Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Thursday, December 31, 2015

Ferguson, Sepak Terjang Legenda Old Trafford

Ferguson, Sepak Terjang Legenda Old Trafford
Judul buku : Ferguson, Sepak Terjang Legenda Old Trafford
Penulis : Dian D. Anisa, Delvira C.H., & Edward S.K.
Penerbit : Second Hope
Kota terbit : Yogyakarta
Tahun terbit : cetakan I, 2014
Jumlah halaman : 199 halaman


Jika ditanyakan kepada para pecinta sepakbola: siapa sajakah pelatih hebat masa ini? Jelas Ferguson termasuk salah satunya, seorang pelatih yang telah menangani klub Manchester United selama 26 tahun sehingga meraih 38 trofi.

Sebelumnya, aku perlu katakan bahwa aku bukanlah fans Ferguson, bukan pula Manchester United. Aku bukan jenis penggemar sepakbola fanatik yang akan merasakan penyesalan yang mendalam saat melewatkan pertandingan tim kesayangan pada malam Minggu. Bukan, aku bukan seperti itu. Jika pun harus menyebutkan tim yang kusukai, aku katakan: YNWA, if you know what I mean.

Buku Ferguson ini ditulis keroyokan oleh tiga orang. Dan yang membuat aku sedikit mengangkat alis ternyata dua penulisnya adalah wanita, Dian D. Anisa dan Delvira C.H. Dan satunya seorang laki-laki pastinya, Edward S.K. (apakah K=Kennedy?, salah satu punggawa website mojok.co?)

Ketiga penulisnya masih muda, lulusan Universitas Negeri Yogyakarta. Mungkin ketiganya memiliki kecenderungan yang sama dalam hal hobi menonton pertandingan sepakbola. Lalu ketiganya sepakat menyusun sebuah buku tentang salah satu pelatih terbaik pada masa ini.

Buku ini tak hanya menyoroti karir Ferguson di Old Trafford. Pada bagian awal, penulis menyajikan biografi ringkas “The Furious Fergie”, julukan Ferguson. Diawali dari masa kecilnya di kota Govan, Skotlandia. Sebuah kota yang dikatakan sebagai kota dengan tingkat kepatuhan hukumnya paling rendah. Govan juga dikenal sebagai distrik yang paling keras di Glasglow. Namun, Govan mendapat pandangan baik juga sebagai distrik dengan tingkat kebersamaan dan kesetiaan yang tinggi.

Lingkungan masyarakat di Govan ini turut membentuk karakter Ferguson. Tentu saja pengaruh terkuat tetap dari keluarganya yang sederhana dan bersahaja serta menjunjung tinggi perbedaan.

Fergie kecil ternyata bukanlah anak yang cerdas. Ia belajar di sekolah dasar yang paling buruk di Skotlandia. Saat duduk di bangku SMA Govan High, Fergie merasa minder karena usianya lebih tua satu tahun dibandingkan teman-temannya. Pada masa sekolah ini, Fergie termasuk anak yang takpandai. Ia pun sering mencontek. Bahkan, ia terkenal sebagai tukang contek di sekolahnya hingga gurunya mengatakan bahwa ia tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.

Mengetahui kecerdasan akademiknya tak seberapa, Fergie mengasah bakat lain yang dimilikinya, yaitu mengolah si kulit bundar. Saat SMA, bermain sepakbola menjadi hobi dan kebanggaannya. Ia menjadi pemain utama kesebelasan sekolahnya. Dan ia terkenal sebagai pencetak gol hingga teman-temannya menaruh hormat padanya.

Karir Fergie sebagai pesepakbola terus ia asah dengan menjadi pemain di beberapa klub di Skotlandia selama beberapa tahun hingga ia berusia 32 tahun. Pada usia inilah Fergie memutuskan untuk gantung sepatu dan menjadi pelatih.

Karir kepelatihan Fergie terbilang tak mulus di klun Skotlandia. Wataknya yang keras kerap mendapat protes dari pemainnya. Namun, lama-kelamaan Fergie membuktikan bahwa ia memang pelatih yang bisa mengarahkan anak buahnya untuk mencapai kemenangan. Prestasi Fergie mengantarka dirinya menjadi asisten pelatih tim nasional Skotlandia.

Pada usia 37 tahun, Fergie menuju Old Trafford. Saat itu Manchester United bukanlah tim raksasa. Bahkan, saat itu MU berada pada pada posisi 21 di klesemen. Sifat keras Fergie langsung mengubah MU. Meskipun banyak pemain yang protes –bahkan sampai ada yang keluar dari klub—Fergie tetap menangani MU dengan caranya sendiri.

