Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Sunday, July 19, 2015

Pantai Baron, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

 Pantai Baron, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta
Kabupaten Gunungkidul memang sedang menjadi primadona wisatawan. Deretan pantainya siap memukau para pengunjung dengan keunikannya masing-masing. Salah satu pantai yang paling awal terkenal ialah Pantai Baron, di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari. Hingga kini, Pantai Baron tetap menjadi salah satu destinasi wisata pantai favorit.

Deretan Pantai Baron-Kukup-Krakal, termasuk Drini dan Sepanjang, dibatasi oleh bukit-bukit batu gamping yang merupakan fenomena kars-permukaan di Gunung Sewu. Di Pantai Baron terdapat mata air, tempat keluarnya sungai bawah tanah yang berasal dari bagian utara Pegunungan Sewu.


Mata air ini mengalir langsung ke laut. Mata air ini kedalamannya bervariasi. Ada yang semata kaki, dan yang paling dalam sekitar dua meter. Jadi, Anda memang harus hati-hati jika tidak bisa berenang. Aliran airnya lumayan kuat, namun tidak sampai menghanyutkan. Air di aliran sungai ini adalah air tawar, jernih dan segar. Jadi, akan sangat menyegarkan setelah bermain air laut Anda mencebur ke dalam aliran sungai ini. Jika Anda mengikuti aliran air ini menuju laut, rasanya lama-kelamaan akan menjadi asin karena bercampur dengan air laut.

Aliran sungai mata air yang jernih
Air sungai yang tawar mengalir menuju air laut
 Pantai Baron berpasir putih dan lembut. Cocok sebagai alas untuk duduk beristirahat. Atau Anda bisa menyewa tikar pada para penyewa yang memang sudah menyiapkannya. Jika cuaca sedang panas, Anda bisa pula menyewa payung sebagai peneduh.

Pada bagian timur terdapat karang yang dipuncaknya berdiri menara. Anda akan mendapatkan pemandangan Pantai Baron yang berbeda dan berkesan dari atas.

Karang pada sisi timur pantai
Di Pantai Baron, Anda akan menemui banyak perahu nelayan yang hampir semuanya bercat warna biru laut dan putih. Jika Anda datang ke sini pada pagi hari, Anda bisa menyaksikan para nelayan yang "melayarkan" perahunya menuju laut. Mereka akan pulang ketika siang hari dengan membawa hasil tangkapan ikan laut.

Oleh-oleh yang bisa Anda beli di sini yaitu makanan hasil laut. Anda bisa membeli yang mentah ataupun yang sudah dioleh, yaitu digoreng. Berbagai hasil laut bisa Anda jadikan buah tangan yaitu ikan kakap, bawal, udang, dan kripik rumput laut. Selain itu, Anda juga bisa membeli kenang-kenangan berupa pakaian. Banyak kios pakaian yang menjajakan pakaian bercorak dan bersablon khas wisata pantai Baron pada khususnya, dan Gunungkidul pada umumnya. Ada juga manik-manik atau perhiasan unik yang terbuat dari cangkang hewan laut.
Banyak perahu nelayan yang sedang bersandar di pantai
Tiket Masuk
Untuk menikmati keindahan Pantai Baron, Anda perlu membayar retribusi sebesar Rp 10.000. Selain untuk Pantai Baron, retribusi tersebut sudah mencakup wisata pantai yang satu wilayah, di antaranya Pantai Kukup, Krakal, Drini, Sepanjang, Pulang Sawal (Indrayanti), Sadranan, Sudak, dan Pok Tunggal. Jadi, jika Anda berpindah ke pantai-pantai tersebut, Anda tidak perlu membayar retribusi lagi; cukup membayar biaya parkir. Biaya parkir untuk sepeda motor sebesar Rp 2.000, mobil sebesar Rp 5.000, dan bus sebesar Rp 10.000.


Pos retribusi Pantai Baron
Fasilitas
Parkir di lokasi wisata Pantai Baron cukup luas, bisa menampung puluhan mobil dan ratusan sepeda motor. Di lokasi wisata ini terdapat banyak kamar mandi dan kamar ganti. Ada beberapa penginapan jika Anda berniat bermalam di sini. Jangan khawatir jika Anda ingin melaksanakan ibadah shalat. Di sini terdapat masjid yang memadai.

Kuliner
Untuk kuliner wisata pantai tentu adalah seafood. Berbagai hasil laut bisa Anda nikmati setelah diolah dengan digoreng atau dibakar. Selain seafood, menu makanan lain yang disediakan di warung makan di sini di antaranya bakso, mie ayam, nasi sayur, dan mie godog. Tak lupa, minuman khas pantai, yaitu es degan, baik yang murni maupun yang dicampur dengan gula pasir, gula jawa, susu, atau madu sesuai selera masing-masing.

