Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Sunday, September 18, 2016

Saldo di Rekening Saya Tiba-tiba Berkurang 4 Juta!


 
Ini adalah pengalaman pribadi saya terkait layanan perbankan. Saya bekerja sebagai seorang guru di sebuah lembaga pendidikan swasta di bawah payung sebuah yayasan. Yayasan tersebut menggunakan Bank Mandiri Syariah sebagai jasa perbankannya. Termasuk dalam sistem penggajian karyawan. Setiap bulan, gaji saya ditransfer ke rekening saya.

Selama tiga tahun, tidak pernah ada masalah dengan rekening saya. Suatu sore saat melakukan transaksi di ATM, saya mengecek saldo rekening saya. Melihat jumlah saldo rekening saya di layar mesin ATM, saya merasa heran. Sepertinya saldo saya berkurang banyak. Saya mengingat-ingat apakah saya pernah melakukan transaksi debet (penarikan atau transfer) dengan jumlah uang yang cukup besar.

Saya belum sadar benar bahwa saldo rekening saya berkurang tanpa saya pernah melakukan transaksi debet. Setelah beberapa saat, saya menduga –saya baru menduga—bahwa saldo rekening saya berkurang sendiri. Saat itu hari sudah sore sehingga saya tidak bisa melakukan pengecekan di bank.

Hari berikutnya, saya datang ke kantor
Bank Mandiri Syariah cabang pembantu kabupaten saya. Saya disambut ramah oleh Pak Satpam. “Saya mau ke customer service,” kata saya kepada Pak Satpam.

Saya disambut customer service yang ramah pula. Saya sebut saja Mas CS. Tak pula ia beruluk salam terlebih dahulu –salah satu ciri khas bank ini. Saya bertanya kepada Mas CS apakah saya akhir-akhir ini melakukan transaksi debet dalam jumlah besar. Mas CS meminta buku tabungan dan KTP saya. Kemudian dia sejenak terlihat sibuk mengetik sesuatu di keyboard komputer.

Tak berapa lama, Mas CS memberitahukan bahwa ada transaksi debet sejumlah 4 juta dari rekening saya sekitar satu minggu yang lalu. Saya tak sadar bahwa sudah satu minggu hal tersebut terjadi. Mas CS mengatakan bahwa ada indikasi kegagalan transfer yang telah dilakukan beberapa waktu sebelumnya.

Sekitar tiga minggu sebelumnya saya menerima transfer sejumlah 4 juta dari seorang teman saya. Transaksi tersebut saat itu sudah berhasil. Baru setelah dua minggu kemudian, transaksi tersebut dinyatakan gagal sehingga dana transferan kembali kepada rekening pengirim, yaitu teman saya.

“Coba Bapak konfirmasi kepada temannya,” saran Mas CS. “Kalau proses transfernya gagal, uang tersebut akan kembali kepada pengirimnya.”
“Ada buktinya bahwa uang tersebut kembali ke pengirim, ya?” tanya saya memastikan.

“Untuk pengecekan lebih detail dan penge-print-an buktinya, Bapak bisa datang ke kantor cabang karena di sini tidak bisa,” kata Mas CS.

Setelah bertanya alamat kantor cabang, saya pun kembali dan segera menelepon teman saya sebagai pengirim dana transfer itu. Saya menanyakan kepada teman saya apakah saldo rekeningnya bertambah sejumlah 4 juta. Saat itu dia sedang berada dalam sebuah acara sehingga tidak bisa langsung mengecek ke ATM. “Nanti saya kabari, Mas,” kata teman saya.

Sore hari, teman saya tersebut mengirim pesan melalu Whatsapp yang menyatakan bahwa saldo rekeningnya tidak bertambah. Ia juga melampirkan sebuah foto yang menampakkan sejumlah uang di layar ATM yang jumlahnya dibawah satu juta.

Mulai saat itu pikiran saya agak tidak tenang. Meskipun saya percaya bahwa masalah seperti ini akan bisa diatasi, namun tetap ada sedikit was-was dalam diri saya.

Esoknya saya mendatangi kantor cabang. Saya disambut oleh Pak Satpam dengan senyum ramah. Di kantor cabang ini CS-nya juga laki-laki. Saya sebut saya Bang CS.

Saya kisahkan permasalahan saya. Kemudian, dengan pembawaan tenang dan suara lembut, Bang CS menjelaskan bahwa dalam proses transfer, bank menggunakan jasa pihak ketiga. Saya tidak bertanya lebih lanjut apa nama pihak ketiga tersebut. Gampangnya, begini 

mekanisme transfer: 
Pengirim (rekening teman saya) --> ATM --> [pihak ketiga] --> Penerima (rekening saya)

Saat transfer, proses terbaca berhasil oleh pihak ketiga sehingga dana transfer langsung diteruskan ke rekening saya. Selang dua minggu kemudian, terbaca kegagalan transfer di pihak ketiga sehingga dana transfer sejumlah 4 juta yang sudah berada di rekening saya ditarik kembali oleh pihak ketiga untuk kemudian (seharusnya) dikembalikan kepada rekening teman saya.

Karena saldo rekening teman saya tidak bertambah, berarti ada kesalahan sistem di pihak ketiga. Bang CS pun membuat sebuah laporan komplain secara online. Selanjutnya ia mengatakan bahwa saya akan dihubungi pihak bank maksimal 14 hari kerja. Wah, lamanya, batin saya. Saya pun pulang dengan dengan membawa janji tersebut.

Kekhawatiran mulai menggelayuti pikiran saya. Sudah ada beberapa kasus saldo rekening bank nasabah berkurang dan pihak bank enggan bertanggung jawab atau tidak serius mengatasi permasalahan tersebut.

Bagi saya, uang 4 juta tidaklah sedikit. Hei, itu kan hasil dari saya mengumpulkan recehan setiap bulan. Itu tabungan nikah saya, lho. : ) Jadi, kalau uang 4 juta itu raib, bakalan tertunda nikah saya karena saya harus menabung dari awal lagi.

Saya berpikir, ada kemungkinan uang saya kembali dan ada kemungkinan uang saya tidak kembali. Jika dalam waktu 14 hari kerja tidak ada kejelasan permasalahan ini, saya sudah memikirkan beberapa langkah.

Pertama, saya akan meminta yayasan tempat saya bekerja untuk mengurusi masalah ini. Pihak bank pasti mendapatkan keuntungan dari jasa perbankan yang digunakan oleh yayasan dengan jumlah karyawan mencapai seratus orang ini. Ada perputaran uang yang cukup banyak di sana.