Pada 3 musim pertama, Fergie belum mampu mengantarkan MU meraih trofi meskipun peringkat MU di klasemen semakin baik. Baru pada tahun keempat MU bisa memboyong piala FA. Lalu seperti yang kita ketahui, Fergie bersama dengan MU menjadi kekuatan utama di Liga Premier. Inilah 38 trofi yang dimenangkan MU bersama Fergie:

  • 13 trofi Juara Premier Liga (Liga Inggris)
  • 5 trofi Piala FA
  • 4 trofi Piala Liga (Carling Cup)
  • 10 trofi Community Shield
  • 2 trofi Liga Champion Eropa
  • 1 trofi Piala Winners
  • 1 trofi Piala Super Eropa
  • 1 trofi Piala Interkontinental
  • 1 trofi Piala Dunia Antar-Klub
Selain itu, prestasi Fergie yang menonjol yaitu suksesnya para pemain sepakbola didikannya yang dinamai Class of ’92. Di antara pemain sepakbola hebat generasi Class of ’92 yaitu Ryan Giggs, David Beckham, Paul Scholes, Gary Neville, Phil Neville, dan Nicky Butt.

Pada bagian akhir buku, dipaparkan beberapa prinsip kepemimpinan Ferguson dalam menangani Manchester United hingga bisa meraih prestasi gemilang. Di antaranya kepemimpinan khas Ferguson yaitu:
1) beradaptasi dan mengenali kerapuhan pemain
2) tak perlu memuji berlebihan
3) Superdisiplin tanpa pandang bulu
4) meremajakan tim

Demikian gambaran isi buku ini secara umum. Biografi Fergie ditulis secara ringkas, langsung, tidak berbelit-belit hingga pembaca langsung memahami poin pentingnya. Penulis juga memasukkan beberapa peristiwa penting dalam kehidupan Ferguson, misalnya masa keterpurukannya, hubungannya dengan para pemain yang pasang-surut, rivalitasnya dengan pelatih lain, momen kemenangannya, dan lain-lain.

Adanya paparan mengenai prinsip hidup dan gaya kepemimpinan Fergie pada bagian akhir buku membuat buku ini bukan hanya sebagai biografi ringkas, namun pembaca bisa memahami Fergie dari prinsip yang dianutnya dan gaya kepemimpinannya dalam melatih sepakbola.

Yang membuat nilai tambah bagi buku ini yaitu ada banyak gambar yang disertakan dalam buku ini disertai caption. Gambar/foto itu diletakkan di halaman yang sesuai dengan pembahasan agar foto itu bisa melengkapi informasi yang tertulis.

Buku ini memang asyik dinikmati. Namun, terkadang keasyikan membaca itu terganggu dengan adanya typo yang tak sedikit jumlahnya. Hingga timbul tanya dalam hatiku, buku ini ada editornya tidak, sih? Setelah kulihat, ternyata memang tidak ada editornya. Dan, mungkin pula penulisnya kurang cermat saat meneliti ulang buku ini sebelum dicetak.

Kekurangan lain buku ini yaitu ada beberapa informasi yang diulang pada beberapa bagian. Aku berpikir, maklum buku hasil keroyokan jadi ada beberapa informasi yang sama yang ditulis oleh para penulisnya.

Buku biografi populer semacam ini perlu dicetak dan disebarkan agar orang-orang bisa mengambil manfaatnya. Untuk buku ini, memang perlu dicetak ulang lagi, tapi.....melalui proses penyuntingan yang layak terlebih dahulu.

***
Sukoharjo, 1 Januari 2016



Jomblo Akhir Tahun

Jomblo akhir tahun
Tak ada yang lebih tabah dari jomblo akhir tahun
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada bunga itu

Tak ada yang lebih setrong dari jomblo akhir tahun
Dihapusnya jejak-jejak kenangan masa lalu

Tak ada yang lebih ngempet dari jombo akhir tahun
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap oleh sang waktu



 

***
Sukoharjo, 31 Desember 2015
23.12



Hati Jomblo Selembar Daun



Hati jomblo selembar daun
kan melayang jatuh di pelaminan
nanti dulu, katanya
biarkan aku sejenak menggores di sini

Ada yang masih ingin kutulis
yang selama ini senantiasa luput
sesaat untuk abadi

sebelum kau bimbing jiwa ragaku
menuju pagi

***
Sukoharjo, 31 Desember 2015
23.18


Sunday, December 20, 2015

Aku adalah Lelaki Sederhana yang Mudah Bahagia oleh Hal-hal yang Sederhana

Aku adalah Lelaki Sederhana yang Mudah Bahagia oleh Hal-hal yang Sederhana
Sebuah hikmah mengajarkan: Bahagia itu sederhana.

Namun, seringkali orang-orang hanya menjadikannya penghias bibir. Kenyataannya, banyak orang masih bertanya-tanya. Mengapa hidup begitu susah? Mengapa masalah selalu datang? Mengapa selalu saja ada musibah? Mengapa begini, mengapa begitu?