Rute Menuju Lokasi
Jika Anda dari ko Yogyakarta, ambil saja arah ke Wonosari. Ikuti Jalan Wonosari sampai ketemu papan penunjuk jalan ke arah Pantai Baron. Anda belok kanan mengikuti arah penunjuk sampai bertemu dengan pos retribusi. Dari pos retribusi, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Pantai Baron dengan mengikuti petunjuk jalan yang banyak terdapat di sepanjang jalan. Anda perlu hati-hati karena akses ke Pantai Baron, jalannya tidak terlalu lebar dan berkelok-kelok karena mengikuti struktur tanah perbukitan. Namun, karena hal itu pula pemandangan sepanjang jalan terlihat indah memanjakan mata.




~ Foto-foto yang lain ~


Bermain air laut dan air tawar
Saya bersama dua murid saya
Cipratkan saja airnya, biar basah semua
Bahagia itu sederhana. Sederhana kan?
Huihhh... segarnya....
Nama SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo sudah sampai di Pantai Baron
Hanyut bersama aliran sungai

Air Terjun Jumog, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar



Air Terjun Jumog, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar --dengan daerah pegunungannya-- menyajikan pemandangan yang menawan. Tak salah bila kabupaten ini menjadi destinasi wisata para pengunjung yang tinggal di Karesidenan Surakarta.

Wisata air terjun di Karanganyar yang paling banyak diminati yaitu Grojogan Sewu di Tawangmangu. Namun, banyak pengunjung yang mengeluhkan jauhnya jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki dari loket masuk ke lokasi air terjun. Turun ke lokasi air terjun dan kembali ke loket masuk, pengunjung harus menapaki sejumlah 1.250 anak tangga.
Jika Anda merasa berat menapaki 1.250 anak tangga, Air Terjun Jumog menjadi alternatif wisata air terjun yang memiliki pesona tersendiri. Lokasinya berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso.

Aliran air yang jernih di sungai yang penuh bebatuan
Air sungai yang dangkal, aman untuk tempat bermain
Dari loket masuk menuju air terjun, Anda akan melewati sungai yang penuh bebatuan --baik batu besar maupun kecil. Air yang mengalir sangat jernih. Dan dingin. sungai ini merupakan aliran dari air terjun. Sungai dengan banyak bebatuan ini menciptakan aliran sungai yang dangkal dan deras, masih aman untuk tempat bermain.

Air terjun Jumog memiliki ketinggian 30 meter. Dengan ketinggian tersebut, air yang terjun tidak terlalu deras/keras sehingga Anda bisa berdiri di bawah air terjun merasakan sensasi pijatan dari derasnya air yang mengenai tubuh Anda. Anda tak usah khawatir berbasah-basahan di tempat ini karena suah tersedia kamar mandi yang memadai untuk mandi dan berganti pakaian.

Air terjun memiliki ketinggian 30 meter
Jembatan kayu di atas sungai
Oleh-oleh yang bisa Anda beli --khas daerah ini-- yaitu keripik ketela ungu. Makanan camilan ini produksi asli penduduk di sekitar lokasi wisata. Keripik ketela ungu rasanya renyah dan ada sensasi rasa manisnya, meskipun tidak terlalu kentara. Selain itu, ada juga keripik singkong dan makanan camilan yang lain. Ada juga beberapa penjual pakaian, meskipun tidak terlalu banyak.
Jangan lupa beli oleh-oleh khas daerah, yaitu keripuk ketela ungu
Tiket Masuk
Tiket masuk Air Terjun Jumog sebesar Rp 3.000,- untuk hari biasa dan Rp 5.000,- untuk hari libur. Untuk wisatawan mancaneraga harus membayar tiket lebih mahal, yaitu Rp 10.000,-. Anak kecil usia 5 tahun sudah terkena biaya tiket.

Fasilitas
Fasilitas yang tersedia di Air Terjun Jumog cukup memadai. Terdapat beberapa kamar mandi yang cukup terawat. Terdapat aula yang cukup luas yang dapat menampung sekitar 50 orang. Di bagian bawah, terdapat kolam buatan untuk anak-anak. Untuk tempat shalat, di lokasi wisata ini tidak terdapat masjid. Ada sebuah masjid yang cukup besar dan fasilitsanya bagus berada di lokasi parkir di loket masuk yang lama.

Kuliner
Untuk kuliner, menu makanan pada umumnya tersedia di lokasi wisata ini. Misalnya bakso, mie ayam, soto, dan nasi sayur. Jika ingin menikmati kuliner khas Karanganyar, silakan pesan sate kelinci yang dijual seharga Rp 10.000 - Rp 15.000,-. Anda bisa menikmati hidangan tersebut di dalam warung makan yang banyak berdiri di samping jalan. Namun, akan lebih maknyus jika Anda menikmati hidangan tersebut di pinggir sungai. Di sepanjang bibir sungai, digelar beberapa tikar yang memang sengaja disiapkan oleh para pemilik warung makan.
Jika Anda tidak ingin bersantap di lokasi wisata ini, Anda bisa mencari warung makan di wilayah Ngargoyoso yang memang banyak terdapat warung makan, baik kecil maupun besar.


