Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Tuesday, February 25, 2014

Gali Semangat dari Kisah-kisah Dahsyat Para Pebisnis Ini! Karya Nisrina Lubis

Gali Semangat dari Kisah-kisah Dahsyat Para Pebisnis Ini! Karya Nisrina Lubis

Judul : Gali Semangat dari Kisah-kisah Dahsyat Para Pebisnis Ini!
Penulis : Nisrina Lubis
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : ke-1, Maret 2010
Tebal : 219 halaman
***

Gali Semangat dari Kisah-kisah Dahsyat Para Pebisnis Ini! 

Satu lagi buku motivasi entrepreneurship. Sesuai dengan judulnya, buku ini berisi kisah-kisah para pebisnis yang sukses. Dikisahkan perjuangan mereka dari nol hingga menjadi pebisnis tingkat nasional. Lengkapnya ada 34 kisah pebisnis dalam buku ini.

Buku ini “hanya” kumpulan kisah, tidak ada tulisan tambahan dari penulis/penyusun. Penulis buku berperan mengumpulkan, menyeleksi, dan menyusun kisah-kisah para pebisnis. Berdasarkan daftar pustaka yang dicantumkan, semua kisah dalam buku ini diambil dari media internet. Bisa dibilang buku ini adalah print out dari artikel-artikel di internet.

Pebisnis yang dianggap sukses dalam buku ini antara lain pendiri facebook, Mark Zuckerberg. Awalnya, Facebook dibuat oleh Mark sebagai media sosial sesama mahasiswa Universitas Harvard. Perkembangan Facebook terbilang cepat. Dalam waktu 4 bulan, Facebook sudah digunakan oleh 30 universitas. Lalu, Facebook pun mendunia. Sang pemilik, Mark Zuckerberg ditetapkan oleh majalah Forbes sebagai milyarder termuda atas usaha sendiri dan bukan karena warisan.

Kisah lainnya yaitu pendiri DIVA Press, Edi Mulyono. DIVA Press merupakan salah satu penerbit buku berskala nasional dengan karyawan lebih dari 100 orang. Saat memulai usahanya, Edi mengaku tidak memiliki modal uang dalam jumlah besar. Yang ada hanyalah modal kepercayaan dari teman dan relasinya. Banyak pemilik percetakan di Jogja yang mau memberikan kepercayaan kepadanya untuk memproduksi buku-buku dengan sistem pembayaran di belakang.

Buku ini juga menampilkan kisah kesuksesan perusahaan Sido Muncul. Sido Muncul yang dipimpin Irwan hidayat berhasil memasyarakatkan jamu sebagai minuman kesehatan. Dan masih banyak kisah-kisah kesuksesan yang lain.

Membaca buku ini dapat meningkatkan motivasi diri dalam bidang entrepreneurship. Membaca kisah-kisah orang sukses membuat kita ingin meniru kesuksesan mereka.

Para pebisnis dalam buku ini memang tidak dikisahkan secara mendalam atau detail. Satu orang dikisahkan rata-rata 5 halaman. Hal ini tidak cukup untuk mengupas kisah perjuangan para pebisnis sukses tersebut. Bagaimanapun juga, melalui kisah-kisah kesuksesan yang disampaikannya, buku ini memberikan sumbangan motivasi bagi para entreprenuer.

***
Sukrisno Santoso
Sukoharjo, 26 Februari 2014



Saturday, February 22, 2014

Drama: Sultan Alam Akbar Al-Fattah

 
Kerajaan Majapahit berada di ambang kehancuran. Keadaan pemerintahan kacau balau. Para pejabat kerajaan saling berebut kekuasaan dan kekayaan. Rakyat kecil terbengkalai. Sebagai kerajaan yang pernah berjaya, Majapahit berada pada titik kebobrokan.

Saat itulah fajar merekah dari alas Glagahwangi. Tampillah sang pemuda yang menyampaikan risalah Nabi. Menyebarkan agama dengan kitab suci. Luhur dan mulia dalam budi pekerti. Pemuda itu tak lain ialah salah seorang putra raja Majapahit Brawijaya Kertabumi yang bernama Raden Fatah.

Raden Fatah adalah seorang putra raja dari selir yang tinggal di Palembang. Saat dewasa, ia melakukan perjalanan ke Pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam. Bersama saudara tirinya, yaitu Raden Husein, mereka berguru kepada Sunan Ngampel.


