat raya, mestinya masalah-masalah kita mengecil dan kita dapat merayakan perbedaan di Bumi. Pandangan luas tersebut, sudut pandang kosmik, bersifat rendah hati. Sudut pandang kosmik membuka akal kita untuk gagasan-gagasan luar biasa, tetapi tetap mengikat kaki kita untuk menapak bumi.

Esai-esai Neil deGrasse Tyson yang ringkas mudah dicerna tanpa banyak istilah-istilah rumit bidang fisika. Meskipun, pada beberapa bagian ia tak bisa mengelak untuk menggunakan istilah tertentu karena memang diperlukan. Misalnya, penggunaan istilah zarah maya, energi vakum, zarah dan antizat pasangannya.

Tulisan Neil deGrasse Tyson enak diikuti dari awal hingga akhir. Ia tak hendak memberi ceramah di depan para mahasiswa studi Fisika, tetapi ia seperti seseorang yang mengoceh sesuatu yang dikuasainya dengan bahasa yang santai dan sesekali diselingi humor yang kontekstual. Pada beberapa kesempatan, ia akan mengajak kita untuk merenungi alam semesta dengan keanggunan dan kemisteriusnya.

Astrofisika untuk Orang Sibuk memang buku ringkas bagi orang-orang yang tak punya banyak waktu untuk membaca. Isinya sungguh padat dan “bergizi”. Buku ini memberikan banyak wawasan baru tentang alam semesta dan mungkin akan bisa memengaruhi sudut pandang orang terhadap alam, makhluk hidup, dan diri-sendiri.

Jika membaca buku Astrofisika untuk Orang Sibuk menimbulkan ketertarikan tentang astronomi atau astrofisika, pembaca bisa melanjutkan ke buku yang lebih tebal yang lebih mendalam pembahasaanya. Misalnya, karya-karya populer Carl Sagan berjudul Cosmos dan Pale Blue Dot atau karya Ann Druyan yang juga berjudul Cosmos. Selain itu, Neil deGrasse Tyson juga menulis beberapa buku lain yang lebih tebal. Salah satu yang sudah diterjemahkan berjudul Asal Mula.



Meteor & Milky Way over the Mediterranean (https://apod.nasa.gov)


0 komentar:

Post a Comment