Bahagia itu memang sederhana jika kita bisa memahami lalu meresapi lalu menyatu dalam ungkapan itu. Yang menjadikan orang tidak bahagia biasanya adalah masalah yang menghimpit, musibah yang menerjang, tujuan yang taktercapai, usaha yang gagal, pandangan negatif orang lain, lingkungan yang taknyaman, dan situasi kondisi yang tak mengenakkan lainnya.

Jika kita mau memahami hukum kehidupan ini, segala kesusahan dan penderitaan tak akan menjadi beban yang membelenggu lagi. Hukum kehidupan itu ialah bahwa segala hal yang terjadi adalah atas kehendak Tuhan. Dan kunci kebahagiaan adalah ridha terhadap takdir, menerima apa yang terjadi, bersabar atas segala kesulitan, seraya berusaha menghilangkan kesusahan itu dan berdoa kepada Tuhan agar diberi kelancaran, lalu bertawakkal kepada-Nya.

Ya, ampun, kata-kataku bagus banget sih. Ketularan Mar** Teg**. Aku jadi gimana gitu. #Skip

Lanjut...
Aku berusaha mencari kebahagiaan dalam setiap kondisi, setiap situasi, peristiwa, keadaan alam.


Pagi hari, segelas kopi hitam bisa membuatku bahagia. Sebanyak apapun pekerjaan menanti, saat kopi hitam tersaji (maksudku, aku sendiri yang menyajikannya), semua seolah-olah berhenti. Ini waktunya ngopi, kataku. Aku pun menyeruput kopi hitam pahitku dengan perlahan, sruupuuuttttt......ahhh...... Dan semua masalah, semua pekerjaan buyar, hilang seketika. Ini waktunya ngopi, waktu untuk menikmati hidup. Aku pun bahagia. 

Kopi hitam dan buku di pagi hari.
Kopi hitam, buku, dan laptop
Di sekolah, aku melihat anak-anak bercanda, tersenyum, dan tertawa. Mereka berteriak, berlarian, melompat-lompat. Mereka tersenyum dengan sepenuh hati, tertawa sepenuh riang. Batinku berkata, mereka lucu-lucu dan polos-polos. Lalu aku pun tersenyum melihat tingkah mereka. Aku pun bahagia.

Seusai jam kerja, aku pulang mengendarai sepeda motor perlahan-lahan. Melewati areal persawahan. Para petani tampak sibuk menggarap sawahnya. Menanam padi, memupuk, menyiangi rumput, menunggui padi agar tak dimakan burung, memanennya saat sudah menguning. Itulah kehidupan para petani di desa. Dan aku merasa bahagia dan tenteram menyaksikannya. 

Awan di atas sekolah
Hamparan padi laksana permadani hijau
Langit pun masih bermurah hati menyajikan keajaiban alam yang memesona. Langit membiru cerah. Awan putih bergerombol dan berarak. Menjadi atap terindah bagi permadani hijau di bawahnya. Aku berpikir, sungguh langit dan awan ini tercipta tidak sia-sia. Ada pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir. Lalu, aku pun teringat pelajaran IPA saat SD tentang air di bumi yang menguap kemudian naik dan bertahta di langit, bertransformasi menjadi awan yang akan menurunkan hujan. Sungguh, keajaiban ini semakin menambah keindahannya.

Dan pikiran polosku berimajinasi, awan-awan putih yang berarak itu serasa seperti sebuah ranjang yang empuk. Aku membayangkan meloncat-loncat di atasnya, dan awan itu melambungkan tubuhku. Dan aku ingin memeluk benda yang terlihat putih dan lembut itu. Tentu saja itu imajinasi liar yang takkan terjadi. Namun, dengan melihatnya, timbul rasa tenang di dalam hati dan tenteram di dalam jiwa.


Aku pun bahagia.

Jalan pulang
Iya, aku lelaki sederhana yang mudah bahagia oleh hal-hal yang sederhana semacam itu. Hidup terlalu singkat untuk tak menikmati setiap momen, setiap peristiwa, setiap pengalaman, setiap apa yang terlihat, terdengar, terlintas. Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dalam kepedihan musibah dan kegundahan masalah.

Bahagia itu sederhana. Sesederhana kesenangan hati saat melihat anak kecil berlarian dan tertawa. Sesederhana ketenangan hati saat menyaksikan para petani mengolah sawah dan merawat padinya. Sesederhana ketenteraman jiwa saat memandang awan putih yang berarak di langit biru yang cerah.


***
Sukoharjo, 20 Desember 2015



~ Keindahan yang sayang untuk tak diabadikan ~



 
 
 
 
 
 


Thursday, December 17, 2015

Berburu Hujan Meteor di Sepertiga Malam Terakhir

Ilustrasi hujan meteor. Sumber gambar: republika.co.id
Selama beberapa hari aku membaca informasi tentang hujan meteor yang dapat dilihat dari wilayah Indonesia. Ini kesempatan untuk melihat hujan meteor secara langsung. Tepatnya hujan meteor Geminids.