Saya berencana akan mengusulkan kepada pihak yayasan agar menekan pihak bank untuk segera menyelesaikan masalah ini. Jika masalah ini tidak diselesaikan --dengan kata lain uang saya tidak kembali, saya usulkan pihak yayasan untuk tidak menggunakan layanan bank itu lagi. Demikian rencana saya.

Jika pihak yayasan tidak mau terlalu capek mengurusi masalah saya tersebut, saya memiliki rencana kedua, yaitu menyebarkan masalah ini di jagat maya. Saya akan membuat sebuah tulisan berisi komplain terhadap pihak bank. Kemudian, tulisan tersebut akan saya unggah di beberapa blog saya, di beberapa media internet, juda di medsos. Saya juga akan mengirimkan tulisan tersebut ke media massa. Dengan melakukan hal tersebut, saya berharap pihak bank tidak main-main dalam mengurus masalah saya.

Begitulah dua rencana saya jika dalam waktu 14 hari kerja, uang saya tidak kembali atau pihak bank tidak menghubungi saya. Selama beberapa hari saya sempat mengecek saldo rekening saya. Belum bertambah. Sepertinya saya harus menjalankan rencana yang telah saya susun tersebut.

Jikapun uang saya tidak dapat kembali dengan menjalankan rencana-rencana itu, saya merasa tidak terlalu bersedih atau mengeluh. Entah mengapa, perasaan saya saat itu –meskipun ada sedikit kekhawatiran—merasa cukup tenang. Jika uang kembali ya Alhamdulillah. Jika uang tidak kembali, berarti memang itu bukan rezeki saya. Itulah takdir yang mesti saya terima.

Namun, akhirnya kabar baik itu datang juga saat saya mengecek saldo rekening seminggu setelah Bang CS mengirimkan laporan komplain. Saldo rekening saya bertambah 4 juta. Alhamdulillah... Jadi nikah, deh. : )

Ternyata, pihak
Bank Mandiri Syariah benar-benar bertanggung jawab atas komplain nasabahnya. Saya pun berjanji dalam hati bahwa saya akan menuliskan pengalaman ini dan mengunggahnya di blog sebagai bentuk apresiasi terhadap profesionalisme kerja Bank Mandiri Syariah.

Berikut ini beberapa tips dari saya jika ada yang mengalami masalah yang serupa dengan saya.

  1. Usahakan rutin untuk mengecek saldo rekening. Jangan seperti saya yang baru mengetahui kalau saldo rekening saya berkurang setelah satu minggu.
  2. Usahakan rutin mencetak buku tabungan. Sejak memiliki rekening selama tiga tahun, saya belum pernah mencetak buku tabungan sekalipun. Buku tabungan bisa menjadi bukti transaksi. Mencetak buku tabungan bisa dilakukan seminggu sekali (jika sering melakukan transaksi), dua minggu sekali, atau sebulan sekali.
  3. Bersikaplah tenang saat menghadapi masalah. Kepanikan ketika tertimpa masalah justru sering membuat masalah menjadi besar. Misalnya, menyampaikan komplain kepada bank dengan penuh emosi akan membuat pihak bank malas untuk memroses komplain.
  4. Mintalah kejelasan sumber permasalahan kepada pihak bank agar tidak ada salah paham dan permasalahan bisa segera diatasi.
  5. Bersikaplah yang sopan dan berwibawa saat mengajukan komplain. Jika kita bersikap baik kepada lawan bicara, maka lawan bicara akan memberikan tanggapan yang baik pula.
  6. Mintalah bantuan kepada orang lain yang lebih paham dengan masalah yang sedang dihadapi. Saat mendapat masalah perbankan tersebut, saya berencana meminta bantuan pada pihak yayasan untuk mengurusnya jika dalam waktu 14 hari kerja uang saya tidak kembali. Tapi pada akhirnya saya tak perlu merepotkan pihak yayasan karena sebelum 14 hari kerja uang saya sudah kembali.
  7. Berdoalah kepada Tuhan. Manusia berencana dan berusaha, namun di tangan Tuhan-lah keputusannya. Usaha diiringi dengan doa. Inilah tawakal.
  8. Berpeganglah pada takdir Tuhan. Kita harus menyadari bahwa apa yang kita miliki di dunia ini adalah titipan Tuhan. Tuhan akan mengambil apa yang memang bukan milik kita. Dengan menyadari hal tersebut, jika kita kehilangan sesuatu, kita tidak akan terpuruk dan akan mudah bangkit.

***
Sukoharjo, 19 September 2016


Saturday, September 17, 2016

Hujan Berhari-hari



 
Hari ini hujannya awet
Sama seperti hari kemarin

Jika esok, dua, tiga hari lagi
Hujan masih menderas
Akan meluaplah air sungai
Membanjiri rumah-rumah

Serupa perasaanku
Jika esok, dua, tiga hari lagi
Kangenku padamu belum terobati
Akan meluaplah rasa rinduku
Membanjiri hatiku yang sedang kasmaran



(Sukoharjo, 17 September 2016)



Hujan di Malam Minggu



Malam Minggu hujannya awet
Sedari sore hingga malam
Seperti rinduku padamu
Yang tak habis-habisnya


 
(Sukoharjo, 17 September 2016)




Wednesday, September 14, 2016

Ada Rindu dalam Secangkir Kopi

Ada Rindu dalam Secangkir Kopi

jangan ada gula di antara kita
biarlah pahit rasa menjelma
karena seperti itulah kerinduan
pahit yang melenakan

dalam secangkir kopi itu
terkandung pahitnya rasa rindu
yang aromanya menguar
menggelitik syaraf kenangan

ada kesah
"oh, aku hampir tak dapat membedakan
lebih pahit mana
antara kopi tanpa gula
atau mencintaimu"

maka, aku bisikkan
"di dalam pahit itu
ada kenikmatan"










***
Sukoharjo, 15 September 2016







8 Cara Sederhana Tumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak

Sumber gambar: health.detik.com

Pada waktu dulu penerimaan rapor siswa --saya sebagai wali kelas-- ada orang tua siswa yang mengeluhkan anaknya yang kepercayaan dirinya kurang.

"Bagaimana, Pak, biar anak saya itu bisa percaya diri?" tanyanya.
Saya diam sejenak –memikirkan jawaban-- lalu berkata, "Caranya sederhana saja."

Berikut ini cara sederhana untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak.
 