Lesehan di pinggir sungai, tempat yang nyaman untuk menikmati hidangan makan
Makan di pinggir sungai, sambil mencelupkan kaki ke dalam air yang dingin
Rute Menuju Lokasi
Rute perjalanan menuju lokasi air terjun ini yaitu dari arah kota Karanganyar ke timur (arah Tawangmangu). Setelah melewati terminal Karangpandan --sekitar 500 meter-- terdapat papan penunjuk arah ke kiri, yaitu ke arah Ngargoyoso.

Papan penunjuk jalan menuju ke arah Ngargoyoso
 Anda akan melewati gerbang yang bertuliskan "Kawasan Wisata Sukuh Cetho". Memang, di Ngargoyoso terdapat peninggalan Candi Sukuh dan Candi Cetho. Kira-kira 5 km dari gerbang masuk wisata tadi, terdapat pos retribusi yang memungut biaya Rp 2.000,-/pengunjung. Dari pos retribusi, perjalanan Anda lanjutkan dengan mengambil arah belok kanan (ada papan penunjuk arah "Wisata Alam Air Terjun Jumog" 1,5 km).

Selamat datang di "Kawasan Wisata Sukuh - Cetho"
Pos retribusi Kawasan Wisata Sukuh - Cetho
Setelah melewati pos retribusi ambil jalan yang kanan
Akses jalan ke lokasi air terjun jumog sudah baik: rata dan beraspal. Setelah kira-kira 1 km, Anda akan mendapati perempatan yang pada salah satu sisi jalan terdapat kantor kelurahan Berjo. Saat ini ada dua loket masuk menuju air terjun Jumog. Loket masuk pertama --yang lama-- dari perempatan kelurahan Berjo, belok kiri. Di Loket masuk yang pertama, Anda diharuskan untuk berjalan menapaki anak tangga sejumlah 116. Jika Anda merasa berat, masuklah lewat loket masuk yang baru. Loket masuk yang baru, dari perempatan kelurahan Berjo, lurus saja; kira-kira setelah 300 meter, belok kiri. Di loket masuk yang baru ini, pengunjung tidak perlu berjalan jauh untuk menuju lokasi air terjun
Perempatan Kelurahan Berjo; loket masuk 1, belok kiri; loket masuk 2, lurus


~ Foto-foto yang lain ~

Selamat datang di Air Terjun Jumog

Istirahat dulu sejenak
Gemericik air sungai


Air tumpah dari atas
Air menelusup mengalir di antara celah bebatuan

Saturday, July 11, 2015

Sepisau Syair


Sepisau Syair

Sepisau syair diasah pagi ini
Sisinya tajam wajahnya mengkilap
Ia tersenyum seringai berkata
Sebentar lagi daku kan bermandikan darah


Sepisau syair kecewa
Ternyata tak ada darah mengalir
Ia sudah mati sebelum tajammu menyembelihnya
Tak ada darah mengalir
Kata pak tua jagal


Bagaimana bisa
Sepisau syair resah dalam tanyanya
Tak ada darah untuk membasuh dahaganya
Ia kan tersiksa dalam hausnya


Ia sudah mati
Lanjut pak tua jagal yang bijak
Tersembelih oleh tajamnya nafsu kuasa



*Sukoharjo, 10 Dzulhijah 1435 H

Thursday, May 28, 2015

Mendaki Gunung Andong, di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah #1

Puncak Gunung Andong (1.726 mdpl). Terlihat gunung Merbabu dan Merapi di kejauhan

1.726 mdpl (meter di atas permukaan laut). Itulah ketinggian gunung Andong yang berada di Magelang. Termasuk gunung dengan ketinggian yang rendah. Dengan melihat angka ketinggian tersebut, aku memperkirakan perjalanan menuju ke puncak tidak akan memakan waktu terlalu lama. Paling sekitar 2 jam.

Sabtu, 23 Mei 2015. Perjalanan dimulai dari Sukoharjo dengan mengendarai Avanza berwarna hitam metalik. Tujuh orang menaiki mobil dan empat orang dengan bersepeda motor. Rute yang dipilih ialah melalui Salatiga, karena kata temanku yang juga bertindak sebagai sopir, jalur Selo jalannya tidak terlalu bagus.

Perjalanan dimulai pukul 15.00 WIB. Dengan berpandu pada GPS, mobil berjalan menyusuri garis biru di layar. Setelah melewati Boyolali, masuk wilayah Salatiga, matahari mulai meredupkan sinarnya. Sebelum masuk kota Salatiga, mobil belok kiri menyusuri Jalan Lingkar Salatiga. Perjalanan lancar dan nyaman sampai kami tiba daerah Ngablak. Di daerah Ngablak kami belok kanan sesuai arah yang ditunjukkan oleh GPS.

Agak lama mobil kami menyusuri jalan kecil dengan lebar sekitar empat meter, namun belum terlihat papan penunjuk arah ke basecamp pendakian di desa Sawit. Akhirnya, kami bertanya kepada seorang warga. Dengan mengikuti petunjuk dari warga, kami akhirnya sampai di basecamp pendakian gunung Andong di Desa Sawit, Girirejo, meskipun sebelumnya sempat berputar-putar karena kehilangan arah. Terlihat banyak sepeda motor dan beberapa mobil yang terparkir. Ini kendaraan para pendaki, pikirku.