BABAK 1
ILIR-ILIR DI NGAMPEL DENTA

 

Raden Patah dan Raden Husein menjadi santri di pesantren yang diasuh oleh Sunan Ngampel. Setelah beberapa lama menjadi santri, kedua pemuda itu tumbuh menjadi pemuda yang pemberani, berakhlak mulia, dan bercita-cita tinggi.

(Di pendhapa masjid pesantren, Sunan Ngampel berkumpul bersama para santri. Mereka menyenandungkan lelagon Ilir-ilir bersama-sama.)

Sunan Ngampel:
Anakmas Fatah, Anakmas Husein.

Raden Fatah:
Kula, Kanjeng Sunan.

Raden Husein:
Kula, Kanjeng Sunan.

Sunan Ngampel:
Kalian berdua adalah keturunan Penguasa Palembang. Jauh-jauh dari seberang sana kalian ke sini untuk menuntut ilmu. Sudah lama kalian menimba ilmu di sini. Saat ini kalian sudah cukup bekal untuk melanjutkan perjalanan menggapai cita-cita kalian.

Raden Fatah:
Beribu terima kasih kami ucapkan kepada Kanjeng Sunan atas bimbingan selama ini. Saya sendiri ingin selalu menyertai Kanjeng Sunan, untuk ngabekti, untuk belajar agama kepada Kanjeng Sunan dan membantu sebisa saya.

Sunan Ngampel:
Hmmm... Niatmu sungguh mulia, Anakmas Fatah. Saya senang mendengarnya. Tapi, apa yang menjadi cita-citamu sendiri, Anakmas?

Raden Fatah:
Saya bercita-cita menyebarkan agama Islam ke seluruh Pulau Jawa. Pulau Jawa ini hendaknya menjadi pusat penyebaran ajaran Islam. Hingga nanti wilayah-wilayah di seberang lautan juga ikut menikmati indahnya ajaran Islam, Kanjeng Sunan.

Sunan Ngampel:
Masya Allah. Sungguh teramat tinggi cita-citamu. Saya sangat mendukungmu, Anakmas Fatah. Anakmas Husein, bagaimana denganmu?

Raden Husein:
Saya senang tinggal di sini, Kanjeng Sunan. Saya ikut dengan Kakangmas Fatah.

Sunan Ngampel: 

Bagus. Tapi, saya mendengar kamu ingin nyuwita, ingin sowan kepada Raja Kertabumi, penguasa Majapahit.

Raden Husein:
Inggih, Kanjeng Sunan. Bagaimanapun juga, di dalam darah saya mengalir darah Majapahit, Kanjeng Sunan.

Sunan Ngampel:
Baiklah. Kalian sudah waktunya untuk melangkah. Anakmas Fatah, kamu saya tugaskan untuk membuka pesantren baru agar cita-citamu untuk menyebarkan ajaran Islam di seluruh Pulau Jawa tercapai. Tapi, sebelum itu kamu harus sowan kepada rama-mu, Prabu Kertabumi.

Raden Fatah:
Sami’na wa atho’na, Kanjeng Sunan.

Sunan Ngampel:

Anakmas Husein, kamu berbakat dalam tata keprajuritan dan tatanegara. Kamu sowan-lah kepada Prabu Kertabumi. Sampaikanlah ajaran Islam kepada segenap rakyat Majapahit.

Raden Husein:
Sami’na wa atho’na, Kanjeng Sunan.


 

BABAK 2
PERSIAPAN PEPERANGAN MELAWAN GIRINDRAWARDHANA


Raden Fatah dan Raden Husein menghadap Prabu Kertabumi. Raden Husein diangkat menjadi Adipati Terung. Raden Fatah yang memang berniat mendirikan pesantren diberi wilayah di alas Glagahwangi. Bersama pengikutnya, Raden Fatah melakukan babat alas Glagahwangi. Di sana didirikanlah pesantren yang dipimpin langsung oleh Raden Fatah. Dari jumlah penduduknya yang hanya puluhan hingga akhirnya mencapai ratusan hingga ribuan.

Tahun 1478 M, Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) menyerang Majapahit. Kondisi Majapahit yang memang sedang lemah, dengan mudah ditaklukkan oleh Girindrawardhana. Prabu Kertabumi tewas dalam penyerbuan tersebut. Majapahit dikuasai oleh Girindrawardhana.

