Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Wednesday, July 22, 2015

Embung Batara Sriten, Desa Pilangrejo, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

Embung Batara Sriten, Desa Pilangrejo, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta
Manakah tempat tertinggi di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta? Di Gunungkidul terdapat Gunung Api Purba Nglanggeran yang terkenal dengan ketinggian 700 mdp. Tapi, puncak tersebut bukanlah tempat tertinggi di Gunungkidul. Tempat tertinggi di Gunungkidul yaitu Embung Batara Sriten di Dukuh Sriten, Desa Pilangrejo, Kecamatan Nglipar. Di kawasan embung tersebut terdapat Puncak Mangir dengan ketinggian 896 mdpl.

Embung Batara Sriten merupakan waduk buatan yang dibangun sebagai tempat cadangan air. Ketika musim penghujan, air hujan akan tertampung di dalam embung. Air tersebut akan sangat berguna bagi masyarakat di wilayah tersebut untuk pengairan saat musim kemarau. Apalagi, kawasan sekitar embung ini diproyeksikan sebagai perkebunan manggis dan kelengkeng, tentu dibutuhkan pengairan yang memadai.

Menawan

Indah bukan? Kalau lihat air yang banyak, rasanya pengen nyemplung.
Foto diambil dari gazebo pertama dekat tempat parkir
Jika umumnya embung (waduk) berbentuk lingkaran, tidak demikian dengan Embung Batara Sriten. Embung yang diresmikan tanggal 17 Maret 2015 oleh Gurbernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X ini berbentuk elips tak beraturan yang semakin menambah keelokannya. Di sekeliling embung dibangun pagar dari besi, namun ada papan peringatan yang menyatakan bahwa pengunjung dilarang bersandar pada pagar tersebut.

Ups, dilarang bersandar pada pagar. Baru lihat tulisannya setelah foto.
Jalan di sekeliling embung.
Di Embung Batara Sriten terdapat sebuah pendapa (aula). Di samping pendapa tersebut terdapat sebuah pohon yang cukup besar dengan cabangnya yang meliuk-liuk, membuat siapa saja tertarik untuk memanjatnya. Membutuhkan kelincahan dan kekuatan untuk memanjat pohon tersebut. Banyak pengunjung yang berfoto di atas pohon tersebut. Jika Anda berniat memanjat pohon tersebut, sebaiknya hati-hati karena batangnya besar dan tidak ada pegangan.

Pohon besar yang berada di jalur menuju Puncak Mangir.
Mau manjat pohon, tapi nggak jadi.
Dari tempat pohon tersebut, naik ke atas akan mendapati tempat istirahat, sebuah gazebo yang dibangun darri semen dan beratap genting. Ke atas lagi akan sampai di Puncak Mangir, sebagai lokasi tertinggi di kawasan ini. Dari atas Puncak Mangir, pengunjung disuguhi pemandangan yang eksotis berupa lansekap wilayah Gunungkidul. Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri terlihat dari embung ini. Dari tempat ini pula, Rowo Jombor di Klaten juga kelihatan. Selain itu, dari tempat ini pengunjung juga bisa melihat sebagian daerah di Kabupaten Klaten, Sleman, dan Kota Yogyakarta.

Puncak Mangir. Curam berbahaya.

Rute Menuju Lokasi
Rute menuju Embung Batara Sriten cukup mudah, namun jalurnya menantang. Berikut ini rute menuju Embung Batara Sriten yang dapat ditempuh dari arah Yogyakarta.


Jogja » Jl. Wonosari » Piyungan » Bukit Patuk atau Bukit Bintang » Pertigaan Sambipitu ke kiri menuju arah Nglipar » Perkebunan Hutan Kayu Putih » Pertigaan sebelum Pasar Nglipar ke kiri » Jalan Nglipar-Ngawen » Kedungpoh » Pertigaan timur Kantor Kepala Desa Pilangrejo tepatnya Jl. Nglipar-Ngawen Km. 6,5 ke kiri » ikuti jalan aspal dan cor blok sambil lihat penunjuk arah ke Embung Batara Sriten dan Perbukitan Baturagung (Puncak Tertinggi Gunungkidul)


Sebaiknya Anda mengecek "kesehatan" kendaraan Anda karena ketika sudah masuk Desa Pilangrejo, jalur menuju embung terbilang cukup ekstrim. Jalan masih berupa bebatuan besar yang ditata, belum di aspal. Pada beberapa tempat terdapat tanjakan yang ekstrim. Kelihaian mengendalikan kendaraan sangat diperlukan. Sepeda motor matic tidak direkomendasikan digunakan. Sebaiknya Anda menggunakan sepeda motor bebek atau sepeda motor pria. Mobil bisa lewat jalur ini, namun perlu hati-hati karena jalurnya sempit.