1. Memberi kesempatan anak untuk berinteraksi dengan orang lain
Saya menyarankan agar orang tua memberi tugas-tugas sederhana kepada anak yang mengharuskannya berhubungan dengan orang lain. Saya mencontohkan orang tua meminta anak untuk membeli sesuatu ke warung. Ke warung, bukan ke swalayan atau minimarket.

Ketika di warung, anak akan berinteraksi dengan orang lain. Anak akan melakukan komunikasi sederhana antara dirinya dan pemilik warung. Begitu contoh tugas sederhana untuk melatih kepercaaan diri anak.

Anak yang kurang percaya diri --salah satu sebabnya-- karena jarang berinteraksi dengan orang lain. Anak yang selalu disiapkan keperluannya olwh orang tua juga bisa menjadi kurang percaya diri saat berkumpul dengan temannya yang terbiasa mandiri.

Ketika ada acara keluar (bermain) bersama para siswa, saya biasanya meminta mereka yang mengurus segala sesuatunya. Misalnya acara berenang bersama. Saya meminta mereka menariki iuran sendiri, mencari mobil sebagai kendaraan, dan menyiapkan bekal yang perlu dibawa.

Ketika sampai di kolam renang, saya meminta mereka untuk membeli tiket dan menyewa perlengkapan renang. Ketika makan di warung makan, saya meminta mereka yang menanyakan menu dan harganya, juga nanti yang membayarkan uangnya.

Pekerjaan yang terkesan sepele tersebut sangat efektif untuk melatih keberanian anak. Pada awalnya, anak akan merasa malu dan ragu-ragu, misalnya, untuk membeli tiket atau bertanya harga menu makanan. Setelah beberapa kali, anak akan terbiasa karena terasah keberaniannya.

Begitulah salah satu proses sederhana untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri anak. Tentu ada banyak cara lain yang bisa digunakan untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak di antaranya sebagai berikut.
 

2. Membiasakan anak tampil berbicara di depan umum
Tampil berbicara di depan umum menjadi momok bagi sebagian besar orang, tak terkecuali bagi orang dewasa sekalipun. Mereka biasanya mengalami demam panggung pada awal-awal berbicara di depan umum. Tapi, semakin sering tampil, kepercayaan diri akan meningkat dan keberanian makin muncul hingga berbicara di depan umum menjadi hal yang biasa.

Seorang anak sejak kecil hendaknya dibiasakan untuk tampil di depan umum. Di sekolah, guru bisa memberi kesempatan kepada para siswa untuk menyampaikan hasil pekerjaan atau tugas secara lisan di depan kelas. Di rumah, orang tua bisa memberi kesempatan kepada anak untuk berbicara di forum keluarga, baik keluarga sendiri atau keluarga besar.

Pada awalnya anak akan merasa ragu, malu, dan grogi. Semakin sering berbicara di depan umum, ia akan semakin percaya diri. Ketika anak berbiacara di depan umum ini semua harus memberi dukungan dengan mendengarkan baik-baik dan memberi respon yang positif agar terbangun perasaan nyaman pada diri anak.
 

3. Memberikan apresiasi/pujian atas pekerjaan anak
Meningkatkan kepercayaan diri anak bisa dilakukan dengan memberi apresiasi positif terhadap hasil pekerjaan anak. Di sekolah, guru bisa memberi pujian terhadap hasil pekerjaan anak. Di rumah, orang tua bisa memuji pekerjaan anak, misalnya mengepel lantai. Setelah selesai mengepel lantai, orang tua bisa memberikan pujian, “Wah, adik hebat, lihat sekarang lantai bersih sekali. Mengkilap sampai bisa buat bercermin.”

Dengan pujian, anak akan merasa kerja kerasnya dihargai sehingga ia akan merasa bangga. Kebanggaan ini akan menumbuhkan sikap percaya diri anak karena anak merasa bahwa ia bisa melakukan sebuah pekerjaan dengan baik.
 

4. Memberi kepercayaan kepada anak untuk mengemban suatu tugas
Seorang anak akan merasa senang jika ia dibutuhkan. Ia akan merasa menjadi orang penting jika diberi sebuah tugas. Misalnya, anak diberi tugas untuk memelihara tanaman. Tanaman tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya anak. Orang tua hanya memberikan arahan bagaimana cara memelihara tanaman.

Tiap beberapa waktu, orang tua mengecek tugas anak. Misalnya saat makan bersama, orang tua bisa menyinggung tugas anak. Si anak dibiarkan bercerita suka-dukanya memelihara tanaman. Kemudian, tak lupa orang tua memberikan pujian atau hadiah kepada anak karena telah melakukan tugasnya dengan baik.

Pemberian tugas ini bisa dilakukan misalnya saat acara rekreasi bersama keluarga. Si anak diberi sebuah tanggung jawab, misalnya mengurusi konsumsi atau menjadi bendahara selama rekreasi. Pemberian tanggung jawab tersebut melatih anak untuk berpikir dewasa dan mengembangkan kepribadian anak, khususnya kepercayaan dirinya.
 

5. Mendorong anak untuk mengikuti aktivitas teman-temannya
Kepercayaan diri anak bisa ditumbuhkan dengan memberi kesempatan kepadanya untuk berinteraksi dan bermain dengan teman sebayanya. Tentu orang tua harus tetap mengawasi siapa teman bermain si anak.

Bermain bersama teman sebaya memberikan banyak manfaat. Dengan bermain bersama teman, anak-anak akan bahagia. Selain itu, dengan timbulnya dinamika kelompok (masalah, ketegangan) akan melatih anak untuk mengendalikan kecerdasan emosionalnya.
 

6. Menceritakan kisah-kisah yang motivatif dan inspiratif
Beberapa kisah heroik dan menakjubkan bisa membekas pada diri anak. Kisah-kisah yang penuh amanat kebaikan, penuh motivasi dan inspirasi akan membuat diri anak ingin meniru si tokoh utama dalam cerita.

Anak akan menyimpan kehebatan si tokoh dalam memorinya dan akan mempengaruhi hati dan pikirannya dalam bertindak. Tak ayal, di seluruh dunia terdapat cerita/dongeng anak yang ceritanya sangat berkesan bagi anak. Bahkan, beberapa cerita dibuatkan versi layar lebarnya. Hal itu karena cerita-cerita tersebut sangat membekas bagi anak-anak yang membacanya saat kecil atau mendengarkannya dibacakan oleh orang tuanya sebelum tidur.