Hujan meteor Geminid merupakan hujan meteor tahunan yang terjadi pada tanggal 4 – 17 Desember dan mencapai puncaknya pada kisaran tanggal 12-14 Desember setiap tahunnya. Hujan meteor Geminid termasuk salah satu hujan meteor terbaik yang bisa dinikmati setiap tahunnya dan bisa diamati dari seluruh indonesia.

Hujan meteor Geminid akan tampak muncul dari rasi Gemini atau lebih tepatnya tak jauh dari bintang Castor atau alpha Gemini, bintang paling terang kedua di rasi Gemini. Radian dari hujan meteor Geminid akan terbit jam 8 malam di arah timur laut. Jelang tengah malam, radian hujan meteor Geminid sudah cukup tinggi untuk bisa dinikmati oleh pengamat dari Bumi.

Pada malam puncak, diperkirakan 120 meteor akan melintas setiap jam dengan kecepatan 35 km/detik. Wow, kecepatannya 35 km per detik lho, bukan per jam. Seandainya kecepatan menjemput jodoh bisa secepat itu. #Eh,gagalfokus.

Menurut sebuah website yang aku baca, http://langitselatan.com, hujan meteor Geminid berasal dari sisa pecahan 3200 Phaethon yang diperkirakan merupakan sebuah asteroid yang sudah punah. Bumi yang melintas dalam aliran puing-puing 3200 Phaethon setiap tahun pada pertengahan Desember akan menyebabkan puing-puing itu terbang dari rasi Gemini. Tepatnya di dekat bintang terang Castor dan Pollux.


Rasi bintang Gemini. Sumber gambar: langitselatan.com. Kredit: Starwalk
Meteor Geminid pertama kali terlihat pada akhir abad ke-19, tak lama setelah perang sipil di Amerika berakhir. Pada saat pertama muncul, hujan meteornya masih lemah dan tidak terlalu menarik perhatian. Pada saat itu debu yang masuk atmosfer Bumi itu hanya bergerak dengan kecepatan 130000 km/jam. Di masa itu, sama sekali tak nampak kalau hujan meteor ini akan berlangsung setiap tahun. Yang menarik, saat ini hujan meteor Geminid merupakan salah satu hujan meteor yang cukup kuat dan menarik perhatian para pengamat. Bahkan ia semakin kuat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh gravitasi Jupiter yang berlaku pada aliran puing-puing Phaethon dan menyebabkan mereka bergeser mendekati orbit Bumi.

Berbekal sedikit pengetahuan tersebut, aku mempersiapkan diri untuk menjadi pengamat amatir hujan meteor. Hari Minggu, tanggal empat belas Desember, seperti biasa aktivitasku sebagai jomblo profesional yaitu mendesain majalah hingga pukul 24.00 WIB. Mengantuk? Nggak juga, soalnya sorenya aku sudah tertidur lama. Lalu, lewat tengah malam, aku melakukan berbagai aktivitas nggak penting, seperti nonton film beberapa menit, ganti melihat video klip, ganti mendengarkan musik, ganti buka handphone, ganti membayangkan kamu, ganti mengingat-ingat mantan. Eh, lupakan dua aktivitas terakhir tadi.

Pukul 03.00 WIB –aku benar-benar tidak mengantuk—aku keluar rumah mencari mangsa bersiap-siap melihat hujan meteor. Kuambil dipan berukuran kecil dan kutaruh di halaman rumah. Tak lupa kekasih setia menemani, yaitu bantal. Aku pun rebahan di atas dipan n kepala di arah barat. Aku memandang ke atas, melihat bintang-bintang. Beruntungnya aku, malam ini langit tak mendung. Hanya kabut tipis yang menyelimuti langit. Bintang-bintang masih terlihat sinarnya.

Aku belum pernah melihat hujan meteor secara langsung. Biasanya melihanya di film-film yang menggambarkan sebuah benda terang bergerak di langit. Aku membayangkan akan melihat seperti itu, sebuah benda kecil terang yang berjalan lambat di langit.

Selama beberapa menit aku masih berusaha menyamankan diri. Angin bertiup dengan kecepatan sedang. Nyamuk sesekali berdengung di telinga. Dan kucing kecil mengeong bermain-main di gelapnya halaman.

Lima belas menit pertama aku tidak mendapati penampakan hujan meteor. Bagaimana ini? Katanya intensitasnya 120 kali/jam, berarti rata-rata 2 kali/menit, kan. Ah, mungkin pandanganku yang takteliti menelisik langit.