Tiket Masuk
Saat ini, untuk masuk ke kawasan Embung Batara Sriten, pengunjung tidak ditariki retribusi. Cukup membayar parkir sebesar Rp 2.000,- untuk sepeda motor dan Rp 5.000,- untuk mobil, pengunjung bisa menikmati keindahan pemandangan di embung ini.

Fasilitas
Di kawasan Embung Batara Sriten terdapat sebuah pendapa (aula) yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat ataupun acara keluarga / komunitas. Terdapat tiga gazebo yang bisa digunakan sebagai tempat beristirahat. Dua gazebo berada di samping embung, dan satunya di atas, sebelum Puncak Mangir. Kawasan embung ini memiliki tempat parkir yang luas yang bisa menampung puluhan mobil dan ratusan sepeda motor.

Kuliner
Sebagai tempat wisata yang baru, belum ada warung makan yang berdiri di Embung Batara Sriten. Penjual makanan keliling pun tak ada. Namun jangan khawatir, turun sedikit ke bawah, ke daerah perumahan warga, terdapat warung makan dan warung kelontong.


Silakan tonton pesona Embung Batara Sriten berikut ini:




~ Galeri Foto ~


Istirahat dulu....
Embung dan pohon
Embung dan pohon. Terlihat pendapa di sebelah kanan
Embung dari Puncak Mangir
Embung dari Puncak Mangir
Pemandangan dari Puncak Mangir ke arah Klaten. Terlihat Rowo Jombor.


Sunday, July 19, 2015

Resensi Novel Glonggong karya Junaedi Setiyono

Resensi Novel Glonggong karya Junaedi Setiyono
Judul: Glonggong
Penulis: Junaedi Setiyono
Tahun terbit:Juli 2007
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Kota terbit: Jakarta
Tebal: 293 halaman

 ***

"Kanjeng Sultan Ngabdulkamid meninggal dunia pada 8 Januari 1855 pukul setengah tujuh pagi waktu Makassar."
Begitulah novel ini diawali dengan narasi tokoh utamanya, Glonggong. Yang dimaksud Kanjeng Sultan Ngabdulkamid ialah Pangeran Dipanegara. Dengan begitu, pada bagian awal novel ini, pembaca memiliki gambaran latar waktu dan tempat, yaitu ketika masa perjuangan Pangeran Dipanegara di Jawa Tengah.

Novel ini tidak secara detail mengisahkan bagaimana jalannya salah satu perang terbesar di Jawa, yaitu Perang Jawa. Tokoh utamanya juga bukan tokoh terkenal yang ada, misalnya sang Pangeran Dipanegara. Penulis lebih memilih mengisahkan perjuangan tokoh akar rumput, seorang pemuda yang bercita-cita menjadi prajurit Pangeran Dipanegara.


Dialah Glonggong, tokoh utama yang namanya diambil dari senjata mainan untuk perang-perangan berupa pelepah pisang. Meskipun masih keturunan ningrat dari Keraton Yogyakarta, Glonggong lebih banyak bergaul dengan rakyat jelata. Oleh karena itulah, ia menjadi sosok yang memiliki kepedulian dan rasa prihatin.


Ayahnya meninggal saat Glonggong masih bayi. Ia dibesarkan oleh ibunya dan ayah tirinya. Namun, ayah tirinya tak memberikan pengasuhan yang baik bagi Glonggong. Sejak kecil, Glonggong pun sudah terbiasa hidup prihatin.