Jatuhnya Majapahit menggerakkan hati Raden Fatah. Sekaranglah saatnya. Sekaranglah saat untuk mengambil kepemimpinan di tanah Jawa. Dengan restu para Sunan, Raden Fatah memberangkatkan pasukan Islam untuk menyerang Girindrawardhana.

(Raden Fatah berdiri di hadapan penduduk Glagahwangi. Di antara mereka ada para prajurit, petani, pedagang, juga ibu-ibu. Semangat mereka terbakar oleh seruan pemimpin mereka, Raden Fatah.)

Raden Fatah:
Wahai segenap penduduk Glagahwangi. Majapahit telah jatuh di tangan Girindrawardhana. Ayahanda, Prabu Kertabumi telah mangkat. Kita sudah sekian lama membentuk diri menjadi sebuah kelompok, sebuah pedukuhan, sebuah jamaah yang memikul beban risalah Islam. Sudah saatnya kita menunjukkan kekuatan. Bukan kekuatan fisik, bukan kekuatan senjata, tetapi kekuatan iman kita.

Prajurit 1:
Segenap prajurit siap berdiri di garis depan, Kanjeng Gusti.

Raden Fatah:
Bagus sekali. Akan tetapi, ketahuilah, kita membutuhkan segenap kekuatan yang ada. Diharapkan semua penduduk Glagahwangi, prajurit, petani, pedagang, yang tidak mempunyai udzur, untuk berangkat menyerang Girindrawardhana.

Petani 1:
Kula siap mangkat, Kanjeng Gusti.

Petani 2:
Weh, aku yo melu no! Ngko tak gawakne pohong karo telo nggo sangu.

Pedagang 1:
Kula juga ikut, Kanjeng Gusti. Saya akan menyiapkan kuda-kuda yang terbaik.

Raden Fatah:
Siap berangkat? Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu akbar...

(Pariyem dan Poniyem bersama ibu-ibu yang lain berjalan di belakang. Mereka ikut rombongan perang)


Pariyem:
Eh, Mbak Yem, kamu ikut perang kenapa?

Poniyem:
Lha, iya. Kita harus ikut juga. Lha siapa nanti yang menyediakan makan untuk mereka siapa? Kalau tidak ada yang menyiapkan makan, ketika perang mereka mulai lapar bagaimana, hayo?

Pariyem:
Iyo, yo. Aku juga tahu sedikit obat-obatan. Nanti bisa mengobati yang terluka.

Poniyem:
Lagipula bojoku juga ikut perang. Aku wegah ditinggal di rumah.

Pariyem:
Cie...cie...

Poniyem:
Yo uwis, ayo cepet-cepet, ndak ditinggal.


BABAK 3
PEPERANGAN MELAWAN GIRINDRAWARDHANA


Pasukan Islam di bawah pimpinan Raden Fatah menyerang Girindrawardhana. Peperangan berjalan sengit. Segenap rakyat tanah Jawa yang sudah memeluk agama Islam bergabung bersama pasukan Raden Fatah. Peperangan dimenangkan oleh Raden Fatah.

(Prajurit Girindrawardhana berperang melawan prajurit Raden Fatah. Pedang melawan cangkul, tombak melawan sabit. Keris melawan kenthongan.)


BABAK 4

PELANTIKAN RADEN FATAH MENJADI SULTAN DEMAK
(Raden Fatah duduk di kursi. Para Sunan duduk mengelilingi Raden Fatah. Para kawula duduk di depan. Sunan Ngampel membawa mahkota sultan.)

Sunan Ngampel:
Wahai, rakyat sekalian. Perhatikanlah. Hari ini, atas musyawarah dan kesepakatan waliyul amri, dewan para wali yang terdiri dari beberapa Sunan, kami mendirikan kasultanan untuk menjamin kelangsungan penyebaran ajaran Islam dan menjamin kesejahteraan rakyat. Kasultanan ini bernama Kasultanan Demak dengan ibukota di Bintoro.

Rakyat:
Allahu akbar ...

Sunan Ngampel:
Raden Fatah, atas berkah Allah Ingkang Maha Agung, apa yang dahulu Raden cita-citakan akhirnya tercapai. Raden Fatah, jadilah panatagama lan panatapraja. Ahli agama dan juga pemimpin. Laksankanlah amanah kepemimpinan ini dengan baik.

Raden Fatah:
Inggih, Kanjeng Sunan. Kula nyuwun bimbingan dari Kanjeng Sunan dan para Sunan yang lain.