Sambil menahan dingin, aku mengamati bintang-bintang. Kok, bagus banget, ya. Iya, sejak dulu bintang seperti itu. Tapi, kalau diamat-amati sungguh menakjubkan. Ada bintang yang sinarnya terang, ada yang redup. Ada yang terlihat bersinar lalu padam, dan bergerak ke selatan. Oh, itukah meteornya? Ternyata, bukan. Itu pesawat terbang. Terhitung ada tiga pesawat yang lewat yang tertangkap pandanganku.

Hampir setengah jam aku belum mendapati satu pun hujan meteor. Tapi aku tetap bersabar. Aku kan orangnya sabar. Hehe...

Aku masih memandang ke atas. Lalu, secara sekilas sebuah kilatan muncul. Slaaappp..... Hanya sepersekian detik. Sebuah kilatan lurus membelah langit. Itukah? Tapi kok cepat sekali ya? Kalau di film-film itu hujan meteor nggak cepat-cepat amat. #korbanfilm

Karena masih ragu, aku semakin menajamkan penglihatan. Lalu, beberapa saat kemudian, slaapp... kilatan itu muncul lagi. Seolah langit tergores oleh cahaya terang. Hanya sepersekian detik. Tak memberi kesempatan mata untuk berkedip. Oh, ternyata cepat seperti itu ya. Seandainya move on bisa secepat itu. #Eh,gagalfokusjilid2

Kemudian dengan sabar, aku mengamati langit lagi. Beberapa kali kilatan itu muncul. Ah, inilah hujan meteorku yang pertama.

Aku membayangkan, suatu hari nanti aku akan mengamati hujan meteor sambil tiduran di pasir pantai. Dan ada kamu di sampingku. Ahaha...ihirrr... Oke, setop berkhayal. Daripada berkhayal lebih baik segera cari jodoh sana. #Siaaaap

Selama satu jam aku mengamati langit. Dan kudapati 9 kali hujan meteor. Bayangkan, selama satu jam memandang langit dan hanya bisa melihat 9 kali kilatan yang cepatnya sepersekian detik. Betapa sabarnya aku, kan. Menunggu meteor aja aku sabar, apalagi menunggu kamu. Iya, kamu. Aku pasti sabar banget. #Plakkk,bangun!!!

Oke, adzan Subuh menandai berakhirnya waktu pengamatan. Pukul 04.00 WIB, meskipun udara agak dingin, namun badan terasa gerah juga. Aku pun mandi, lalu menuju masjid. 


Dan aku berharap, masih ada kesempatan untuk melihat hujan meteor lagi lain waktu, atau melihat fenomena-fenomena alam lainnya yang menakjubkan.

Penciptaan alam ini memang sangat menakjubkan. Begitu juga penciptaan dirimu. Iya, kamu yang senyum-senyum sendiri pas membaca tulisan ini. # Ahahaha....

***
Sukoharjo, 17 November 2015

-------------------
*Oh ya, selain hujan meteor geminds, hujan metero quadrantids juga merupakan hujan meteor periodik/tahunan terbaik dengan intensitas terbanyak sekitar 120 meteor/jam. Hujan meteor geminids sering disebut sebagai hujan meteor akhir tahun, dan hujan meteor quadrantids sering disebut sebagai hujan meteor awal tahun. Aktifitas hujan meteor quadrantids terjadi pada tanggal 28 Desember s/d 12 Januari. Semoga langit malam cerah sehingga hujan meteor ini bisa terlihat.

Tak boleh terlewatkan pula, fenomena alam luar biasa di tahun 2016, yaitu gerhana matahari total yang akan terjadi pada tanggal 9 Maret 2016. Dan gerhana matahari ini mencakup wilayah seluruh Indonesia. Nggak usah dicatat dan diingat-ingat tanggalnya karena beberapa hari sebelum gerhana matahari total, televisi dan koran-koran akan berlomba-lomba menyebarkan informasi tersebut.

Friday, December 11, 2015

Sudah Cukup! Hentikan! Jangan Tanya Usiaku Lagi!

Aku kok kayak masih remaja gitu, ya.
Ketika masih remaja, aku terkadang bercermin dan mengamati wajahku. Lalu aku berpikir, kok pipiku tembam, ya. Lalu aku berusaha menciutkan pipi dengan menariknya ke dalam agar bentuk wajahku tampak tirus, terlihat lebih maskulin. Kalau wajah bulat terlihat seperti anak kecil.

Lalu ada masanya badanku kurus. Yang pertama saat duduk di sekolah menengah atas. Kurus bukan karena kurang makan, tapi malas makan. Apalagi anak STM, badan hitam sering berjemur di jalan. Yang kedua saat bekerja di Bekasi. Bekerja 8 jam sehari dan seringnya lembur hingga 12 jam membuat badanku kurus. Apalagi ada jadwal shif sore dan malam. Meskipun memang saat itu kulitku menjadi agak putih karena lebih sering berada di dalam pabrik.