Masa kecil dan remajanya dihabiskan di pedesaan, bergaul dengan masyarakat dan merasakan penderitaan mereka. Ketika dewasa, saat Pangeran Dipanegara berjuang melawan Belanda, Glonggong bertekad bergabung dengan pasukannya. Dengan kemampuannya memainkan senjata glonggong -yang terbuat dari kayu- ia mencari prajurit Pangeran DIpanegara dan bergabung dengan mereka.


Selama menjadi prajurit tersebut, ia belum pernah bertemu secara langsung dengan pangeran Dipanegara. Pertemuannya dengan Pangeran Dipanegara ialah saat Pangeran Dipanegara ditangkap Belanda dengan siasat curangnya.


Perjalanan Glonggong menjadi prajurit menjadi menarik karena melibatkan banyak konflik batinnya. Bagaimana ia menyikapi keluarganya yang penuh kepedihan. Bagaimana ia mengendalikan asmaranya. Bagaimana pula ia menata hatinya saat ia mengetahui bahwa saudarinya menjadi gundik bangsawan.


Sebagai novel berlatar sejarah, alur cerita novel ini memang menarik meskipun alurnya berjalan lambat. Hal ini sepertinya disengaja oleh penulisnya untuk memperkuat karakter tokoh utamanya. Tokoh utamanya dibebani banyak masalah hingga membentuknya menjadi pemuda yang berkemauan kuat dan keras kepala. 


Penulis berhasil menyajikan Glonggong sebagai tokoh yang hidup, yang karakternya seolah-olah benar-benar ada. Terlebih lagi, penulis tidak menciptakan tokoh utama yang sempurna. Bahkan, Glonggong sebagai tokoh utama memiliki banyak kekurangan, juga kegagalan dalam perjuangannya.


Membaca Glonggong, kita akan dibawa menuju atmosfir perjuangan masa penjajahan Belanda. Penulis menggambarkan latar tempat dan suasana dengan apik. Tak lupa, penulis selipkan beberapa kosakata bahasa Jawa, dan pembaca bisa mencari penjelasan kosakata tersebut di bagian Glosari.


Melalui Glonggong, pembaca bisa memahami bagaimana kondisi sosial politik pada masa Perang Jawa. Penulis menggambarkan bagaimana keadaan masyarakat. Penulis juga menggambarkan hubungan bangsawan dengan Belanda.


Dengan begitu banyaknya kelebihan, novel Glonggong --sebagai salah satu novel sejarah-- perlu untuk didarasi. Setidaknya dengan begitu kita bisa menghirup aroma perjuangan Pangeran Dipanegara. Selain itu, transformasi tokoh utama --dari seorang anak kecil yang hidup dalam kepedihan menjadi pemuda matang yang berkepribadian kuat-- akan memberikan banyak pelajaran.


Dalam masalah kekurangan novel ini, terus terang saya belum bisa menemukannya. Mungkin penggambaran latar Jawanya perlu dikuatkan lagi. Secara umum, novel ini sangat bagus. Pantaslah sehingga novel ini menjadi pemenang lomba penulisan novel DKJ 2006.
Ahmad Tohari --dalam endorsmen-- berkomentar tentang novel ini, "Sebuah novel historiografi Perang Dipanegara. Genetika kebobrokan politikus sekarang bisa dilacak dengan jelas dalam novel pemenang lomba penulisan novel DKJ 2006 ini."


Bambang Sugiharto, --guru besar filsafat Unpar Bandung-- berkomentar, "Glonggong, penataan alur dan bahasanya indah menawan; intrik politiknya pelik dan cerdas; karakter tokoh-tokohnya matang dan mendalam; novel sejarah paling mengesankan yang pernah saya baca."

***

Sukrisno Santoso
Sukoharjo, 19 Juli 2015



Pantai Baron, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

 Pantai Baron, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta
Kabupaten Gunungkidul memang sedang menjadi primadona wisatawan. Deretan pantainya siap memukau para pengunjung dengan keunikannya masing-masing. Salah satu pantai yang paling awal terkenal ialah Pantai Baron, di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari. Hingga kini, Pantai Baron tetap menjadi salah satu destinasi wisata pantai favorit.

Deretan Pantai Baron-Kukup-Krakal, termasuk Drini dan Sepanjang, dibatasi oleh bukit-bukit batu gamping yang merupakan fenomena kars-permukaan di Gunung Sewu. Di Pantai Baron terdapat mata air, tempat keluarnya sungai bawah tanah yang berasal dari bagian utara Pegunungan Sewu.