Kisah-kisah yang penuh motivasi dan inspirasi akan menumbuhkan kepercayaan diri anak karena ia akan berusaha menjadi si tokoh utama yang hebat.
 

7. Memberi perhatian kepada anak ketika dibutuhkan
Ketika anak merasa tidak diperhatikan, ia akan merasa minder. Ia merasa bahwa kehadirannya tidak dipedulikan dan dirinya dianggap tidak penting.

Setiap kali anak bercerita, hendaknya orang tua mendengarkan dengan baik-baik, kemudian memberikan tanggapan atas cerita anak. Dalam mendengarkan cerita anak tersebut, orang tua harus terlihat antusias. Jangan sampai terkesan hanya sekadar mendengarkan sambil melakukan aktivitas lain.

Setiap anak pasti ingin seseorang mendengarkan ceritanya. Jika orang tuanya tidak mau atau malas mendengarkan cerita anak, ia akan mencari orang lain, yaitu temannya. Jika teman dekatnya hanya sekidit --karena sifat si anak yang tertutup—ia akan mencurahkan perasaannya dalam tulisan atau hanya akan dipendamnya sendiri.

Orang tua mestilah selalu antusias mendengarkan cerita anak, meskipun cerita anak berisi hal sepele. Dengan perhatian tersebut, anak akan merasa dipedulikan dan merasa kehadirannya diperhitungkan. Imbasnya, si anak akan menjadi percaya diri.
 

8. Memperlakukan anak layaknya orang dewasa
Bagaimana memperlakukan anak layaknya orang dewasa? Hal tersebut dilakukan dengan perkataan dan perbuatan. Dalam berkomunikasi dengan anak, orang tua berbicara seolah-olah dengan orang dewasa. Jangan anggap anak sebagai anak kecil terus.

Misalnya dalam menentukan sekolah anak, orang tua melakukan musyawarah dengan anak tanpa menunjukkan sikap memaksakan kehendak. Biarlah anak mengutarakan keinginannya, kemudian orang tua memberikan tanggapan, pandangan, dan pilihan-pilihan.

Dalam keseharian, anak dibiasakan untuk bersikap mandiri. Aktivitas merapikan kamar dan mencuci pakaian harus dibiasakan sejak kecil. Jangan sampai anak menjadi manja karena segala keperluannya disiapkan oleh orang tua. Anak juga bisa diajari manajemen keuangan dengan memberinya uang saku mingguan atau bulanan. Orang tua memberi rambu-rambu penggunaan uang saku tersebut agar bisa digunakan selama seminggu/sebulan, syukur-syukur malah bersisa.

Dengan manajemen keuangan sendiri, anak akan berlatih bertanggung jawab terhadap apa yang dimilikinya. Tanggung jawab ini akan memperkuat karakter kepercayaan diri anak.

*
Demikian beberapa tips untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda sehingga penyikapannya juga berbeda. Tips-tips di atas bisa dicoba-praktikan pada anak untuk melihat cara mana yang paling efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri anak.


***
Sukoharjo, 12 September 2016



Monday, September 12, 2016

Farrah “Ndut” Chaiya Mas

Saya duduk di kejauhan. Farrah kelihatan kakinya dengan sepatu pink.

Namanya Farrah Chaiya Mas. Farrah dengan dobel r, kalau r-nya cuma satu, ia sering protes. Karena badannya subur, teman-teman dekatnya memanggilnya “Ndut”, kependekan dari kata gendut. Dalam beberapa kesempatan, saya pun memanggilnya “Ndut”. Dan gadis yang sering memberi beban berat pada timbangan ini tak berkeberatan dengan panggilan tersebut. Saya menyebut panggilan “Ndut” sebagai panggilan kasih sayang yang menyiratkan kedekatan dan keakraban.

Farrah yang memiliki akun Facebook https://www.facebook.com/farrah.colo ini masih ingat saat pertama kali saya mengajarnya. Saat itu saya melakukan microteaching sebagai salah satu bentuk ujian penerimaan tenaga pengajar di sekolah saya saat ini. Kelasnya Farrah yang menjadi “kelas uji” bagi saya. Saat itu, pada awal pemberlajaran saya membacakan salah satu syair Imam Syafii tentang pentingnya menulis dan mencatat. Pembacaan syair ini yang diingat-ingat oleh Farrah.

Saat itu Farrah memang terlihat lebih menonjol dibandingkan teman-temannya. Selain menonjol karena badannya yang gendut, ia menonjol karena suara cemprengnya sering menyahut dan membuat burung-burung pipit yang bertengger di atas atap terkaget-kaget. Beberapa kali, guru penguji yang duduk di belakang memperingatkan Farrah agar lebih tenang.

Selama pembelajaran di kelas, tak ayal siswi dengan akun IG https://www.instagram.com/farrah_arra27/ ini menjadi pusat kehebohan. Entah, dia dulu di dalam perut ibunya menelan toa atau speaker aktif hingga ada saja hal-hal yang selalu bisa diomongkannya. Dan tak jarang, banyolan-banyolan yang bikin kelas “gerrrr” keluar dari bibir tipisnya itu. Tingkah konyolnya yang membuat saya geleng-geleng kepala sudah tak terhitung lagi.
 

Saya dan Farrah dalam frame kacamata.
Kepribadian Farrah kadang sulit ditebak. Bisa saja suatu hari ia heboh sendiri mengguncangkan seisi sekolah. Tapi kali lain, ia terlihat murung dan sedih, menempelkan pipi di meja lalu air liurnya pun menjelajah permukaan meja tanpa ampun. Namun, keceriaanlah yang sering ditampilkannya. Sehari tanpa Farrah di kelas bagaikan makan soto tanpa kuah

Soal pelajaran, ia menjadikan Matematika sebagai musuh bebuyutan. Nilainya bikin hati miris dan perasaan sesak. Hingga Ujian Nasional pun, nilainya tetap segitu-gitu aja. Kalau Bahasa Indonesia, ada hal yang menarik terkait pelajaran satu ini. Ibunya adalah seorang guru Bahasa Indonesia di SMA. Farrah ini tidak suka pelajaran Bahasa Indonesia. Aneh, kan. Tapi, setelah beberapa waktu saya ajar, katanya ia mulai suka Bahasa Indonesia. Buktinya, pada beberapa lembar buku tulisnya tergores ungkapan-ungkapan puitis yang kebanyakan bernada galau.
 