Yang ketiga, adalah saat kuliah. Meskipun aku kuliah dengan santai, sering terlambat, dan beberapa kali tidak masuk, tetap saja badanku semakin kurus. Apalagi sering pula aku menyusun makalah semalam jadi. Ditambah jadwal makan yang tidak teratur.

Saat-saat kurus seperti itu aku tidak terlalu mengkhawatirkan pipiku yang otomatis berkurang tembamnya. Yeah, aku nggak tembam, lho.

Lalu, saat menjadi guru, lambat laun berat badanku naik. Meski jadwal makan masih belum teratur, sehari bisa dua kali atau tiga kali, tetap saja setiap melihat jarum timbangan batinku berkata, lho, kok nambah lagi. Dan peningkatan berat badan itu linear dengan penambahan volume pipi alias pipiku keliatan tembam lagi.

Mungkin karena ketembaman pipiku itu, banyak yang salah tafsir terhadap usiaku. Mungkin penafsiran mereka dipengaruhi juga oleh wajah imutku dan senyum innocent-ku.: D

Dulu, sewaktu mendampingi para siswa berkemah dalam acara Jambore di daerah Nguter, ada ibu muda penjual makanan yang memanggilku dengan sebutan “Dek”.
Saat itu aku sedang duduk-duduk berteduh di bawah pohon samping warung. Penjual warung itu bertanya kepadaku, “Dari SMP mana, Dek?” Perhatikan kata sapaan “Dek” yang digunakannya. Untuk sejenak aku terdiam, dan berpikir: eh, aku dipanggil “Dek”, padahal kan aku guru.

Lagi, saat itu aku bersama seorang guru –usianya mendekati 40 tahun--, sedang mengurus surat keterangan sehat dari Puskesmas dalam rangka mengikuti KMD, semacam latihan keterampilan untuk pembina Pramuka. Saat di Puskesmas, petugasnya bertanya kepada kami, “Bisa lihat KTP atau Kartu Pelajarnya?”

Hah, aku bengong sejenak. “Bisa lihat KTP” itu untuk guru yang berdiri di sampingku, dan “Kartu Pelajar” itu pasti ditujukan kepadaku. Apa nggak lihat jenggotku yang tumbuh sedikit ini? Dia bilang minta Kartu Pelajar??!!!. Hah, aku ini guru, kok dimintai Kartu Pelajar!!! Ini namanya penghinaan! Aku pun marah, lalu keluarlah cakar baja dari punggung tanganku dan kurobek-robek seisi Puskesmas. Aku pun mengeluarkan KTP-ku dan memberikan senyum penuh kode pada petugas itu. Senyum penuh kode yang manjur karena setelah itu pak petugas sadar atas kekhilafannya. Semoga kau cepat bertaubat, Pak.

Lalu suatu siang, saat aku memberikan materi Mentoring kepada belasan siswa yang duduk melingkar mengelilingiku, seorang ibu muda datang. “Permisi, di mana gurunya, ya?” tanya ibu itu. Padahal, aku duduk tepat di hadapannya. Aku tersenyum kepada ibu itu. Senyum penuh kode. Tapi, kali ini senyum penuh kode-ku takmanjur. Ibu itu masih bertanya lagi, “Di mana gurunya?”

“Ini gurunya, Bu,” jawab seorang siswaku.
Ibu itu melihat ke arahku. “Eh, jenengan, to. Ngapunten, nggeh,” kata ibu itu dengan wajah penuh sesal. Cepatlah kau bertobat, Bu.


Lalu, suatu siang yang panas, saat aku mengajari para siswa mendirikan tenda di ladang takterpakai seberang sungai, seseorang datang dan bertanya, “Pak Kris mana?” Saat itu, aku sedang jongkok, membuat simpul dan ikatan pada tenda. “Pak Kris mana?” tanyanya lagi. Padahal, orang itu berdiri satu meter di depanku.

“Ini Pak Kris,” kata seorang siswaku.
“Eh, Pak Kris,” orang itu pun tersenyum aneh, penuh sesal. Segeralah bertaubat.

Mengapa banyak yang sulit membedakan mana siswa, mana guru. Aku pun berkaca, apa wajahku begitu imutnya hingga masih dianggap sebagai pelajar? :D

Begitulah, orang-orang sering salah tafsir mengenai usiaku.
“Berapa usiamu,” begitu seringnya tanya orang terlontar.
“Usiaku ** [sensored) tahun.”

Lalu reaksi kebanyakan orang adalah kaget dan mengatakan, “Apa iya?”
Lha, kowe ki takon opo maido? ‘kamu itu bertanya apa mendebat?, batinku.

Ditanya sudah kujawab, malah tidak percaya. Apa aku harus mengeluarkan KTP dulu baru percaya berapa usiaku.
“Kelihatan masih muda,” kata banyak orang.