Sunan Ngampel:
Dengan ini, secara resmi kami lantik Raden Fatah menjadi Sultan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah.

Rakyat:

Allahu akbar ...

***
Sukrisno Santoso
Sukoharjo, 19 Desember 2013
 

 ---
*Drama ini dipentaskan oleh Tim Teater SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo pada Acara Seminar Parenting - Peringatan Milad Yapendais Mutiara Insan Sukoharjo ke-20, tanggal 5 Januari 2014


Drama: Asal-Usul Kota Sukoharjo


BABAK I
 

Narator
Tersebutlah kisah bahwa Sri Susuhunan Paku Buwono II ingin memindahkah keraton dari Kartasura. Setelah bermusyawarah dengan para sesepuh, akhirnya Sri Susuhunan Paku Buwono II memerintahkan Pangeran Wijil untuk mencari daerah baru yang cocok dijadikan lokasi keraton.

(Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna duduk takzim di pasowanan. Sri Susuhunan Paku Buwono II datang bersama Kyai Tohjaya dan Kyai Yosodipura. Mereka diiringi dua dayang yang membawa kipas. Sri Susuhunan Paku Buwono II duduk di kursi, sedangkan kedua dayang berdiri di samping kiri kanan mengipasi Sang Sultan. Kyai Tohjaya dan Kyai Yosodipura duduk di sebelah kanan kiri Sri Susuhunan.)

Sri Susuhunan: 

Hai, Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna. Kalian ingsun hadapkan kemari karena ingsun mau memberikan tugas kepada kalian.

Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tirtawiguna: 

Sendika dhawuh, Gusti!

Sri Susuhunan: 

Pangeran Wijil, ingsun bersama para sesepuh sudah sepakat untuk memindahkan keraton kita di Kartasura ini karena keraton kita ini sedang ada kisruh. Demikian to, Kyai Tohjaya?

Kyai Tohjaya: 

Inggih, Kanjeng Gusti!

Sri Susuhunan: 

Menurut ingsun, tempat yang baru itu haruslah sukoraharjo, yaitu tempat yang bisa membuat rakyat kita semakin sejahtera. Demikian to, Kyai Yosodipura?

Kyai Tohjaya: 

Inggih, Gusti! Suko itu artinya papan panggenan, tempat. Raharjo artinya kesejahteraan.

Sri Susuhunan: 

Yang bisa mengemban tugas berat ini adalah kamu, Pangeran Wijil, bersama kedua Tumenggung andalanmu ini. Pangeran Wijil, segera laksanakan tugas dan segera laporkan hasilnya!

Pangeran Wijil:

Inggih, Gusti Susuhunan!

Sri Susuhunan: 

Baiklah, sudah cukup ingsun memberikan tugas. Laksanakan dengan sebaik-baiknya!


BABAK II

Narator:

Sebagai seorang ksatria atau prajurit, Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna segera melaksanakan tugas. Mereka berjalan mencari daerah baru hingga sampailah di tepi sungai Bengawan Solo. Sungai Bengawan Solo sedang banjir sehingga mereka tidak bisa menyeberangi sungai untuk meneruskan perjalanan.

(Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna berjalan beriringan. Di depan ada Sungai Bengawan Solo yang sedang meluap airnya sehingga mereka berhenti.)

Pangeran Wijil: 

We, lhadalah.... Kepiye iki, Tumenggung! Bengawan Solo banjir. Kita tidak bisa menyeberanginya.

T. Honggowongso:

Iya, Pangeran. Bengawan Solo banjir. Padahal, kita harus menyeberang ke sana untuk survei tempat. Bagaimana ini, Pangeran?

Pangeran Wijil: 

Wah... Lha kalau begini apa kita harus menunggu banjirnya surut? Ada usul, Tumenggung Tirtawiguna?

T. Tirtawiguna: 

Tenang, Pangeran. Sekarang ini kan jaman sudah maju. Untuk survei tempat ke sana kita tidak perlu harus menyeberang sungai.

T. Honggowongso: 

Bagaimana caranya?

T. Tirtawiguna: 

Kita melihat peta saja. Dengan melihat peta kita nanti bisa tahu daerah mana yang cocok untuk tempat keraton yang baru.

Pangeran Wijil: 

Peta? Kamu membawa peta, Tumenggung?

T. Tirtawiguna: 

Lha, itu dia... Tidak!

T. Honggowongso: 

Halah... kamu ini, bagaimana, to?

