:: Cerpen
Aku bermimpi melihat keranda mayat. Aku juga melihat sesosok tubuh terbujur kaku berpakaian kemeja kotak-kotak warna coklat. Wajahnya memang tidak jelas jadi aku tidak tahu dia. Tapi kemeja kotak-kotak itu aku tahu pemiliknya. Ahmad pemilik kemeja itu.
Jika hanya sekali memimpikan itu tentu aku akan menganggapnya angin lalu saja. Namun, dalam satu minggu ini aku sudah bermimpi seperti itu tiga kali. Tiga kali mimpi yang sama. Maka aku mengambil kesimpulan bahwa teman baikku itu akan segera meninggalkan dunia ini.
Aku merasa sedih. Ahmad adalah teman yang baik. Dia banyak membantuku. Jika aku ada tugas kuliah yang membuat pusing kepala, aku datang kepadanya. dia selalu baik kepadaku. Maka, mimpiku yang berulang tiga kali menyita pikiranku. Apalagi jika aku sedang berada di dekatnya. Aku melihat wajahnya pucat. Seperti mayat. Hatiku sedih, namun aku berkata pada diriku bahwa tidak akan terjadi apa-apa padanya.
“Mad, kalau aku ada salah, aku minta maaf ya.”
Aku melihat wajah pucatnya terhenyak.
“Apa maksudmu?” kata Ahmad.
“Misalnya aku ada salah, aku minta maaf, begitu,” kataku.
“Kamu ini aneh. Tidak biasanya ngomongin seperti ini. Kayak mau pergi jauh saja.”
Iya, benar, Ahmad. Akan ada yang pergi jauh. Yaitu dirimu. Aku berkata dalam hati. Kembali kesedihan menyelimutiku. Sepertinya aku tidak tega jika teman baikku ini meninggal dalam usia muda.
Minggu pagi, waktunya lari pagi. Aku mencari celana olahragaku tapi belum ketemu juga. Seisi lemari sudah aku bolak-balik. Belum ketemu juga. Setelah beberapa saat, aku menyerah untuk mencarinya. Kemudian aku teringat sebuah kardus besar di bawah tempat tidur. Biasanya di situ aku menempatkan pakaian lama yang sudah tidak kupakai. Mungkin saja celanaku di situ.
Benar saja. Celanaku berada di dalam kardus pada tumpukan paling atas. Aku sudah tidak ingat kapan aku menaruh celana ini di dalam kardus itu. Aku mengambilnya dan aku mengibaskannya. Kotor dan berdebu. Tidak bisa kupakai. Sepertinya aku harus melupakan acara lari pagi. Sebagai gantinya, aku jalan-jalan saja.
Aku letakkan kembali celana itu ke dalam kardus. Kain warna coklat di dalam kardus menarik perhatianku. Lalu aku mengambilnya. Ya, ampun. Aku kaget. Ini adalah kemeja kotak-kotaknya Ahmad. Ternyata aku lupa mengembalikan kemeja ini kepadanya. Aku jadi teringat kembali dengan sahabatku itu. Aku punya firasat kuat bahwa aku akan berpisah dengannya. Kasihan Ahmad. Padahal umurnya masih muda.
Suasana gor olahraga ramai. Orang-orang terlihat asyik dengan olahraganya masing-masing. Ada juga yang asyik menikmati sarapan di pinggir-pinggir jalan di depan gor. Kendaraan lalu lalang di jalan. Ini adalah Minggu yang ramai.
Aku melihat Ahmad di depan gor. Ia sedang memainkan bola basket. Napasnya tampak terengah-engah. Namun, tetap saja wajah terlihat pucat seperti mayat. Ia melambai kepadaku. Kubalas lambaian itu lalu aku segera menuju ke sana.
Aku menyeberang jalan. Aku tidak tahu berapa lama lagi waktuku untuk bisa bertemu sehabatku itu. Aku ingin menghabiskan waktu sebanyak mungkin yang aku bisa sebelum ia pergi. Oh, Ahmad, sahabatku yang baik.
Aku dikagetkan oleh suara decit melengking yang panjang dari arah kanan. Lalu tiba-tiba saja sebuah mobil sudah berada di depan pandanganku.
Yang kulihat setelah itu adalah orang-orang banyak yang berlari ke arahku. Aku tidak tahu mengapa aku tiba-tiba telentang di tengah jalan. Dari kejauhan aku melihat Ahmad berlari sambil mulutnya mengisyaratkan teriakan. Namun, suaranya tidak terdengar olehku. Perlahan-lahan Ahmad terlihat mengecil dan menjauh. Menjauh semakin menjauh. Menjauh meninggalkan gelap dalam pandanganku.
*Sukoharjo, 3 Maret 2013
0 komentar:
Post a Comment