LIhat, begitu besar dan bundarnya wajah Farrah.

Ia mengaku jarang belajar Bahasa Indonesia. “Bahasa Indonesia nggak usah dipelajari, kan mudah,” begitu kilahnya kepada ibunya saat ia malas belajar yang tentu saja langsung disembur untaian-untaian nasehat oleh ibunya (baca: dimarahi).

Farrah suka menulis puisi. Pastilah puisi lope-lope, mendambakan pangeran berkuda putih, bergalau ria menikmati senja, dan semacamnya. Meski sering galau begitu, syukurnya, nilai Ujian Bahasa Indonesia-nya bisa dibanggakan. Mungkin satu-satunya nilai yang bisa dibanggakan karena nilai yang lainnya memprihatinkan.


Hot cokelat dan senja menjadi dua hal yang disenanginya. Mungkin ia pernah membaca sebuah kisah romantis-dramatis-sedih yang menyajikan adegan tokoh utama yang meratapi dirinya yang dilanda rindu saat senja di depan jendela rumah tingkat dua. Dan Farrah berpikir, wow keren...

Ada satu masa kepedihan yang menimpa Farrah, yaitu saat ayah tercintanya dipanggil Yang Mahakuasa. Saya takbisa membayangkan kesedihan semacam itu. Tapi yang pasti sangat berat menanggungnya. Dalam beberapa kesempatan kadang saya ingin menghiburnya dengan mengatakan, “Sabarlah Farrah. Masih banyak orang yang menyayangi kamu. Anggap saja pak guru ini sebagai ayah kedua kamu.” Tapi kalimat itu urung saya sampaikan karena secara ukuran badan, saya lebih patut menjadi adiknya daripada ayahnya. Lagipula dalam beberapa kesempatan, oleh sebagian orang Farrah ini disangka sudah kuliah sedangkan saya disangka masih pelajar SMA. Lhak yo nganyelke to... 



Murid macam apa yang memakai peci gurunya kayak gitu.
Keluarga Farrah sangat baik. Ibunya ramah, baik, dan sangat memperhatikan perkembangan pendidikan Farrah. Kakaknya, biasa dipanggil Mbak Nana, seorang gadis cantik yang punya cita-cita menjadi hafidzah. Saya sering titip salam sama Farrah untuk kakaknya ini. Tapi dalam nada gurauan tentunya. Dan adiknya Farrah, badannya kecil dan imut. Saya menduga, lemak badannya disedot habis oleh Farrah dan ditumpuk di badannya sendiri.

Waktu terus berjalan dan Farrah pun harus lulus dari SMP. Lagipula saya takmau lama-lama mengajarnya. Hahahaha...

Pada waktu Akhirussanah –semacam wisuda—Farrah memberikan sebuah hadiah berupa buku kumpulan cerpen “Filosofi Kopi”. Itu saya banget karena di sekolah saya terkenal sebagai pecinta kopi yang saban pagi menyeduh kopi hitam dalam cangkir bertuliskan huruf “S”. #Terima kasih atas hadiahnya, Farrah.

Setelah lulus, Farrah pun masuk pondok pesantren. Karena saya sudah terbiasa bersendau gurau dengan Farrah, saya pun melemparkan candaan, “Salam buat ustadzahnya yang jomblo, ya Far!” Dan Farrah tahu hal itu hanya sekadar canda dan tidak mungkin ia akan dengan selow-nya menyampaikan salam dari gurunya untuk ustadzahnya. Dan saya yakin, salam yang saya titipkan untuk kakaknya selama ini tidak pernah disampaikan.

Pada awal masuk pondok pesantren, di bbm-nya Farrah tertulis “Semoga betah di sini (di pondok—red)”, DP-nya (gambar) saat itu memperlihatkan sebuah ruangan dengan sebuah lemari kayu. Ini kamarnya Farrah, pikir saya. Saya pun mengirimkan pesan kepadanya, “Farrah, semoga betah di pondok. Salam buat ustadzahnya, ya!”

Tak lama kemudian, pesan saya dibalas, “Iya, Pak, nanti saya sampaikan sama Farrah kalau Farrah liburan dari pondok.” Pikiran saya pun menerawang. Hah? Ternyata handphonenya Farrah dibawa ibunya karena saat di pondok tidak boleh membawa handphone. Saya pun pura-pura amnesia dan menganggap kejadian itu tak pernah ada.

Sekian.



***
Sukoharjo, 12 September 2016



Sunday, September 11, 2016

Mengajar dengan Bercerita

Sumber gambar: banjarmasin.tribunnews.com

“Jenderal Perang dan Penjual Parfum,” demikian judul cerita yang saya bawakan di depan para siswa. “Pada dahulu kala,” aroma dongengnya mulai terassa, “di negeri China ada seorang jenderal perang yang sangat hebat.”

Saya pun mengisahkan sebuah cerita dari daratan negeri China. Orang menyukai cerita. Sebuah teori akan menarik jika disampaikan dengan cerita. Pun dengan nasehat, saran, atau motivasi akan membekas jika disampaikan dalam bentuk kisah yang menarik.

Saya pernah mendengarkan kisah berjudul “Jenderal Perang dan Penjual Parfum” dari audiobook Andrie Wongso. Dalam audiobook tersebut, Andrie Wongso membawakan beberapa kisah China klasik yang sarat amanat. Saya menceritakan kisah-kisah tersebut dengan penyesuaian.

Dalam “Jenderal Perang dan Penjual Parfum”, dikisahkan ada seorang jenderal perang yang ahli memanah. Keahlian memanahnya sudah terkenal seantero negeri. Di depan kelas, saya memeragakan pose memanah dengan menggunakan kemoceng sebagai busur panah dan sapu sebagai anak panah. Saya tarik anak panah (sapu) kuat-kuat. Kemudian saya lepaskan. Anak panah melesat menuju salah seorang siswa. Bayangkanlah sendiri bagaimana kejadiannya.

Sang jenderal dielu-elukan para penduduk karena keahlian memanahnya membuatnya sellau unggul di medan perang. Namun, ada seorang kakek penjual parfum yang menganggap keahlian memanah sang jenderal biasa-biasa saja. Orang-orang terheran-heran, bagaimana mungkin seorang kakek tua yang setiap hari pekerjaannya menjual parfum mengatakan bahwa keahlian memanah sang jenderal tidak istimewa.