Mata air ini mengalir langsung ke laut. Mata air ini kedalamannya bervariasi. Ada yang semata kaki, dan yang paling dalam sekitar dua meter. Jadi, Anda memang harus hati-hati jika tidak bisa berenang. Aliran airnya lumayan kuat, namun tidak sampai menghanyutkan. Air di aliran sungai ini adalah air tawar, jernih dan segar. Jadi, akan sangat menyegarkan setelah bermain air laut Anda mencebur ke dalam aliran sungai ini. Jika Anda mengikuti aliran air ini menuju laut, rasanya lama-kelamaan akan menjadi asin karena bercampur dengan air laut.

Aliran sungai mata air yang jernih
Air sungai yang tawar mengalir menuju air laut
 Pantai Baron berpasir putih dan lembut. Cocok sebagai alas untuk duduk beristirahat. Atau Anda bisa menyewa tikar pada para penyewa yang memang sudah menyiapkannya. Jika cuaca sedang panas, Anda bisa pula menyewa payung sebagai peneduh.

Pada bagian timur terdapat karang yang dipuncaknya berdiri menara. Anda akan mendapatkan pemandangan Pantai Baron yang berbeda dan berkesan dari atas.

Karang pada sisi timur pantai
Di Pantai Baron, Anda akan menemui banyak perahu nelayan yang hampir semuanya bercat warna biru laut dan putih. Jika Anda datang ke sini pada pagi hari, Anda bisa menyaksikan para nelayan yang "melayarkan" perahunya menuju laut. Mereka akan pulang ketika siang hari dengan membawa hasil tangkapan ikan laut.

Oleh-oleh yang bisa Anda beli di sini yaitu makanan hasil laut. Anda bisa membeli yang mentah ataupun yang sudah dioleh, yaitu digoreng. Berbagai hasil laut bisa Anda jadikan buah tangan yaitu ikan kakap, bawal, udang, dan kripik rumput laut. Selain itu, Anda juga bisa membeli kenang-kenangan berupa pakaian. Banyak kios pakaian yang menjajakan pakaian bercorak dan bersablon khas wisata pantai Baron pada khususnya, dan Gunungkidul pada umumnya. Ada juga manik-manik atau perhiasan unik yang terbuat dari cangkang hewan laut.
Banyak perahu nelayan yang sedang bersandar di pantai
Tiket Masuk
Untuk menikmati keindahan Pantai Baron, Anda perlu membayar retribusi sebesar Rp 10.000. Selain untuk Pantai Baron, retribusi tersebut sudah mencakup wisata pantai yang satu wilayah, di antaranya Pantai Kukup, Krakal, Drini, Sepanjang, Pulang Sawal (Indrayanti), Sadranan, Sudak, dan Pok Tunggal. Jadi, jika Anda berpindah ke pantai-pantai tersebut, Anda tidak perlu membayar retribusi lagi; cukup membayar biaya parkir. Biaya parkir untuk sepeda motor sebesar Rp 2.000, mobil sebesar Rp 5.000, dan bus sebesar Rp 10.000.


Pos retribusi Pantai Baron
Fasilitas
Parkir di lokasi wisata Pantai Baron cukup luas, bisa menampung puluhan mobil dan ratusan sepeda motor. Di lokasi wisata ini terdapat banyak kamar mandi dan kamar ganti. Ada beberapa penginapan jika Anda berniat bermalam di sini. Jangan khawatir jika Anda ingin melaksanakan ibadah shalat. Di sini terdapat masjid yang memadai.

Kuliner
Untuk kuliner wisata pantai tentu adalah seafood. Berbagai hasil laut bisa Anda nikmati setelah diolah dengan digoreng atau dibakar. Selain seafood, menu makanan lain yang disediakan di warung makan di sini di antaranya bakso, mie ayam, nasi sayur, dan mie godog. Tak lupa, minuman khas pantai, yaitu es degan, baik yang murni maupun yang dicampur dengan gula pasir, gula jawa, susu, atau madu sesuai selera masing-masing.