T. Tirtawiguna: 

Sebentar... sebentar... sebentar... Tenang saja!
Saya ambilkan dulu peralatan saya.

(Tumenggung Tirtawiguna merogoh ke dalam tas dan mengeluarkan tablet)
T. Tirtawiguna: 

Lha, ini dia! (sambil mengangkat tablet)

Pangeran Wijil: 

Lho..lho...lho... Apa ini, Tumenggung?

T. Tirtawiguna: 

Ini namanya tablet, Pangeran. Ini produk terbaru. Merk terkenal. Merk-nya GAPLE.

T. Honggowongso: 

Woah, bagus banget, ya! Trus, fungsinya untuk apa?

T. Tirtawiguna: 

Woalah, kamu ini ndeso. Ketinggalan jaman. Di dalam tablet ini ada petanya. Coba lihat ini. (Mengoperasikan tablet dengan menyentuh layarnya.)

T. Honggowongso:

 Iya..ya... ada petanya.

T. Tirtawiguna:

Ini yang meliuk-liuk seperti ular ini Sungai Bengawan Solo. Berarti kita di sini. Di seberang sana ada daerah yang luas, yang akan kita survei tadi.

Pangeran Wijil: 

Iya, ini daerah yang luas ini cocok untuk keraton kita. Di sini untuk alun-alunnya. Sini alun-alun utara, sini alun-alun selatan.

T. Honggowongso: 

Oh, iya. Berarti kalau di situ alun-alunnya, tempat untuk para istri raja di sini.

T. Tirtawiguna: 

Iya, benar! Di situ cocok untuk tempat para selir. Nanti kita namakan Seliran. Lha, tempat untuk membuat senjata di mana?

Pangeran Wijil:

Tempat untuk membuat senjata di daerah utara saja. Nanti kita tempat para pande (empu yang membuat senjata) di daerah situ.

T. Honggowongso: 

Nanti daerahnya kita namakan Pandean. Berarti yang sebelah Timur sini, cocoknya untuk para mranggi (empu yang membuat keris).

Pangeran Wijil: 

Tempatnya kita namakan Mranggen.

T. Tirtawiguna: 

Cucok, Pangeran. Sri Susuhunan kan punya ingon-ingon gajah. Kita tempatkan di mana?

Pangeran Wijil: 

Ingon-ingon gajah kita tempatkan di sebelah Selatan. Nanti kita namakan Begajah.

T. Honggowongso: 

Berarti tugas kita sudah beres, Pengeran.

Pangeran Wijil: 

Iya, kalau begitu sekarang kita melapor kepada Sri Susuhunan.


BABAK III
 

Narator: 
Setelah selesai menjalankan tugas, yaitu mendapatkan daerah baru untuk lokasi keraton, Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna menghadap Sri Susuhunan Paku Buwono II untuk melaporkan tugas.

(Sri Susuhunan Paku Buwono II datang bersama Kyai Tohjaya dan Kyai Yosodipura. Mereka diiringi dua dayang yang membawa kipas. Sri Susuhunan Paku Buwono II duduk di kursi, sedangkan kedua dayang berdiri di samping kiri kanan mengipasi Sang Sultan. Kyai Tohjaya dan Kyai Yosodipura duduk di sebelah kanan kiri Sri Susuhunan. Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna datang, kemudian menghadap Sri Susuhunan)

Pangeran Wijil: 

Lapor, Gusti! Tugas yang Gusti Susuhunan amanahkan sudah kami laksanakan.

Sri Susuhunan: 

Bagaimana hasilnya, Pangeran Wijil?

Pangeran Wijil: 

Kami sudah mendapatkan sukoraharjo, yaitu tempat yang mendatangkan kesejahteraan. Kami sudah mendapatkan lokasi untuk bangunan keraton, dan alun-alun. Untuk para selir di sebelah Barat, nanti kita namakan Seliran.Untuk para pembuat senjata (pande) di sebelah Utara, nanti kita namakan Pandean. Untuk para pembuat keris (mranggi) di sebelah Timur, nanti kita namakan Mranggen.

Sri Susuhunan: 

Bagus, Pangeran Wijil. Kamu bersama kedua tumenggung sudah melaksanakan tugas dengan baik.
(Menoleh kepada Kyai Tohjaya)
Bagaimana menurutmu, Kyai Tohjaya?

Kyai Tohjaya: 

Tempat yang diusulkan oleh Pangeran Wijil memang tepat, Gusti. Saya setuju.

