Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Saturday, October 29, 2016

Kutipan Buku Reruntuhan Musim Dingin karya Sungging Raga


Cinta menjadi tema umum dalam cerpen-cerpen karya Sungging Raga yang terkumpul dalam buku Reruntuhan Musim Dingin. Tapi, ini bukan kisah cinta yang cengeng. Sungging Raga meramu kisah cinta yang tak biasa. Kalau kata Tia Setiadi dalam pengantarnya terhadap buku ini, "Sungging Raga bersikeras menampilkan kisah-kisah cinta yang, syukurnya, tak terjerumus ke dalam lautan klise."

Kisah-kisah cinta dalam cerpen-cerpennya ditulis dengan penggambaran yang datar, yang berjarak. Namun meski demikian, Sungging Raga tak membiarkan cerpennya kering kerontang. Penulis memainkan akrobat kata dan menampilkan atraksi frasa. Rangkaian kata-katanya seperti menari-menari dengan anggun dan indah saat menceritakan suatu keadaan atau perasaan. 


Silakan baca resensi lengkap buku Reruntuhan Musim Dingin karya Sungging Raga di sini.

Banyak rangkaian katanya bisa menjadi quote yang bagus. Berikut ini kutipan-kutipan bagus dari buku Reruntuhan Musim Dingin karya Sungging Raga.

Barangkali, tidak ada perpisahan yang lebih menyenangkan untuk dirayakan daripada sepasang kekasih yang berpisah dalam keadaan masih saling mencintai. Sepasang kekasih yang kemudian akan saling bertanya: mengapa cinta tidak cukup kekal untuk menjadikan dua manusia bersama selamanya?
(Cerpen "Selebrasi Perpisahan")

Cinta terkadang memang tak direncanakan, tapi ketika segalanya bersemi, artinya ada yang harus diperjuangkan.
(Cerpen "Selebrasi Perpisahan")

Setelah kebersamaan yang begitu panjang, mengapa kini hanya tersisa setengah jam? Apakah cinta tidak bisa diisi ulang?
(Cerpen "Selebrasi Perpisahan")

Memang. Selalu saja ada kisah tentang perempuan yang menunggu. Dan tidak ada kisah yang lebih menyedihkan daripada perempuan yang merasa yakin bahwa penantiannya yakin akan berbuah manis. Apakah perempuan selalu ditakdirkan untuk menunggu?
(Cerpen "Dermaga Patah Hati")

Kupikir, sebaiknya kamu jangan jatuh cinta kepada penulis. Ia lebih banyak memeras kenangan, sebanyak mungkin darimu, untuk kemudian ditinggalkan.
(Cerpen "Reruntuhan Musim Dingin")

Setiap kisah, setiap tokoh yang singgah dalam kehidupan kita, pada akhirnya akan menghilang, berpisah begitu saja, melanjutkan kisahnya bersama tokoh-tokoh lain yang tak kita kenal. Mereka hanya serpihan bagi kita, dan kita pun mungkin hanya selintas ingatan bagi mereka.
(Cerpen "Reruntuhan Musim Dingin")

Mengapa ia tak bisa melepas kenangan yang awalnya datang begitu ringan? Apakah kenangan memang bisa tumbuh dan berkembang, menciptakan cabang berupa anak-anak kenangan yang lain?
(Cerpen "Reruntuhan Musim Dingin")

Tidak terbayang jika aku hidup bersama seorang penulis. Pasti sangat menyusahkan. Menulis itu bukan pekerjaan, itu cuma semacam pengisi waktu luang.
(Cerpen "Reruntuhan Musim Dingin")

Silakan baca resensi lengkap buku Reruntuhan Musim Dingin karya Sungging Raga di sini.




Tuesday, October 18, 2016

Gugur


telah gugur sesosok daun
yang sebelumnya telah kering di ranting
ia awalnya adalah daun yang indah
mengelok pandang, mengundang sanjung
warnanya hijau meneduhkan
ia dibesarkan oleh hangatnya belaian matahari

tahtanya tinggi di pucuk ranting
berdekatan dengan bunga-bunga paling atas
dilihatnya tanah, rumput, buah yang jatuh lalu membusuk
di bawah sana
dipandangnya anak kecil yang berlarian mengitari pohon
yang duduk-duduk di akar besarnya yang mencuat keluar

telah gugur ia kini
usianya berbatas, tugasnya purna
ia melayang berkendara angin
tujuannya ialah tanah basah di bawah sana
tanah dan rumput yang dulu dipandanginya dari atas

tanah, aku datang padamu
daun, aku menyambutmu



(Sukoharjo, 31 Agustus 2016)


 

Pejalan


seorang pejalan itulah aku. yang mencari aliran air itulah aku. yang menyusuri jejak pendahulu itulah aku. ikutilah aliran air sungai hingga tiba di samudera kekayaan itulah wasiat yang ditanamkan dalam batinku. maka di sinilah aku di sepanjang tepi aliran sungai.

bekalku adalah sepotong roti dan sebotol parfum. separo potong roti untuk pagi hari dan sisanya untuk menutup hari. kucelupkan separo potong roti itu ke dalam air sungai agar ia lembut dan mudah ditelan dan basah dan memberikan kesegaran. dan sebotol parfum itu kucipratkan pada pakaianku saat malam hari. parfum yang mengusir hawa kejahatan. yang mendekatkan kebaikan. yang menjadi perantara untuk memanjat tangga yang tercipta dari cahaya.

penglihatanku adalah matahati dan pendengaranku adalah matabatin. pengabarku adalah burung-burung terbang yang berkicau tentang sebuah gunung di ujung samudera yang di puncaknya bertahta sang raja. peneduhku adalah awan putih yang kadang menjelma menjadi pekat dan mencurahkan air yang memadamkan hasratku.

akulah pejalan yang menyusuri jejak pendahulu di sepanjang tepi aliran sungai menuju samudera kekayaan dengan bekal sepotong roti dan sebotol parfum.



(Sukoharjo, 31 Agustus 2016)


Akulah Badai, Engkaulah Karang



akulah badai, engkaulah karang
purnama memanggilku
membakar renjana dalam diriku
memercik
memerciklah aku
membesar
membesarlah aku
menggunung
menggununglah aku

akulah badai, engkaulah karang
dihentak bisingnya langit
diguncang riuhnya kapal-kapal
melindas, terlindas, menabrak, tertabrak
hancurlah aku
dibakar asap-asap di udara
ditusuk racun-racun di air
dan pepohonan mengaduh dari kejauhan
merintih menuju kematiannya

akulah badai, engkaulah karang
purnama memanggilku
aku datang
aku terjang
aku yang malang
telah menerima panggilan

akulah badai, engkaulah karang
tenanglah, engkau membujuk dalam keteguhan
sabarlah, engkau merayu dalam kelembutan
akulah karang, engkaulah badai
hempaskan gejolakmu padaku

akulah badai, engkaulah karang
kuhempaskan hasratku padamu
kutumpahkan renjana yang telah dibakar purnama itu
kupadamkan apiku untuk menyatu denganmu
akulah badai, engkaulah karang



(Sukoharjo, 31 Agustus 2016)