Rute Menuju Lokasi
Jika Anda dari ko Yogyakarta, ambil saja arah ke Wonosari. Ikuti Jalan Wonosari sampai ketemu papan penunjuk jalan ke arah Pantai Baron. Anda belok kanan mengikuti arah penunjuk sampai bertemu dengan pos retribusi. Dari pos retribusi, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Pantai Baron dengan mengikuti petunjuk jalan yang banyak terdapat di sepanjang jalan. Anda perlu hati-hati karena akses ke Pantai Baron, jalannya tidak terlalu lebar dan berkelok-kelok karena mengikuti struktur tanah perbukitan. Namun, karena hal itu pula pemandangan sepanjang jalan terlihat indah memanjakan mata.




~ Foto-foto yang lain ~


Bermain air laut dan air tawar
Saya bersama dua murid saya
Cipratkan saja airnya, biar basah semua
Bahagia itu sederhana. Sederhana kan?
Huihhh... segarnya....
Nama SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo sudah sampai di Pantai Baron
Hanyut bersama aliran sungai

Air Terjun Jumog, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar



Air Terjun Jumog, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar --dengan daerah pegunungannya-- menyajikan pemandangan yang menawan. Tak salah bila kabupaten ini menjadi destinasi wisata para pengunjung yang tinggal di Karesidenan Surakarta.

Wisata air terjun di Karanganyar yang paling banyak diminati yaitu Grojogan Sewu di Tawangmangu. Namun, banyak pengunjung yang mengeluhkan jauhnya jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki dari loket masuk ke lokasi air terjun. Turun ke lokasi air terjun dan kembali ke loket masuk, pengunjung harus menapaki sejumlah 1.250 anak tangga.
Jika Anda merasa berat menapaki 1.250 anak tangga, Air Terjun Jumog menjadi alternatif wisata air terjun yang memiliki pesona tersendiri. Lokasinya berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso.

Aliran air yang jernih di sungai yang penuh bebatuan
Air sungai yang dangkal, aman untuk tempat bermain
Dari loket masuk menuju air terjun, Anda akan melewati sungai yang penuh bebatuan --baik batu besar maupun kecil. Air yang mengalir sangat jernih. Dan dingin. sungai ini merupakan aliran dari air terjun. Sungai dengan banyak bebatuan ini menciptakan aliran sungai yang dangkal dan deras, masih aman untuk tempat bermain.

Air terjun Jumog memiliki ketinggian 30 meter. Dengan ketinggian tersebut, air yang terjun tidak terlalu deras/keras sehingga Anda bisa berdiri di bawah air terjun merasakan sensasi pijatan dari derasnya air yang mengenai tubuh Anda. Anda tak usah khawatir berbasah-basahan di tempat ini karena suah tersedia kamar mandi yang memadai untuk mandi dan berganti pakaian.

Air terjun memiliki ketinggian 30 meter
Jembatan kayu di atas sungai
Oleh-oleh yang bisa Anda beli --khas daerah ini-- yaitu keripik ketela ungu. Makanan camilan ini produksi asli penduduk di sekitar lokasi wisata. Keripik ketela ungu rasanya renyah dan ada sensasi rasa manisnya, meskipun tidak terlalu kentara. Selain itu, ada juga keripik singkong dan makanan camilan yang lain. Ada juga beberapa penjual pakaian, meskipun tidak terlalu banyak.
Jangan lupa beli oleh-oleh khas daerah, yaitu keripuk ketela ungu
Tiket Masuk
Tiket masuk Air Terjun Jumog sebesar Rp 3.000,- untuk hari biasa dan Rp 5.000,- untuk hari libur. Untuk wisatawan mancaneraga harus membayar tiket lebih mahal, yaitu Rp 10.000,-. Anak kecil usia 5 tahun sudah terkena biaya tiket.

Fasilitas
Fasilitas yang tersedia di Air Terjun Jumog cukup memadai. Terdapat beberapa kamar mandi yang cukup terawat. Terdapat aula yang cukup luas yang dapat menampung sekitar 50 orang. Di bagian bawah, terdapat kolam buatan untuk anak-anak. Untuk tempat shalat, di lokasi wisata ini tidak terdapat masjid. Ada sebuah masjid yang cukup besar dan fasilitsanya bagus berada di lokasi parkir di loket masuk yang lama.