Lalu aku mencoba mengetes beberapa orang. Bertanya kepada mereka. Pertanyaannya: aku dan dia (seseorang yang kutunjuk), lebih tua mana? Dalam beberapa kesempatan, aku bertanya kepada beberapa orang dengan orang lain sebagai pembanding. Dan hampir semuanya salah dalam menjawab. Dijawabnya aku lebih muda daripada orang yang kutunjuk. Padahal, aku selalu membandingkan dengan orang yang usianya lebih muda dariku.

Jika sudah demikian, aku sering dibuat confused. Saat kujawab tanya mereka dengan usia yang sebenarnya, mereka tidak percaya. Dan jika kujawab dengan usiaku yang aku kurangi beberapa tahun (5 tahun atau 8 tahun lebih muda), banyak yang percaya. Bagaimana ini? Aku benar-benar berada dalam sebuah dilema. Kujawab jujur, pada nggak percaya. Kujawab takjujur, malah pada percaya.

Akhirnya, aku membuat keputusan. Cukup sudah semua ini berlangsung! Hentikan! Jangan bertanya lagi berapa usiaku! Kalau kujawab jujur, kau tak percaya. Kujawab takjujur, kau malah manggut-manggut. Lak yo, nganyeli, to.


#Sepetinya,pipikukeliatantembamlagi.


***
Sukoharjo, 10 Desember 2015 

Saat piknik bersama para murid.
Aku sok sibuk kalau di sekolah.

Friday, December 4, 2015

Ketika Jomblo Menikmati Sunset di Candi Ijo

Mari berfoto di Candi Ijo
Aku lanjutkan cerita perjalanan pada hari Minggu setelah berenang dan menyelam bersama ikan-ikan di Umbul Ponggok, Klaten.

Setelah Ashar, aku melajukan sepeda motor kesayanganku menuju Candi Ijo yang terletak di Desa Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Sleman. Menurut Google Map, perjalanan dari Umbul Ponggok ke Candi Ijo sekitar 1 jam.

Aku menyusuri Jalan Solo – Jogja dengan santai, tidak ngebut seperti biasanya kalau mau ke Jogja. Sepeda motor melaju santai sambil lihat kiri-kanan, siapa tahu ada jodoh. Eh.

Sampai di Prambanan, aku membelokkan sepeda motor ke arah kiri, menuju arah Piyungan. Namun sebelum itu, aku sempat mencuri pandang ke arah Candi Prambanan yang berdiri kokoh nan angkuh itu.

Dari Jalan Piyungan, aku mengambil ke arah kiri setelah melihat papan penunjuk ke arah Candi Ijo.Jalannya naik ke atas dengan lebar sekitar 2,5 meter saja, yang hanya cukup untuk dilewati satu mobil. Jalan yang kulalui sudah beraspal, namun di sebagian tempat terdapat jalan yang rusak.

Aku sempat bertanya kepada tiga orang selama perjalanan karena rutenya meliuk-liuk dan berbelok-belok –persis kayak cerita cintaku yang berliku-liku. :D

Dari Prambanan ke Candi Ijo aku tempuh dalam waktu sekitar 15 menit. Pukul 16.30 WIB, sampailah aku di kawasan Candi Ijo. Lokasinya yang berada di ketinggian membuat siapapun yang mengunjungi Candi Ijo bisa melihat kawasan perbukitan Gunungkidul di sebelah selatan, dan kawasan perkotaan Yogyakarta di sebelah barat.

Terlihat belasan sepeda motor sudah terparkir rapi. Aku segera memarkir sepeda motorku.
“Dua ribu rupiah, Mas. Dibayar langsung, ya,” kata tukang parkir. Tak lupa aku membeli minuman botol seharga lima ribu rupiah karena bekal minumanku sudah habis.

Aku langsung masuk ke kawasan Candi Ijo. Setelah melewati gerbang berupa tralis besi yang dipalangkan, aku mengisi buku tamu di kantor satpam. Aku melihat daftar para pengunjung. Sebagian besar mahasiswa, yang lainnya karyawan. Mereka mahasiswa kekinian yang butuh piknik, pikirku.

Pengunjung yang datang rata-rata rombongan. Aku melihat daftar, ada yang rombongan 8 orang, ada yang 12 orang. Minimal 2 orang lah, yang menandakan mereka sedang bercie-cie ria.

“Sendirian, Mas?” tanya Pak Satpam.
Pertanyaan yang sudah bisa kutebak. Menohok sih, sakitnya tu di mana-mana.
“Iya, Pak,” jawabku sambil memberikan senyum paling manis sejagat.

Oh ya, aku sempat mencari-cari di mana loket pembayaran tiket. Ternyata, tidak ada. Di pos satpam tadi juga tidak ada penarikan retribusi. Berarti masuk ke komplek Candi Ijo ini gratis, iya gratis.