Setelah shalat Magrib dan Isya di masjid desa tersebut, kami menuju salah satu rumah warga yang juga berfungsi sebagai warung makan tempat istirahat para pendaki. Aku yang seharian baru makan sekali, sudah tak sabar ingin mengisi perut di warung tersebut. Di desa ini banyak rumah warga yang berubah menjadi warung makan.

Menu nasi goreng terasa nikmat disantap kala malam yang dingin –meskipun hawa dingin di sini tak sedingin basecamp pendakian gunung lain. Santap malam makin nikmat dengan hidangan kopi hitam kesukaanku, sedangkan yang lain menikmati minuman teh hangatnya.

Setelah makan, kami beristirahat sejenak sebelum mulai mendaki.

“Ayo, segera naik,” kata seorang temanku.

“Sebentar,” jawabku, “biar nasinya turun dulu.”

Sungguh tidak baik jika setelah makan langsung melakukan aktivitas yang berat. Selama satu jam kami berdiam di warung makan dan mengobrol banyak hal. Kami pun sempat mengobrol dengan tukang parkir yang pengakuannya membuatku terheran.

“Sabtu lalu, sepeda motornya ada seribu lebih. Mobilnya ada lima belas,” kata Mas Tukang Parkir menjelaskan betapa banyaknya para pendaki yang ingin mendaki gunung Andong saat akhir pekan.

“Jadi ramai banget, Mas,” lanjut Mas Tukang Parkir, “Susah buat nyari tempat mendirikan tenda. Tempatnya penuh. Buat jalan aja susah mas.”

Iya juga, bayangkan saja, gunung kecil ini didaki oleh banyak pendaki. Jika setiap sepeda motor dikendarai oleh dua orang, maka setidaknya ada dua ribu orang yang akan menuju puncak gunung Andong. Bayangkan saudara-saudara.

“Mungkin karena gunung ini rendah, jadi banyak yang ingin mendakinya,” kataku.


"Sepeda motornya ada seribu lebih. Mobilnya lima ada belas," kata Mas Tukang Parkir.

Pukul sepuluh malam, kami mulai bersiap mendaki. Setelah berdoa, kami mulai melangkahkan kaki mendaki gunung Andong dengan ditemani udara dingin.

Di awal perjalanan, kami melewati beberapa anak tangga buatan, dengan memasang batang bambu secara berundak. Setelah itu kami, jalur pendakian berupa tanah-tanah berundak.

Pohon akasia dan pinus mendominasi tetumbuhan di gunung Andong.Di beberapa tempat terdapat batu-batu besar yang bisa menjadi tempat beristirahat atau sekadar menyandarkan badan.

Kami mendaki dengan santai. Beberapa kali istirahat. Semakin ke atas, hawa semakin dingin. Namun, semakin ke atas berarti pemandangan semakin bagus. Pemukiman warga di wilayah kaki gunung tampak berkelap-kelip dilihat dari atas. Dan gunung Merbabu tampak berdiri kukuh menjadi semacam benteng bagi wilayah di kaki gunung Andong ini.

Saat puncak gunung mulai terlihat, langkah kaki kami terasa lebih ringan. Kami lebih bersemangat berjalan mendaki. Ada tiga puncak di gunung Andong: Puncak Makam, Puncak Andong, dan Pucak Alap-alap. Puncak Alap-alap biasanya dituju oleh para pendaki dari basecamp Nggogik yang katanya jalurnya lebih susah untuk didaki. Puncak Makam mendapatkan namanya karena di sini terdapat makam di dalam sebuah bangunan rumah batu bata. Puncak Andong merupakan puncak yang paling tinggi (1.726 amsl).

Bikin minuman hangat dulu biar nggak panik.
Waktu menunjukkan pukul 24.00 WIB. Kami memutuskan untuk mendirikan tenda di Puncak Makam, setelah mencari-cari celah di antara tenda para pendaki lain. Tenda kami berada di pinggir jalan pendakian, berdiri di atas tanah berukuran 2 x 2 meter. Di kanan, kiri, dan belakang, juga di depan seberang jalan, sudah berdiri tenda pendaki lain. Puncak ini penuh dengan tenda. Juga di Puncak Andong dan Puncak Alap-alap yang terlihat dari banyaknya cahaya lampu, senter, maupun kompor yang dinyalakan. 