Kuliner
Untuk kuliner, menu makanan pada umumnya tersedia di lokasi wisata ini. Misalnya bakso, mie ayam, soto, dan nasi sayur. Jika ingin menikmati kuliner khas Karanganyar, silakan pesan sate kelinci yang dijual seharga Rp 10.000 - Rp 15.000,-. Anda bisa menikmati hidangan tersebut di dalam warung makan yang banyak berdiri di samping jalan. Namun, akan lebih maknyus jika Anda menikmati hidangan tersebut di pinggir sungai. Di sepanjang bibir sungai, digelar beberapa tikar yang memang sengaja disiapkan oleh para pemilik warung makan.
Jika Anda tidak ingin bersantap di lokasi wisata ini, Anda bisa mencari warung makan di wilayah Ngargoyoso yang memang banyak terdapat warung makan, baik kecil maupun besar.


Lesehan di pinggir sungai, tempat yang nyaman untuk menikmati hidangan makan
Makan di pinggir sungai, sambil mencelupkan kaki ke dalam air yang dingin
Rute Menuju Lokasi
Rute perjalanan menuju lokasi air terjun ini yaitu dari arah kota Karanganyar ke timur (arah Tawangmangu). Setelah melewati terminal Karangpandan --sekitar 500 meter-- terdapat papan penunjuk arah ke kiri, yaitu ke arah Ngargoyoso.

Papan penunjuk jalan menuju ke arah Ngargoyoso
 Anda akan melewati gerbang yang bertuliskan "Kawasan Wisata Sukuh Cetho". Memang, di Ngargoyoso terdapat peninggalan Candi Sukuh dan Candi Cetho. Kira-kira 5 km dari gerbang masuk wisata tadi, terdapat pos retribusi yang memungut biaya Rp 2.000,-/pengunjung. Dari pos retribusi, perjalanan Anda lanjutkan dengan mengambil arah belok kanan (ada papan penunjuk arah "Wisata Alam Air Terjun Jumog" 1,5 km).

Selamat datang di "Kawasan Wisata Sukuh - Cetho"
Pos retribusi Kawasan Wisata Sukuh - Cetho
Setelah melewati pos retribusi ambil jalan yang kanan
Akses jalan ke lokasi air terjun jumog sudah baik: rata dan beraspal. Setelah kira-kira 1 km, Anda akan mendapati perempatan yang pada salah satu sisi jalan terdapat kantor kelurahan Berjo. Saat ini ada dua loket masuk menuju air terjun Jumog. Loket masuk pertama --yang lama-- dari perempatan kelurahan Berjo, belok kiri. Di Loket masuk yang pertama, Anda diharuskan untuk berjalan menapaki anak tangga sejumlah 116. Jika Anda merasa berat, masuklah lewat loket masuk yang baru. Loket masuk yang baru, dari perempatan kelurahan Berjo, lurus saja; kira-kira setelah 300 meter, belok kiri. Di loket masuk yang baru ini, pengunjung tidak perlu berjalan jauh untuk menuju lokasi air terjun
Perempatan Kelurahan Berjo; loket masuk 1, belok kiri; loket masuk 2, lurus


~ Foto-foto yang lain ~

Selamat datang di Air Terjun Jumog

Istirahat dulu sejenak
Gemericik air sungai


Air tumpah dari atas
Air menelusup mengalir di antara celah bebatuan

Saturday, July 11, 2015

Sepisau Syair


Sepisau Syair

Sepisau syair diasah pagi ini
Sisinya tajam wajahnya mengkilap
Ia tersenyum seringai berkata
Sebentar lagi daku kan bermandikan darah


Sepisau syair kecewa
Ternyata tak ada darah mengalir
Ia sudah mati sebelum tajammu menyembelihnya
Tak ada darah mengalir
Kata pak tua jagal


Bagaimana bisa
Sepisau syair resah dalam tanyanya
Tak ada darah untuk membasuh dahaganya
Ia kan tersiksa dalam hausnya


Ia sudah mati
Lanjut pak tua jagal yang bijak
Tersembelih oleh tajamnya nafsu kuasa



*Sukoharjo, 10 Dzulhijah 1435 H