Sri Susuhunan: 

Bagaimana dengan pendapatmu, Kyai Yosodipuro?

Kyai Yosodipuro: 

Saya juga setuju bahwa tempat yang diusulkan Pangeran Wijil adalah tempat yang raharjo, yang sejahtera. Akan tetapi, Gusti. Tempat tersebut dekat dengan wilayah Pangeran Sambernyawa. Padahal, hubungan keraton kita dengan Pangeran Sambernyawa saat ini sedang tidak baik. Saya khawatir, tempat itu nanti akan mudah diserang, Gusti.

Sri Susuhunan: 

Benarkah seperti itu, Kyai?

Kyai Yosodipuro: 

Benar, Gusti!

Sri Susuhunan: 

Hemm... hemm... (berpikir sejenak)
Kamu benar, Kyai Yosodipuro. Tempat itu memang kurang baik dari segi keamanan. Kalau begitu, kita pilih saja tempat yang berada di sebelah utara Bengawan Solo.

Kyai Yosodipuro: 

Keputusan ada di tangan, Gusti.

Sri Susuhunan: 

Baiklah, ingsun putuskan bahwa keraton kita akan kita pindah di sebelah utara Bengawan Solo. Kamu, Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna, jangan berkecil hati karena usulan kalian tidak kita setujui.

Pangeran Wijil: 

Kami sendika dhawuh, Gusti!

Sri Susuhunan: 

Meskipun begitu, ingsun sangat senang karena kalian sudah melaksanakan tugas dengan baik. Karena memang itulah tugas kalian sebagai ksatria. Dan jangan kecewa dengan keputusan ingsun. Karena keputusan ingsun tidak bisa diganggu gugat.

T. Honggowongso:

Kami tidak akan kecewa, Gusti. Kami sebagai prajurit hanya sami’na wa atho’na. Kami mendengar dan kami taat terhadap perintah, Gusti.

Sri Susuhunan:

 Bagus, bagus! Kalau begitu, cukup sekian pertemuan kali ini.

(Sri Susuhunan keluar diikuti oleh Kyai Yosodipuro dan Kyai Tohjaya serta para dayang.)

 

Narator: 
Demikianlah asal-usul penamaan Sukoharjo yang berasal dari kata sukoraharjo. Sukoraharjo berarti tempat yang mendatangkan kesejahteraan atau kemakmuran. Sukoharjo Makmur. Walaupun dalam cerita sejarah maupun babad tidak pernah disebutkan kisah asal usul Sukoharjo, namun kisah ini tetap bisa dirunut dari penuturan mulut ke mulut.

Kisah tadi mengandung nilai pendidikan karakter yaitu nilai bertanggung jawab. Sebagaimana ditunjukkan oleh Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna yang telah menjalankan tugas dengan baik.

Kisah tadi juga mengandung nilai pendidikan karakter yaitu taat kepada pimpinan. Sebagaimana ditunjukkan oleh Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso, dan Tumenggung Tirtawiguna yang telah menerima keputusan Sri Susuhunan. Mereka tsiqah / percaya penuh terhadap keputusan pemimpin. Mereka tidak merasa kecewa meskipun usulan mereka tidak diterima serta

--- SELESAI --- 



***
Sukrisno Santoso
Sukoharjo, 3 Oktober 2013

---
*Drama ini dipentaskan oleh Tim Teater SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo pada Acara Gerak Jalan dan Bakti Sosial - Peringatan Milad Yapendais Mutiara Insan Sukoharjo ke-20, tanggal 10 November 2014
Para Pemain Pentas Drama Asal-Usul Sukoharjo



Friday, February 21, 2014

Gado-Gado Kerikil Jokowi Karya Anas Syahirul A.

Gado-Gado Kerikil Jokowi Karya Anas Syahirul A.

Judul : Gado-Gado Kerikil Jokowi  

Penulis : Anas Syahirul A, dkk
Penerbit : Galang Press
Cetakan : ke-3, 2013
Tebal : 196 halaman

***
Sore yang mendung itu saya jalan-jalan ke Pameran Buku di Kartasura. Pulang membawa satu buku berjudul Gado-Gado Kerikil Jokowi. Dalam satu malam, lembaran-lembaran buku itu tandas saya lahap. Saya bukan Jokowi lover, bukan pula masuk dalam tim pendukungnya. Saya hanya orang yang suka membaca kisah orang-orang yang mempunyai prestasi.