Udara tidak begitu dingin sebagaimana dinginnya udara di puncak gunung lain. Kami memasak air dan membuat minuman penghangat. Pukul 02.00 WIB aku memutuskan untuk tidur. Namun, tenda yang berdiri di tepat di pinggir jalan tidak bisa memberikan ketenangan. Sebentar-sebentar terdengar langkah kaki. Juga sering terdengar tawa para pendaki lain yang tidak terlelap. Akhirnya, sampai pukul 04.00 WIB aku tidak bisa benar-benar tertidur.
Menanti pagi. Puncak gunung Andong masih diselimuti awan. Matahari udah bangun tuh.
Setelah shalat Subuh –dengan memperkirakan arah kiblat karena bintang tak terlihat tertutup oleh awan, bersama pendaki lain aku berdiri memandang ke arah timur, arah terbitnya matahari. Awalnya, samar-samar warna merah pucat membersit dari puncak gunung. Semakin lama warna itu semakin cerah. Pagi itu kabut sedang menyelimuti gunung. Warna putihnya yang bergerak seirama tiupan angin bak salju yang turun. Sungguh, pemandangan yang menakjubkan. Untuk beberapa jenak, aku terpesona oleh tarian awan putih itu, yang muncul dari Puncak Andong kemudian turun menyusuri gunung dengan arah yang dikemudikan oleh angin.
Sepertinya aku nggak bakat narsis. Kacamatanya bagus bangettttsss......... #ehm
Matahari perlahan-lahan menyapa dari balik Puncak Andong. Cahayanya yang semakin terang menyingkap keindahan Puncak Andong. Pemandangan yang indah ini diabadikan oleh para pendaki, termasuk aku. Terlihat beberapa orang sibuk berpose dan berselfie ria.

Kami berjalan menuju Puncak Andong yang jaraknya sekitar sepuluh menit perjalanan dari Puncak Makam. Kami melangkahkan kaki dengan pelan, berjalan membelok-belok di antara tenda para pendaki. Benar juga kata Mas Tukang Parkir: susah untuk berjalan menuju puncak karena banyak tenda yang berdiri.

Para pendaki menikmati pagi: gunung berselimut awan.

Ramainya pendaki gunung Andong di akhir pekan.

"Kayak gini lupa hutang." Bener banget, Mas. : )
Balita aja sampai di Puncak Andong. *Model anonim. *Sorry, Pak, Bu, saya ambil fotonya.
Di Puncak Andong, sudah banyak orang yang mengabadikan momen di tempat berdirinya sebuah papan bertuliskan “Andong Peak, 1.726 amsl”. Tempat tersebut menjadi spot favorit untuk mengambil gambar karena di belakangnya berdiri gunung Merbabu. Puncak gunung Merapi pun kelihatan, berada di belakang gunung Merbabu. Pemandangan puncak gunung Merbabu dan Merapi inilah yang menjadi daya tarik keindahan Puncak Andong.

Pemandangan dari gunung Andong. Lihat, itu gunung Merbabu.

Salah satu medan jalur pendakian. *Tapi foto ini waktu turun.

"Tetap semangat. Di basecamp sudah menunggu soto dan es teh." : )
Pukul 09.30 WIB kami mulai turun gunung setelah membereskan tenda dan mengumpulkan sampah kami. Kami membawa turun sampah kami. Ingat kata-kata para pecinta alam: “Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak.” Artinya kita jangan meninggalkan sampah di gunung. Kita mesti membawa turun sampah yang kita buat di gunung agar gunung tetap terpelihara kebersihannya.
 

Perjalanan turun lebih ringan dan lebih cepat. Satu jam kemudian kami sudah sampai di basecamp. Setelah beristirahat sejenak, kami pulang. Melewati jalur Selo, yang ternyata jalannya lumayan baik dan waktu tempuhnya lebih cepat. Pukul 12.00 WIB aku sampai di rumah, merasa lelah. Aku sudah meninggalkan jejak kaki di puncak gunung Andong –meskipun akan terhapus. Dan aku membawa pulang sekantong kenangan keindahan alam di puncak gunung Andong. 

Monday, March 9, 2015

Resensi Novel My Avilla Karya Ifa Avianty


Resensi Novel My Avilla Karya Ifa Avianty

Pertarungan Batin Para Pecinta


Judul : My Avilla
Penulis : Ifa Avianty
Tebal : 184 halaman
Tahun Terbit : Cetakan kedua, Maret 2013
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Kota terbit : Surakarta

***

Di tengah kesibukan, dalam waktu satu hari saya selesai membaca novel yang tergolong tipis ini. Jika sebuah novel bisa saya baca sampai selesai dalam waktu yang singkat berarti novel tersebut menarik. Memang, novel My Avilla menyuguhkan alur yang menarik dan konflik batin yang memikat.

Novel ini memenangi juara III Lomba Penulisan Novel Inspiratif yang diadakan oleh penerbit Indiva Media Kreasi. Novel ini tentu mengandung sisi-sisi yang menarik yang membuatnya pantas menyadang juara III. Novel ini juga mengalami cetak ulang di tahun kedua. Artinya, banyak pembaca menyukai novel ini sehingga penjualannya tergolong cukup bagus.

Sebagaimana sebagian besar novel-novel terbitan Indiva lainnya, novel ini menawarkan cerita cinta yang berlandaskan yang dibingkai dalam nilai-nilai keislaman. Meski pengarang tidak mencantumkan secara langsung kutipan ayat-ayat Al-Quran atau Hadits, nilai religius sangat kental terasa dalam keseluruhan cerita. Pengarang membungkus nilai tersebut dalam narasi dan dialog antartokoh. Apatah lagi, ditambahi konflik batin tokoh Fajar yang sedang bimbang dalam pencarian Tuhan.