Si kakek menjelaskan bahwa sang jenderal pandai memanah karena setiap hari hal itu yang dilakukannya. Setiap hari jenderal itu memanah sehingga wajar jika ia ahli memanah. Kemudian si kakek mengatakan bahwa ia juga punya keahlian tersendiri yaitu memasukkan parfum ke dalam botol-botol kecil tanpa ada yang tumpah.

Orang-orang meminta si kakek memeragakan keahliannya memasukkan parfum ke dalam botol yang lubangnya sangat kecil. Si kakek pun memeragakan keahliannya. Saya memeragakan adegan tersebut dengan mengambil sebuah botol air mineral sebagai wadah parfum besar dan sebuah spidol sebagai botol parfum kecil. Saya (seolah-olah) menuangkan parfum dari botol besar ke botol kecil.

Si kakek berhasil menuangkan parfum ke dalam botol-botol kecil tanpa ada setetes pun yang tumpah. Orang-orang pun memberikan tepuk tangan dan pujian kepada si kakek.

Sampai di sini, para siswa sudah bisa mengambil amanat cerita. Kemudian saya memepertegasnya dengan mengatakan, “Di akhir cerita, seorang jenderal yang setiap hari memanah, ia akan menjadi ahli dalam memanah. Seorang kakek yang setiap hari pekerjaannya menuangkan parfum, ia akan ahli dalam menuangkan parfum ke dalam botol kecil. Seorang pemain sepakbola yang setiap hari berlatih, ia akan menjadi pemain yang hebat. Seorang pelajar yang setiap hari belajar, ia kan pandai dalam pelajaran.”

Dengan bercerita, pesan dan amanat akan mudah ditangkap. Pesan dan amanat tersebut juga akan lebih berkesan dalam hati dan pikiran siswa.

Cerita-cerita bisa didapatkan di berbagai media: buku cerita, majalah, internet, dongeng yang pernah didengar, film, audiobook, dll. Dengan demikian, harapannya proses pendidikan menjadi menyenangkan bagi siswa.


***
Yogyakarta, 10 September 2016



Menentukan Nasib Masa Depan Anak

Sumber gambar: banjarmasin.tribunnews.com
Dulu saat SMP saya memiliki teman seorang wanita yang tingkahnya –boleh dibilang—agak “pecicilan”, banyak tingkah. Dia termasuk wanita yang banyak bergaul, banyak bermain, dan banyak bersendau gurau dengan laki-laki. Hingga siswa laki-laki yang lugu seperti saya sungkan atau malah takut dekat dengannya.

Kini, wanita tersebut berada dalam pertemenan Facebook saya. Awalnya saya heran melihat dirinya yang sekarang. Saat ini ia menjadi seorang wanita dengan pakaian yang terlihat selalu sopan. Dalam foto-fotonya, ia tampak bahagia hidup bersama suami dan seorang anaknya yang masih kecil. Saya bergumam, betapa banyak perubahan terjadi padanya. Tentunya perubahan menuju kebaikan.

Ada juga dulu teman yang terlihat baik, rajin, penurut, tapi sekarang saat mengenalnya kembali, ia sudah berubah menjadi orang yang pendidikannya berantakan. Ada teman yang dulunya tukang bolos dan nilai ujiannya selalu memprihatinkan, sekarang menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab dengan menekuni profesi yang membanggakan.

Sungguh, jalan hidup seseorang tidak bisa ditebak. Apalagi ditentukan sejak awal.

Seorang anak atau siswa membawa masa depannya masing-masing. Setiap memandang seorang siswa, yang saya lihat bukanlah wujudnya sebagai anak kecil, tetapi visinya sebagai “seseorang” di masa depan.

Melihat seorang siswa yang berbuat nakal, berbuat ulah, dan suka melanggar peraturan, tak membuat saya semena-mena menghakiminya sebagai siswa yang buruk dengan masa depan yang buruk pula. Siswa yang nilainya jarang memenuhi KKM, tak menjadikannya sebagai siswa bodoh dengan masa depan yang suram.

Kita tidak bisa mengetahui –lebih-lebih menentukan—masa depan siswa. Bisa jadi, siswa yang selama ini berada di urutan terakhir nilai akademisnya menjadi seorang pengusaha besar di masa depan. Bisa jadi, siswa yang selama ini suka tidur di kelas menjadi seorang pejabat penting di masa depan. Bisa jadi, bisa jadi, bisa jadi.

Harapan.

Itulah pandangan yang saya arahkan kepada para siswa dengan segala tingkahnya itu. Harapan bahwa pada suatu perjalanan hidupnya akan ada sebuah momen yang menjadi titik balik perubahan menuju kebaikan atau kesuksesan.

Harapan itu milik semua siswa. Harapan itu milik siswa yang pandai dan yang kurang pandai. Harapan itu milik siswa yang rajin dan yang kurang rajin. Harapan itu milik siswa yang penurut dan yang suka melanggar.

Dengan visi sebuah harapan yang tertanam pada diri setiap siswa, seorang guru akan mendidik dengan penuh perhatian, pengertian, kesabaran, kelembutan, dan kasih sayang. Guru mendidik dengan kesadaran penuh bahwa yang ia didik saat ini ialah siswa yang memiliki harapan masa depan yang cerah.

Seringkali orang tua atau guru dalam kondisi marah mengeluarkan kata-kata yang menghakimi anak. Misalnya, “Kamu anak nakal, bakal menjadi preman kalau besar nanti,” “Dasar pemalas, apa mau jadi gelandangan kalau sudah besar?”

Kata-kata tersebut keluar karena terlewatinya batas kesabaran orang dewasa atas tingkah laku anak yang menjengkelkan. Dengan kata-kata kasar tersebut, memang ada kemungkinan si anak akan tersadar atas kesalahannya. Namun, ada kemungkinan pula malah membuat si anak bertambah nakal karena merasa tidak bisa dimengerti.

Dengan pengertian dan perhatian, permasalahan anak bisa digali dan dicari permasalahannya bersama-sama dengan melibatkan anak. Di situlah pentingnya komunikasi antara orang dewasa dan anak. Dengan komunikasi yang baik, harapannya setiap kesalahan anak tidak disikapi dengan hukuman yang menyakitkan.

Dengan demikian, orang dewasa –orang tua dan guru—tidak akan dengan semena-mena “menentukan nasib” masa depan anak atau siswa dengan hanya melihat beberapa kenakalan atau kesalahannya.