Aku menyusuri jalan ke komplek candi. Lalu terlihatlah bangunan kuno itu, Candi Ijo. Tapi sejenak, perhatianku sempat teralihkan oleh tingkah dua gadis berjilbab yang sedang mengambil potret. Salah satu dari mereka bergaya, yang lainnya memotret. Oke, cukup. Konsentrasilah. Aku ke sini buat lihat candi, bukan lihat gadis kekinian yang lagi main foto-fotoan. Kalau kayak gitu mah banyak di mana-mana. Eh.

Nama Candi Ijo berasal dari lokasinya berdiri, yaitu Gunung (bukit) Ijo. Berada pada ketinggian 375 mdpl membuat candi ini menjadi candi yang berlokasi di tempat tertinggi di Yogyakarta.

Komplek Candi Ijo merupakan teras berundak: bagian bawah pada sebelah barat, dan bagian atas pada sebelah timur. Di teras bawah, terdapat reruntuhan bangunan candi yang belum dipugar. Di teras atas terdapat bangunan candi utama dengan 1 candi induk yang memiliki ukuran paling besar dan 3 candi yang berukuran lebih kecil. Candi induk berada di bagian paling timur.

Aku melihat-lihat komplek candi sambil mengambil beberapa foto. Aku mendapati beberapa pengunjung melihat ke arahku. Mungkin mereka berpikir, ini ada cowok aneh sendirian melihat-lihat candi, pede banget. 


Pengunjung lain banyak yang mengabadikan bangunan candi diri sendiri yang pernah datang ke sini dengan mengambil foto bergaya aneh-aneh. Banyak yang menggunakan kamera DSLR, berlagak sok profesional mengarahkan model (temannya sendiri) untuk berpose berlatarkan bangunan candi. Beberapa wanita muda berjilbab juga tampak sibuk selfie, yang diselingi tawa renyah, terlalu renyah malah.

Melihat banyak orang ber-selfie ria, aku jadi berpikir, aku kok nggak bisa bergaya selfie kayak mereka, ya. Bagiku, rasanya aneh mengangkat kamera (smartphone) di depan wajah, kemudian senyum atau manyun, dan klik. Aku nggak bakat selfie. Mungkin aku bukan jomblo kekinian yang doyan selfie. Aku termasuk kategori jomblo tradisional dan konservatif yang perlu dilindungi dan diselamatkan oleh pemerintah. #merenung

Semakin sore, pengunjung semakin banyak. Komplek candi yang tak luas, membuat para pengunjung terlihat di mana-mana. Jam-jam ramai, ya, waktu senja seperti ini. Maklum, dari tempat ini bisa menikmati senja yang menawan. Apalagi di sebelah barat bisa terlihat bandara Adi Sucipto yang sering menyambut kedatangan pesawat terbang dan melepas kepergiannya.

Saat senja, aku menikmati matahari tenggelam sambil duduk di atas permadani rumput hijau. Warna kemerah-merahan semakin cemerlang, kemudian lama-lama memucat, hingga gerombolan awan menelan matahari yang merah itu.

Aku tak iri dengan mereka yang bisa menikmati senja bersama pasangannya. Aku selalu bisa
membuat diri merasa senang dan nyaman berpergian sendirian. Peduli apalah dengan para muda-mudi yang bercie-cie itu. Aku yakin kok, semua akan cie-cie pada waktunya. Termasuk aku. Tentunya sama kamu, iya kamu. : )

Selesai menikmati senja, aku turun menuju tempat parkir. Ternyata tempat parkir penuh dengan puluhan sepeda motor. Tadi sewaktu aku datang belum sebanyak ini. Aku pun nge-gas sepeda motorku. Pulang. Melewati jalan-jalan sempit yang berkelok-kelok naik-turun di bukit yang gelap. Adonan peningkat adrenalin yang pas mantab.

***

Sukoharjo, 28 November 2015



Silakan tonton tayangan keindahan Candi Ijo saat senja berikut ini:






~ Galeri Foto ~

Candi induk bagian/sisi selatan
Dua candi kecil yang berada di sebelah barat candi induk. Sebenarnya ada tiga candi kecil, yang satu tidak kelihatan
Pintu masuk candi induk yang berada di sisi barat
Gumpalan awan putih yang melayang di belakang candi induk
Para pengunjung mengambil potret
Akhwat kekinian yang heboh foto dan selfie
Para pengunjung (sepertinya mahasiswa) bermain di undakan candi bagian selatan
Pemandangan sisi selatan candi
Ada yang duduk mengobrol, ada yang bermain, ada yang berfoto di candi
Senja mulai merayap di Candi Ijo
Memandang Candi Ijo dari hamparan rumput hijau
Senja menyapa
Para pengunjung duduk di dekat undakan (batas antara teras bawah dan atas), memadang ke arah cakrawala senja
Oh, ini aku