Dari sinopsis singkat pada bagian sampul belakang, diketahui tema novel ini ialah konflik batin antara persaudaraan, persahabatan, cinta, dan ideologi. Tema umumnya yaitu cinta segitiga. Terdengar klise memang. Namun, kisah cinta segitiga ini disajikan secara apik oleh pengarang. Apalagi cinta segitiga ini melibatkan kakak-beradik, Margriet dan Trudy, dengan seorang lelaki bernama Fajar. Juga kisah cinta antara Margriet dengan Phil, seorang yang takberagama yang kemudian menjadi mualaf.

Novel ini memiliki pembukaan yang sangat bagus. Pembaca langsung disuguhi dengan konflik. Hal ini membuat pembaca penasaran dengan latar belakang konflik tersebut. Dikisahkan, Trudy yang kembali ke rumah –setelah sekian lama pergi- dan disambut dengan penuh haru oleh keluarganya, termasuk kakakknya, Margriet, yang selama ini dianggapnya sebagai rival utama.

Setelah pembukaan yang bagus tersebut, novel ini berjalan dengan alur maju yang renggang. Sedikit “aksi” yang disuguhkan, sebagian besar berupa konflik bantin masing-masing tokoh. Konflik batin inilah yang menjadi kekuatan novel ini. Pengarang berupaya mengajak pembaca untuk menyelami karakter masing-masing tokoh. Pembaca diajak ikut mencecap apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan oleh para tokoh.

Salah satu kriteria novel yang baik –menurutku- ialah karakter tokohnya yang kuat. Dalam hal ini, penulis mampu mengeksplorasi konflik batin setiap tokoh. Setiap tokoh menyampaikan masalah yang dihadapinya dan dilema yang menekan perasaannya. Penulis mampu menggambarkan karakter tokoh dengan baik sehingga setiap tokoh mempunyai karakter yang kuat.

Teknik penceritaan yang digunakan pengarang tergolong unik. Digunakan sudut pandang orang pertama, namun dari sudut pandang tokoh-tokoh yang berbeda: Margriet, Trudy, Fajar, dan Phil. Masing-masing tokoh menyebut dirinya sebagai “Aku”. Untuk membedakan acuan tokoh “Aku”, pengarang menuliskan nama tokoh dan beberapa kata yang mereferensikan perasaan dan pikiran tokoh “Aku” di awal narasi masing-masing tokohnya. Contohnya dapat dilihat pada berikut ini.

Margriet: Cinta itu membebaskan ….
Kini aku baru tahu bahwa cinta dan keikhlasan harusnya duduk berdampingan dan bukannya saling meniadakan. (hal. 15)

Trudy: Harus dan wajib ditanyakan

Kenapa aku tak pernah dibiarkan memenangkan sebuah ‘kompetisi’ dengan mudah ya? (hal. 41)

“Aku” pada halaman 15 mengacu pada tokoh Margriet, sedangkan penyebutan “aku” pada halaman 41 mengacu pada tokoh Trudy.

Penggunaan sudut pandang semacam ini pernah dilakukan oleh sastrawan kenamaan Indonesia, Umar Khayam, dalam novelnya Sang Priyayi. Dan hasilnya, novel Sang Priyayi menjadi salah satu novel yang fenomenal, baik secara struktur maupun isinya. Sayangnya, novel My Avilla tidak terlalu sukses menggunakan teknik penulisan ini.

Pengarang tergolong berani dengan menggunaan sudut pandang pertama dari beberapa tokoh. Memang, dampak yang dihasilkan ialah pembaca bisa menyelami perasaan dan pikiran masing-masing tokoh, namun teknik ini mempunyai kelemahan. Kelemahannya ialah sulitnya membuat beda gaya bahasa masing-masing tokoh.

Penggunaan sudut pandang orang pertama yang berganti-ganti mengharuskan penulis untuk membedakan penggunaan bahasa setiap tokoh sesuai karakternya. Hal ini termasuk hal yang sulit. Kesulitan inilah sepertinya yang –disadari atau tidak- membuat penulis menggunakan bahasa yang (hampir) sama pada setiap tokoh. Inilah salah satu kelemahan novel ini.

Satu lagi kelemahan novel ini ialah pada karakter tokoh yang terlalu sempurna. Tokoh Margriet digambarkan sebagai seorang gadis salehah, baik, pintar, cerdas, dan sempurna. Akan menjadi lebih bagus jika tokoh Margriet tidak sesempurna itu. Karena sebagaimana sering kita dengar ungkapan bijak, “Tak ada manusia yang sempurna”.

Terlepas dari beberapa kekurangannya, secara umum novel ini bagus. Konflik batin yang disuguhkan pengarang mampu membetot perasaan pembaca. Ditambah lagi nilai-nilai religius dan moral menjadikan novel ini layak untuk duduk di rak buku Anda.