Gado-Gado Kerikil Jokowi merupakan kumpulan karya jurnalistik para wartawan di Solo. Tulisan di dalamnya tidak berisi pujian saja, tapi apa adanya. Kadang malah memuat pendapat mereka yang kontra pada kebijakan Jokowi.

Jokowi. Wong ndesa yang sekarang jadi orang nomor 1 di Jakarta ini selalu menarik untuk diperbincangkan. Lha wong, setiap geraknya selalu masuk berita. Tubuh cengkring-nya sering terpajang di media massa. Bahkan, posenya yang sedang duduk melongok saluran air pun -pose yang nggak ada gayanya- juga terpasang besar di koran.

Si tukang kayu dari Solo ini memang fenomenal. Terlepas dari segala dukungan kepadanya, keberhasilan Jokowi menjadi Gurbernur Jakarta merupakan prestasi yang luar baisa. Dan memang, gebrakan-gebrakan Jokowi sering menarik minat masyarakat, baik yang pro maupun yang kontra.

Buku Gado-Gado Kerikil Jokowi memberikan gambaran tentang masa kecil Jokowi, perjuangannya dalam usaha mebel, dan kisah-kisah menarik seputar kehidupannya. Buku ini memuat tujuh bab.

1. Jokowi Kecil, Jadi Bos Mebel
Jokowi lahir dari pasangan Noto Miharjo - Sujiatmi. Kehidupan Jokowi kecil adalah kehidupan yang susah. Tempat tinggalnya yang di bantaran sungai sering berpindah-pindah karena selalu digusur. Bakat jualan kayu turun dari ayahnya yang pekerjaannya menjual kayu gergajian.

"Jangan membayangkan bapak saya itu pengusaha kayu besar, kecil saja usahanya karena cuma penjual kayu gergajian," kata Jokowi.

Sebelum menjadi pejabat publik, Jokowi adalah seorang pengusaha mebel yang sukses. Ia memiliki beberapa pabrik untuk produksi mebelnya. Ia sudah mengekspor produknya ke berbagai negara.

Sejak kecil Jokowi mempunyai sikap optimis. "Sejak dulu," kata Jokowi," saya orangnya sangat optimis, karena untuk memulai sesuatu modalnya hanya itu, saya harus menyertainya dengan kerja keras dan doa.

2. Memimpin Solo dengan Filosofi Rocker

Di awal pemerintahannya, Jokowi memecat tiga pegawainya karena dianggap menghambat programnya dalam peningkatan pelayanan masyarakat. Peningkatan pelayanan masyarakat menjadi perhatian Jokowi karena selama ini mengurus surat-surat perijinan terkesan sulit dan berbelit-belit.

"Kalau bisa cepat, ngapain diperlambat. Kalau bisa mudah, ngapain dipersulit. Jangan membolak-balikkan logika yang nggak bener," kata Jokowi.
 

Gaya kepemimpinannya, ia ibaratkan seperti musik rock, "Ya, mirip-mirip musik rock gitulah kalau anak muda. Yang tegas dan cepat dalam bekerja."

3. Jokowi Menggebrak, Jokowi Melambung
Jokowi memang membuat banyak gebrakan. Salah satunya ialah gebrakan KTP satu jam. Proses perpanjangan KTP dilayani kantor pemerintahan maksimal satu jam. Padahal, sebelumnya membutuhkan waktu 2-3 minggu. Demikian juga dalam pelayanan proses perijinan. Ijin mendirikan bangunan yang sebelumnya membutuhkan waktu 60 hari digebrak menjadi maksimal 6 hari. Ijin usaha yang sebelumnya membutuhkan waktu 30 hari juga digebrak menjadi maksimal 6 hari.

Kecepatan layanan perijinan ini terprogram dalam pelayanan satu atap (one stop service). Pelayanan perijinan yang efektif dan efisien diharapkan dapat menarik minat investor. Imbasnya, secara tidak langsung, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Semakin banyak uang yang beredar maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Ini teori dasar yang kadang tidak dipahami," ujar Jokowi.

Prestasi Jokowi lainnya yaitu pemindahan PKL dari Banjarsari ke pasar klithikan Semanggi. Proses pemindahan PKL berjalan mulus tanpa keterpaksaan dan kekerasan. Jokowi juga berhasil mem-branding kota Solo sebagai kota budaya. Event-event berskala nasional dan internasional yang diadakan di kota Solo menarik perhatian publik dalam dan luar negeri.

