Menatap di kejauhan. Oh, ternyata jodoh berlum terlihat. |
Rumah seorang teman sering dijadikan tempat untuk berkumpul. Tempat itu kami sebut base camp. Biasanya kami berkumpul di base camp untuk rapat merencanakan sebuah kegiatan. Namun lama-kelamaan, tempat sakral itu tidak hanya digunakan untuk keperluan musyawarah untuk mufakat. Base camp tumbuh berkembang menjadi tempat “nongkrong”, sekadar berkumpul, makan-makan, tempat mengolahragakan jari di atas stik PS, dan yang paling penting ialah tempat curhat para barisan jomblo. Maklum, orang-orang yang sering berkumpul di base camp adalah para single fighter.
Beberapa waktu yang lalu, jagat perjombloan base camp dikejutkan dengan sebuah kabar. Kabar itu menyebutkan secara ikhfa’ (samar-samar) bahwa seorang teman yang terkenal sebagai jomblo fanatik yang sering galau ketika malam Minggu, akan segera mengakhiri masa lajangnya. Yeyeye.....
Alhamdulillah, ini adalah sebuah kabar gembira bagi orang-orang yang tergabung dalam lingkaran perjombloan base camp. Senang kan mendengar seorang teman bisa segera melepaskan jeratan jomblo. Dan seperti biasa, semua akan saling ber-ciecie. “Kapan kamu nyusul?” begitu pertanyaan abadi yang terlontar.
Sebagai jomblo yang dituakan di base camp tersebut --meski diakui wajahku masih imut-imut kayak siswa SMA *skip-- tentu aku merasa senang. Bersyukur di dalam suku jomblo tempat kami bernaung akan ada yang menjemput bidadarinya. Meski, ada sedikit keresahan juga bahwa teman yang akan menikah itu bakal tak bisa lagi berkumpul di base camp berbagi canda, berbagi cerita, berbagi nasi kucing, berbagi tempat tidur, berbagi curahan hati. Uhuk...uhuk...
Sebagai jomblo yang dituakan juga, aku kemudian menjadi sorotan. “Kamu kapan? Malah didahului *** (nama sensocerd)”.
Jika jomblo lain yang mendapat serangan telak seperti itu mungkin sudah berdarah-darah dan takluk mengibarkan bendera putih dan melambaikan tangan ke kamera. Namun, dasar aku ini jomblo bandel, yang memiliki bakat jomblo sejak lahir, segala bully-an dan segala tanya sudah kucicipi. Aku pun menanggapinya biasa saja.
Semua akan cie cie pada akhirnya. Ya, jodoh tak dapat dikejar atau ditundakan. Bukankah sudah ada nama seseorang di Lauhful Mahfudz sana. Nama seseorang yang mungkin saat ini ia juga sedang jomblo dan sabar menungguku menjemputnya.
Aku banyak mendapati teman yang sudah berusaha mendapatkan pasangan, namun seringkali gagal. Mereka dikenalkan oleh orang tuanya, guru ngajinya, atau temannya. Sudah beberapa kali ta’aruf, berkenalan, mengunjungi keluarganya, namun tetap gagal duduk di pelaminan. Sebaliknya, ada pula yang baru sekali ta’aruf dengan seseorang yang dikenalkan kepadanya, langsung jadi dan tak berapa lama gamelan ditabuh di rumahnya.
Begitulah, jodoh adalah sebuah misteri. Tak ada ceritanya kita didahului oleh orang lain dalam hal pernikahan. Memangnya menikah itu balapan Moto GP yang suka salip-salipan, saling nikung, terus dlasar itu? Enggak, kan.
Sebagai jomblo yang diidamkan oleh banyak jomblowati di luar sana (gubrakkk!!!), aku harus selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat. Terus memperbaiki diri, memantaskan diri. Jika sudah waktunya, aku yakin bakal bersanding dengan kamu, iya kamu yang namanya tertulis sebagai jodohku di Lauhful Mahfudz sana.
Hai, orang-orang yang bersendirian, tenangkanlah perasaanmu dan lapangkanlah hatimu. Jodoh tak akan ke mana. Tak kan dipercepat, tak pula diperlambat. Bersabarlah, semua akan ciecie pada waktunya.
***
Sukoharjo, 6 November 2015
0 komentar:
Post a Comment