***
Yogyakarta, 9 September 2016

Thursday, September 1, 2016

9 Alasan Mengapa Seorang Guru Adalah Calon Pendamping Idaman Buat Kamu

"Pak guru lagi nyariin apa, sih?" "Lagi nyari jodoh, Nak."

buat kamu : )


***
PERHATIAN!
Setelah membaca tulisan ini dilarang melakukan hal-hal berikut ini:

  1. Baper. Baper adalah sebuah kata abstrak yang efeknya begitu nyata menyesakkan. Jadi, bapernya masukin toples dulu.
  2. Ngejar-ngejar guru. Guru banyak pekerjaannya: ngajar murid, buat silabus dan RPP, bikin soal, membimbing ekstra, mendampingi outingclass, tidur saat nggak ada kerjaan, dll. Seringnya tuh, guru dikejar-kejar kepala sekolah buat segera ngumpulin silabus dan RPP. So, jangan ngejar-ngejar guru, ya.
  3. Naksir penulis artikel ini. Eh, kalau yang ini optional, ding. : D
*** 
Yang utama, marilah kita ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat-Nya. Salah satunya ialah limpahan rezeki melalui profesi masing-masing. Pun begitu dengan seorang guru, harus selalu bersyukur memiliki pekerjaan yang bertujuan mulia ini, sedangkan di lain pihak ada orang-orang yang sangat berharap bisa menjadi guru atau orang yang berharap memiliki pekerjaan tetap. Mari selalu bersyukur.

Menjadi guru itu asyik-asyik gimana gitu. Bisa menjadi “raja” di kelas, mengajari siswa yang sebelumnya nggak bisa menjadi bisa, bermain dan tertawa bersama para siswa, dihormati masyarakat, dll. Meski ada masa susahnya pula sih, misalnya kadang ada siswa yang tingkahnya bikin jengel dan gemes-gemes pengen nggigit, ada komplain dari orang tua, ditegur dan dimarahi kepala sekolah, ikut pelatihan duduk dari pagi sampai sore, gajinya bikin ngelus dada, dll. Tapi, bagaimanapun juga, semua tetap harus disyukuri. Mari selalu bersyukur.

Menjadi guru berarti berinteraksi dengan banyak orang. Di antaranya, berinteraksi dengan atasan langsung yaitu kepala sekolah, kemudian atasan tidak langsung yaitu kepala Dinas Pendidikan (dan seterusnya ke atas). Guru juga berinteraksi dengan kawan sesama guru. Tentu interaksi utamanya adalah dengan para siswa yang sebagiannya ada yang unyu sejak dalam kandungan dan ada yang mbalelo sejak dalam pikiran. Guru juga berinteraksi dengan orang tua siswa. Dengan masyarakat juga. Banyak deh pokoknya.

Dengan banyaknya pengalaman interaksi tersebut, seorang guru akan mendapatkan banyak pelajaran dan hikmah. Ia akan bisa mengambil kebaikan, menghindari keburukan, beradaptasi dengan lingkungan sosial, dll. Semua itu akan membentuk kepribadian guru menjadi seorang yang menawan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tak dipungkiri, seorang guru pun bisa menjadi calon pendamping idaman buat kamu.

Berikut ini 9 alasan mengapa seorang guru adalah calon pendamping idaman buat kamu. Silakan simak baik-baik sambil siapkan hati yang baru.



1. Guru itu Memiliki Hati yang Tulus
Cie... tulus cie...
Seorang guru harus berusaha memiliki hati yang tulus. Sebab kenapa? Seorang guru berurusan dengan manusia. Dan manusia harus diperlakukan dengan hati yang tulus. Guru yang tidak tulus tidak akan bisa mendidik siswa dengan baik.

Seorang guru harus selalu memperbaharui niat tulusnya dalam mendidik. Apalagi guru honorer dan GTT yang gajinya sebulan cuma habis buat beli bensin sama beli mendoan, mesti sabar dan ikhlas menjalani profesi sebagai guru.

Jadi, ketulusan hati seorang guru bisa menjadi pertimbangan penting buat kamu dalam menjadikannya calon pendamping. Apa sih yang lebih berharga dari cinta yang tulus?! #Ehemm....
 

2. Guru itu Penuh Kasih Sayang
Mendidik siswa itu tidak mudah, lho. Apalagi siswa yang jumlahnya melebihi jumlah unsur kimia dalam tabel periodik. Mendidik banyak siswa dengan segala tingkah polahnya memerlukan pengertian dan perhatian yang besar.

Seorang anak akan mudah menerima didikan, ajaran, dan nasehat jika disampaikan dengan penuh kasih sayang. Sikap yang lemah lembut serta penuh perhatian dan kasih sayang akan menjadikan seorang guru sukses dalam mendidik siswa. Oleh karena itu, seorang guru harus selalu berusaha menerapkan dan memperdalam perasaan kasih sayang kepada para siswanya.

Jadi, kamu nggak mau mendapatkan pendamping yang penuh kasih sayang? #kode
 

3. Guru itu Sabar
Mendidik satu anak itu relatif mudah. Mendidik sepuluh anak cukup sulit. Mendidik seratus anak? Bisa bikin pikiran pegel-pegel.

Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada yang suka membaca buku (kayak saya dulu), ada yang suka melamun (kayak saya dulu), ada yang suka jingkrak-jingkrak di atas meja (kayak saya dulu), ada yang suka tidur di kelas (kayak saya dulu), dan ada yang naksir sama gurunya (kalau ini saya enggak). Menghadapi siswa yang bervariasi dari yang pendiam sampai yang pecicilan, dibutuhkan kesabaran yang ekstra dan pengertian yang mendalam.

Orang sabar itu kan disayang sama pasangan. Kamu pasti suka memiliki seseorang yang sabar menghadapi kamu saat kamu ngambek, jengkel, dan marah-marah.
 

4. Guru itu Pengertian
Seorang guru harus pengertian dengan kemampuan dan kondisi siswa. Ada siswa yang nilai Matematikanya selalu di atas sembilan puluh, ada siswa yang mencari nilai lima aja udah susahnya kayak menggapai puncak Mahameru.

Setiap siswa harus disikapi sesuai dengan karakter, latar belakang, dan kondisinya. Di situlah dibutuhkan sikap pengertian yang mendalam dari seorang guru. Seorang guru harus mau menggali dan mencari permasalahan setiap siswa. Oleh karena itu, seorang guru memiliki sikap pengertian yang mendalam.