4. Genderang Antisuap, Perselisihan Politis, dan Membersihkan Cap Negatif Politisi
Terpilihnya Jokowi menjadi Walikota Solo pada tahun 2005, dianggapnya sebagai "kecelakaan". Ia bukan kader partai, bukan pula tokoh publik yang banyak dikenal masyarakat. Ia hanya seorang "tukang kayu".

Selama menjadi walikota, banyak tawaran uang pelicin yang berseliweran. Namun, semua itu ditolaknya mentah-mentah karena Jokowi benar-benar ingin membangun kota Solo dan masyarakat Solo agar menjadi lebih baik.

Sebagai walikota yang pernah dikatakan sebagai "walikota goblok" oleh atasannya, Jokowi berusaha meningkatkan kesehteraan masyarakat dengan membatasi pembangunan supermarket dan mall-mall. Program revitalisasi pasar tradisional digulirkan. Setidaknya ada dua pasar tradisional yang direvitalisasi setiap tahun. Sekarang ini pasar yang sudah direvitalisasi sudah menjadi tempat yang nyaman untuk berbelanja.
 

Jualan baju kotak-kotak untuk membiayai kampanye menuju DKI-1, membuat Jokowi kembali menjadi sorotan media. Padahal, baju kotak-kotak yang dipakai Jokowi untuk mendaftar di KPUD Jakarta, dibelikan oleh ajudannya di Pasar Tanah Abang. Karena dirasa klop dan sesuai dengan filosofinya, muncullah ide jualan baju kotak-kotak tersebut.

5. Kaya Hati Tak Birahi Materi
Percaya atau tidak, selama menjabat sebagai walikota, Jokowi tidak pernah mengambil gajinya. Lha wong penghasilannya sebagai pengusaha kayu sudah membuatnya kaya. Namun, kekayaan yang dimilikinya tidak membuatnya berhura-hura. Budaya yang mengalir dalam keluarganya adalah kesederhanaan.

Mobil dinasnya hanya Toyota Camry yang dibeli tahun 2002 yang terkadang suka mogok di jalan. "Saya tidak birahi soal gaji, saya tidak birahi soal mobil dinas," kata Jokowi.

6. Gado-gado Kerikil Jokowi
Selama dalam kepemimpinannya, kondisi Solo cenderung kondusif. Namun, bukan berarti tak ada kericuhan yang terjadi. Beberapa kerusuhan yang terjadi di Solo di antaranya kasus peledakan bom dan bentrok antara ormas dengan warga. Kericuhan-kericuhan yang terjadi di kota Solo diselesaikan oleh Jokowi dengan komunikasi yang internsif dengan pihak-pihak terkait.

7. Para Inspirator Jokowi
Sosok yang menjadi inspirator Jokowi adalah Bung Karno dan Paku Buwono X.
"Saya memang pengagum Bung Karno. Saya tak bisa menyampaikan satu per satu alasannya, karena akan terlalu banyak yang saya ceritakan. Bung Karno itu sosok visioner. Beliau sudah menyiapkan perencanaan jauh ke depan sebelum orang mampu memikirkan itu."

"Saya memang membaca literatur tentang PB X. Termasuk tokoh yang saya kagumi, selain Bung Karno. Di zamannya, justru Solo sudah mengalami banyak kemajuan. Saya juga banyak belajar dari situ."
Pada zaman PB X, kota Solo dikenal memiliki taman paling bagus se-Asia Tenggara.

Satu lagi sosok yang membentuk pribadi Jokowi, yaitu Sujiatmi, wanita yang telah melahirkan dan mendidiknya. Di tengah kesibukannya, Jokowi selalu menyempatkan sowan kepada ibunya.

"Sesibuk apapun," kata Sujiatmi, "rata-rata sepekan sekali Joko ke sini. Untuk memutuskan sesuatu yang penting, biasanya ia minta restu ke ibunya ini."

Buku Gado-Gado Kerikil Jokowi terasa renyah dibaca. Ringan dan apa adanya. Bahasanya mudah dipahami karena ditulis dengan bahasa jurnalistik yang komunikatif. Kelemahan buku ini yaitu adanya beberapa informasi yang diulang. Hal ini maklum terjadi karena buku ini adalah "hasil keroyokan" beberapa penulis.
Demikian.


***
Sukrisno Santoso
Sukoharjo, 2 Februari 2014