***
Ditulis oleh:
Sukrisno Santoso


 

Tuesday, October 14, 2014

Aku Pernah Jadi Mahasiswa

Gambar ilustrasi: www.facebook.com/KartunNgampus

Aku pernah jadi mahasiswa
Empat tahun lamanya
Mengejar gelar sarjana
Di Jalan Tromol Pos satu, Pabelan, Kartasura
Universitas Muhammadiyah Surakarta disebutnya

Waktu itu aku masih muda, unyu, dan menggemaskan seperti boneka panda

Awal mula disambut dengan Masta lalu PPA
Dibentak kakak panitia dari pagi sampai senja

Lalu hari-hari kuliah berjalan manasuka

Datang pagi-pagi duduk di depan ruang kuliah menunggu dosen yang tercinta
Lima menit sepuluh menit dosen belum kelihatan mukanya
Lima belas menit berlalu berarti perkuliahan pagi ini tiada
Ini di-PHP-in dosen namanya
Aku pun kecewa
Esoknya aku mau membalasnya
Ketika kuliah sang dosen mengajar seperti biasa
Aku yang tak mau masuk ke kelasnya
Bodohnya, yang rugi aku tentunya
Karna presensiku berlubang dua

Kuliah pagi itu penuh dilema
Jalanan ramai bersalipan dengan bus kota
Melaju kencang bak Rossi atau Pedrosa
Sayangnya, arus macet jadi kendala
Apalagi kalau si komo lewat bisa tambah lama
Datang terlambat tak diperbolehkan ikut kuliahnya
Itulah aturan dari dosen tercinta
Sering terlambat jadi sering kosong presensinya
Akhirnya, mengulang matakuliah itu tahun depannya
Asyik, dinikmati saja

Terlambat datang kuliah sudah biasa
Disambut senyum kecut dosen tercinta
Sambil berkelakar dikatakan olehnya
Ini wajah-wajah mahasiswa yang suka bolos dan suka terlambat datangnya
Seisi kelas bergetar karna semua tertawa
Menertawai diriku yang memasang wajah dan senyum polos seolah-olah tak berdosa
Biar saja

Kuliah pagi burung pipit bernyanyi
Di lantai tiga gedung B yang tinggi
Pohon-pohonan rimbun di luar tampak bergoyang menari-nari
Dua burung kecil terlihat berkejaran di antara dahan dan ranting sambil bernyanyi
Suasana tenang, nyaman, seakan sunyi
Suara dosen datar, lembut, pelan, namun pasti
Sayangnya, tadi malam aku bergadang, lagi
Mata terasa berat membebani
Kepala terantuk-antuk tertarik gaya gravitasi
Tepukan di pundak membuat mata terjaga lagi
Oh, kuliah sudah selesai, cepat sekali
Atau aku yang terlalu nyenyak tertidur tadi
Bisa jadi

Kuliah di lantai tiga
Gedung B dari taman audit sebelah utara
Lari-lari kecil karna sudah terlambat, takut mendapat tatap mata seram dari dosen tercinta
Tap... tap... tap... langkah kakiku bersuara
Di depan ruang kuliah aku terpana
Kok hampa tiada orangnya
Oh, aku ingat, ternyata kuliah pindah jamnya
Bodohnya

Kuliah di lantai tiga
Gedungnya sama, taman audit sebelah utara
Lari-lari kecil karna sudah terlambat, takut mendapat senyum masam dari dosen tercinta
Tap...tap...tap... langkah kakiku bersuara
Di depan ruang kuliah aku terpana
Kok hampa tiada orangnya
Buka tas, ambil jadwal kuliah lalu dibaca
Hari ini pada jam ini ternyata
Aku tak ada jadwal kuliah, oh bodohnya

Aku pernah jadi mahasiswa
Empat tahun lamanya
Mengejar gelar sarjana
Asyiknya
***

Sukrisno Santoso
Sukoharjo, 11 Oktober 2014


Sunday, October 5, 2014

Golput: Sebuah Drama Satu Babak

Ilustrasi: permainan catur yang selalu diidentikkan dengan politik dan kekuasaaan

Di sebuah warung hik, pinggir jalan kota. Pukul sebelas malam.

Pakdhe Toriyo menyajikan wedang jahe pesanan Bendo. Uap air panas terlihat mengepul. Dengan pelan-pelan, Bendo menyeruput pelan-pelan, dengan khusyuk. Wedang jahe itu perlahan-lahan mengusir hawa dingin yang di musim penghujan. Setelah beberapa seruputan, Bendo bicara. Melanjutkan kata-kata yang terpotong oleh wedang jahe tadi.

Bendo: “Jadi, kalau kita tetap golput, Mas, itu sama saja tidak peduli dengan bangsa Indonesia. Wong, para pahlawan dulu merebut kemerdekaan dengan susah payah. Mereka berjuang tekan ing pati. Lha, tugas kita ini untuk meneruskan perjuangan itu. Caranya dengan nyoblos.”