Kamu kan pasti mendambakan seseorang yang selalu bisa kamu puji sambil senyum-senyum, “Kamu emang selalu ngertiin aku.” : ) #kodekeras
 

5. Guru itu Menawan
Bukan berarti guru itu memiliki wajah yang handsome n goodlooking n charming or beautiful n sweet, etc. Menawan di sini maksudnya enak dipandang. Menjadi guru harus memiliki wajah yang enak dipandang. Mengajar siswa memang harus dengan wajah yang ceria, optimis, penuh semangat, dan menjanjikan keberhasilan. Seperti motivator-motivator gitu lah yang dengan memandang wajahnya seolah-olah semua masalah kita terselesaikan.

Seorang guru harus selalu menampilkan wajah yang ramah dan menarik yang membuat siswa bersemangat untuk belajar.

Tentu kamu mau kan setiap memandang wajah pendampingmu, kamu merasa seolah-olah semua hal di dunia diciptakan dari permata dan bunga-bunga indah. Dan saat memandang matanya, seolah-olah ia berbicara, “semua akan baik-baik saja.” #glekkk...
 

6. Guru itu Memiliki Sifat Kebapakan atau Keibuan
Sekolah adalah “rumah kedua” bagi siswa dan guru adalah “orang tua kedua” bagi siswa. Di sekolah, siswa menjadi anak dari gurunya. Guru bertanggung jawab dalam tumbuh-kembang siswa. Disitulah, peran guru sebagai orang tua diasah terus.

Guru harus memperlakukan siswa seolah-olah anaknya sendiri sehingga guru tersebut mendidik dan mengajar dengan penuh tanggung jawab. Tak jarang, banyak anak yang lebih dekat dan terbuka kepada gurunya daripada kepada orang tua. Banyak siswa yang curhat kepada guru daripada kepada orang tua.

Guru harus memberikan kasih sayang dan perhatian layaknya orang tua kepada siswa. Dengan perannya sebagai “orang tua kedua” seorang guru yang belum memiliki pasangan dan anak, sifat kebapakan/keibuannya terus terasah. Ia akan memiliki bekal yang banyak dalam mendidik anaknya sendiri kelak.

Sifat kebapakan/keibuan ini adalah sifat yang banyak disukai orang. Kamu tentu mau pendamping hidup kamu adalah orang yang selalu bisa kamu andalkan, yang bahunya kokoh sebagai tempatmu bersandar, yang dadanya bidang dan hangat sebagai tempatmu menumpahkan perasaan. #Ahai...
 

7. Guru itu Pandai Memberi Nasehat
Sebagian orang suka diberi nasehat. Sebagian besar yang lain taknyaman saat diberi nasehat. Apalagi nasehat itu disampaikan dengan tanpa pertimbangan serta kata-kata yang menghakimi dan menohok. Bisa-bisa nasehat itu malah membuat perasaan jengkel.

Memberi nasehat kepada siswa bukanlah perkara mudah. Nasehat yang tidak tepat dan disampaikan dengan nada menghakimi malah bisa membuat siswa menjauh dan telinganya bertambah kebal terhadap nasehat itu. Ada siswa yang diberi nasehat satu kali langsung patuh. Ada siswa yang diberi nasehat 99 kali baru bertaubat. Nasehatnya pun harus dengan kata-kata yang menyuratkan kasih sayang.

Dalam hidup berumah tangga, pasti ada kesalahan-kesalahan yang dibuat. Dengan pendamping hidup seorang guru kamu akan mendapatkan nasehat yang menyentuh hatimu. Misalnya, ketika kamu memasak makanan terlalu asin, kata-kata yang kamu dengar bukanlah, “Ini sayur tumis upil, ya!”, tapi nasehat yang indah, “sayurnya memang enak, kamu sudah lebih pandai memasak, tapi mungkin besok takaran garamnya dikurangi sedikit ya.” Hatimu pasti langsung maknyesss, kan. #Nyessss....
 

8. Guru itu Humoris
Memang sih tidak semua guru itu humoris. Malah ada yang galak dan “killer”. Tapi, seorang guru harusnya memiliki sifat humoris meskipun sedikit. Mengajar siswa tidak harus melulu dengan wajah tegang dan suara berat. Bisa-bisa siswanya malah tidur atau pura-pura mendengarkan tapi pikirannya melayap ke mana-mana.

Pembelajaran di dalam kelas harus senantiasa terasa segar agar para siswa bersemangat belajar. Salah satu cara menyegarkan suasana kelas yaitu seorang guru melemparkan candaan. Humor ringan bisa menjadi ice breaking “pemecah kebekuan” saat proses pembelajaran. Apalagi jika kondisi siswa yang capek badan dan pikiran, maka harus disegarkan dengan sedikit humor. Di situlah letak pentingnya sifat humoris seorang guru dalam mendidik siswa.

Kamu pasti membutuhkan seseorang yang membuat kamu bisa tersenyum dan tertawa saat kamu berada di sampingnya. Siapa lagi orang itu kalau bukan seorang guru. : D 
 

9. Guru itu Siap Siaga 24 Jam
Saya berpikir, guru adalah profesi 24 jam. Status guru tidak hanya melekat saat berada di sekolah saja. Di luar jam kantor, guru tetaplah guru. Guru harus menjadi teladan di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Banyak pula pekerjaan yang dilakukan guru selepas jam kantor. Misalnya, banyak siswa menghubungi guru jika ada masalah atau kesulitan memahami pelajaran dan pekerjaan rumah. Tak jarang, orang tua siswa juga berkomunikasi dengan guru terkait perkembangan anaknya. Jika ada siswa yang bermasalah dan penyelesaiannya tak bisa ditunda, guru akan terus memikirkannya siang dan malam. Oleh karena itu, guru adalah orang yang terbisa siap siaga 24 jam.

Dengan memilih seorang guru sebagai pendamiping hidup, kamu akan mendapatkan seseorang yang selalu siap siaga 24 jam. Ia akan selalu berada di sampingmu untuk mendukung, menuntun, dan membahagiakan kamu. #kodekerassekali

***
Demikianlah 9 alasan mengapa seorang guru adalah calon pendamping idaman buat kamu. Sebenarnya alasan-alasan di atas adalah alasan sekunder saja. Alasan utama mengapa seorang guru adalah calon pendamping idaman buat kamu ialah karena saya adalah seorang guru. Kalau saya seorang penjual cilok tentu tulisan di atas akan berjudul 9 alasan mengapa seorang penjual cilok adalah calon pendamping idaman buat kamu.

Sekian, dan selamat baper lahir batin.

***
Sukoharjo, 1 September 2016