Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Monday, March 9, 2015

Resensi Novel My Avilla Karya Ifa Avianty


Resensi Novel My Avilla Karya Ifa Avianty

Pertarungan Batin Para Pecinta


Judul : My Avilla
Penulis : Ifa Avianty
Tebal : 184 halaman
Tahun Terbit : Cetakan kedua, Maret 2013
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Kota terbit : Surakarta

***

Di tengah kesibukan, dalam waktu satu hari saya selesai membaca novel yang tergolong tipis ini. Jika sebuah novel bisa saya baca sampai selesai dalam waktu yang singkat berarti novel tersebut menarik. Memang, novel My Avilla menyuguhkan alur yang menarik dan konflik batin yang memikat.

Novel ini memenangi juara III Lomba Penulisan Novel Inspiratif yang diadakan oleh penerbit Indiva Media Kreasi. Novel ini tentu mengandung sisi-sisi yang menarik yang membuatnya pantas menyadang juara III. Novel ini juga mengalami cetak ulang di tahun kedua. Artinya, banyak pembaca menyukai novel ini sehingga penjualannya tergolong cukup bagus.

Sebagaimana sebagian besar novel-novel terbitan Indiva lainnya, novel ini menawarkan cerita cinta yang berlandaskan yang dibingkai dalam nilai-nilai keislaman. Meski pengarang tidak mencantumkan secara langsung kutipan ayat-ayat Al-Quran atau Hadits, nilai religius sangat kental terasa dalam keseluruhan cerita. Pengarang membungkus nilai tersebut dalam narasi dan dialog antartokoh. Apatah lagi, ditambahi konflik batin tokoh Fajar yang sedang bimbang dalam pencarian Tuhan.

Dari sinopsis singkat pada bagian sampul belakang, diketahui tema novel ini ialah konflik batin antara persaudaraan, persahabatan, cinta, dan ideologi. Tema umumnya yaitu cinta segitiga. Terdengar klise memang. Namun, kisah cinta segitiga ini disajikan secara apik oleh pengarang. Apalagi cinta segitiga ini melibatkan kakak-beradik, Margriet dan Trudy, dengan seorang lelaki bernama Fajar. Juga kisah cinta antara Margriet dengan Phil, seorang yang takberagama yang kemudian menjadi mualaf.

Novel ini memiliki pembukaan yang sangat bagus. Pembaca langsung disuguhi dengan konflik. Hal ini membuat pembaca penasaran dengan latar belakang konflik tersebut. Dikisahkan, Trudy yang kembali ke rumah –setelah sekian lama pergi- dan disambut dengan penuh haru oleh keluarganya, termasuk kakakknya, Margriet, yang selama ini dianggapnya sebagai rival utama.

Setelah pembukaan yang bagus tersebut, novel ini berjalan dengan alur maju yang renggang. Sedikit “aksi” yang disuguhkan, sebagian besar berupa konflik bantin masing-masing tokoh. Konflik batin inilah yang menjadi kekuatan novel ini. Pengarang berupaya mengajak pembaca untuk menyelami karakter masing-masing tokoh. Pembaca diajak ikut mencecap apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan oleh para tokoh.

Salah satu kriteria novel yang baik –menurutku- ialah karakter tokohnya yang kuat. Dalam hal ini, penulis mampu mengeksplorasi konflik batin setiap tokoh. Setiap tokoh menyampaikan masalah yang dihadapinya dan dilema yang menekan perasaannya. Penulis mampu menggambarkan karakter tokoh dengan baik sehingga setiap tokoh mempunyai karakter yang kuat.

Teknik penceritaan yang digunakan pengarang tergolong unik. Digunakan sudut pandang orang pertama, namun dari sudut pandang tokoh-tokoh yang berbeda: Margriet, Trudy, Fajar, dan Phil. Masing-masing tokoh menyebut dirinya sebagai “Aku”. Untuk membedakan acuan tokoh “Aku”, pengarang menuliskan nama tokoh dan beberapa kata yang mereferensikan perasaan dan pikiran tokoh “Aku” di awal narasi masing-masing tokohnya. Contohnya dapat dilihat pada berikut ini.

Margriet: Cinta itu membebaskan ….
Kini aku baru tahu bahwa cinta dan keikhlasan harusnya duduk berdampingan dan bukannya saling meniadakan. (hal. 15)

Trudy: Harus dan wajib ditanyakan

Kenapa aku tak pernah dibiarkan memenangkan sebuah ‘kompetisi’ dengan mudah ya? (hal. 41)

“Aku” pada halaman 15 mengacu pada tokoh Margriet, sedangkan penyebutan “aku” pada halaman 41 mengacu pada tokoh Trudy.

Penggunaan sudut pandang semacam ini pernah dilakukan oleh sastrawan kenamaan Indonesia, Umar Khayam, dalam novelnya Sang Priyayi. Dan hasilnya, novel Sang Priyayi menjadi salah satu novel yang fenomenal, baik secara struktur maupun isinya. Sayangnya, novel My Avilla tidak terlalu sukses menggunakan teknik penulisan ini.

Pengarang tergolong berani dengan menggunaan sudut pandang pertama dari beberapa tokoh. Memang, dampak yang dihasilkan ialah pembaca bisa menyelami perasaan dan pikiran masing-masing tokoh, namun teknik ini mempunyai kelemahan. Kelemahannya ialah sulitnya membuat beda gaya bahasa masing-masing tokoh.

Penggunaan sudut pandang orang pertama yang berganti-ganti mengharuskan penulis untuk membedakan penggunaan bahasa setiap tokoh sesuai karakternya. Hal ini termasuk hal yang sulit. Kesulitan inilah sepertinya yang –disadari atau tidak- membuat penulis menggunakan bahasa yang (hampir) sama pada setiap tokoh. Inilah salah satu kelemahan novel ini.

Satu lagi kelemahan novel ini ialah pada karakter tokoh yang terlalu sempurna. Tokoh Margriet digambarkan sebagai seorang gadis salehah, baik, pintar, cerdas, dan sempurna. Akan menjadi lebih bagus jika tokoh Margriet tidak sesempurna itu. Karena sebagaimana sering kita dengar ungkapan bijak, “Tak ada manusia yang sempurna”.

Terlepas dari beberapa kekurangannya, secara umum novel ini bagus. Konflik batin yang disuguhkan pengarang mampu membetot perasaan pembaca. Ditambah lagi nilai-nilai religius dan moral menjadikan novel ini layak untuk duduk di rak buku Anda.

***
Ditulis oleh:
Sukrisno Santoso