Banjar dari tadi masih menikmati sega kucing-nya. Sepertinya istrinya tidak menyiapkan makanan di rumah. Sudah habis tiga bungkus sega kucing dilahapnya.

Bendo: “Sampeyan tadi bilang sudah golput sejak dulu. Sejak tahun berapa, Mas Banjar?
Banjar : “Sejak Pak Harto turun,”

Bendo : “Sampeyan fanatik sama Pak Harto, Mas?”
Banjar : “Tidak juga.”

Bendo : “Lha, terus kenapa golput?”

Banjar mengangkat gelas tehnya yang sudah kosong ke arah Pakdhe Toriyo. Tanda ia minta dibuatkan segelas teh lagi. Sambil menunggu tehnya datang, sepotong pisang goreng lenyap di dalam mulutnya.

Bendo menunggu jawaban Banjar. Sambil sesekali menyeruput wedang jahenya. Sebenarnya dia agak tidak sabar melayani sikap Banjar yang lemot itu. Ia harus sabar, agar Banjar mau nyoblos, khususnya nyoblos caleg dan partainya. Sebagai kader partai dia harus mengajak semua orang untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu.

Dalam rapat tim sukses calegnya, ia harus melaporkan berapa jumlah orang yang sudah di-deal-kan untuk nyoblos caleg dan partainya. Untuk itu, setiap hari ia harus blusukan ke kampung-kampung, mengunjungi teman-teman lama, nongkrong di warung-warung.

Menghadapi golput seperti Banjar, Bendo merasa kewalahan. Karena, kata orang-orang pintar itu, tipe Banjar ini termasuk golput ideologis. Tipe golput yang tidak tergoyahkan oleh iming-iming amplop.

Banjar : “Bukan karena apa-apa, Mas. Saya nyoblos atau tidak tetap sama saja.”
Bendo : “Tidak begitu, Mas. Kalau Mas Banjar mau nyoblos, kita pasti dapat wakil rakyat yang baik. Beras a jadi murah, sekolah bisa gratis. Enak kan, Mas?”

Banjar : “Benar seperti itu? Kalau aku nyoblos, besok beras langsung jadi murah? Sekolah anakku jadi gratis?”
Bendo : “Iya, Mas.”

Bendo menyampaikan beribu alasan agar Banjar tidak golput lagi

Obrolan mereka berlanjut sampai tengah malam. Warung hik Pakdhe Toriyo ini memang buka sampai dini hari. Beberapa orang ikut mendengarkan dan sekali-kali nimbrung obrolan Bendo dan Banjar.

Bendo sudah mengeluarkan semua amunisinya agar Banjar tidak golput lagi di pemilu nanti. Sebagai orang yang lugu, tampak Banjar sedikit mulai menelan kata-kata Bendo.

Banjar : “Sepertinya benar juga omongan sampeyan, Mas.”
Bendo: “Iya, pasti benar. Jadi?” (Bendo melemparkan tanya dengan wajah harap-harap cemas)

Banjar : “Jadi apa?”
Bendo: “Jadi, Mas Banjar mau nyoblos pada pemilu nanti, kan?”

Banjar : “Baiklah Mas, aku mau nyoblos.”

Bendo : “Bagus sekali. Pakdhe Toriyo, semua makanan Mas Banjar, aku yang bayar. Sebagai perayaan karena Mas Banjar akhirnya mau nyoblos.”
Banjar : “Lhah, tidak usah, Mas. Ngrepoti sampeyan. Aku bayar sendiri saja, Mas.” a

Bendo mengeluarkan brosur dan stiker dari dalam tasnya.

Bendo: “Tidak apa-apa, Mas. Aku senang Mas Banjar akhirnya mau nyoblos. Ini, Mas, caleg yang jujur dari partai terbaik. Jangan lupa, nanti nyoblos ini, Mas. Orang ini dijamin baik dan pinter.”

Banjar menerima kedua lembar kertas itu.

Banjar : “Tapi, ngapunten ya, Mas. Aku sudah punya caleg pilihanku sendiri. “
Bendo : “Lho, siapa, Mas?”

Bendo tidak dapat menyembunyikan wajah kagetnya.

Banjar : “Anu, Mas, ada teman SD yang nyaleg. Beberapa hari yang lalu datang ke rumah untuk minta dukungan. Aku masih ragu untuk nyoblos, tapi karena Mas Bendo sudah menjelaskan pentingnya nyoblos tadi, aku jadi yakin mau nyoblos. Matur suwun, Mas.”

Bendo : “Lho, kok ngono to, Mas? Ya sudah, Mas. Aku mau pulang duluan, sudah ngantuk. Ini Pakdhe untuk wedang rondenya tadi.”

Bendo berjalan sambil menggerutu. Tahu begitu mending dia golput saja, gerutunya.

Pembeli 1 : “Katanya tadi mau bayarin makanannya Mas Bendo? Kok dia langsung pulang tanpa bayari dulu?”

Banjar : “Aku bayar sendiri, Kang. 


***

Sukrisno Santoso
Menjelang Pemilu Legislatif 2014