Buku: Hilyah Thalibil ‘Ilmi Karya Bakr bin Abdullah Abu Zaid |
Judul buku : Hilyah Thalibil ‘Ilmi
Penulis : Bakr bin Abdullah Abu Zaid
Judul terjemahan : Hilyah Thalibil ‘Ilmi: Perhiasan Penuntut Ilmu
Penerbit : Al-Qowam
Kota terbit : Surakarta
Tahun terbit : Februari 2014
Jumlah halaman : x + 123 halaman
***
Para penuntut ilmu dan asatidz sering menyebutkan judul buku ini dalam kajian-kajian atau tulisan-tulisan mereka. Dikatakan bahwa buku ini sangat bagus sebagai bekal untuk penuntut ilmu. Saya sangat tertarik untuk memilikinya. Namun, selama beberapa waktu buku ini tidak saya jumpai di rak-rak toko buku.
Pada malam Minggu, saya jalan-jalan ke toko buku Arafah, Cemani. Toko buku langganan. Tak dinyana, buku Hilyah Thalibil ‘Ilmi terpajang pada salah satu meja. Ada setumpuk buku yang berjumlah sekitar sepuluh eksemplar. Pulang pun kubawa satu buku itu. Satu pekan kemudian ketika saya datang ke toko buku itu lagi, setumpuk buku itu sudah tidak ada. Laris ternyata.
Buku yang karya Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid ini, ditulis pada tahun 1408 H. Pada masa itu, kaum muslimin mengalami kebangkitan ilmiah. Para pemuda berbondong-bondong menimba ilmu. Majelis-majelis penuh dengan para thalibil ilmi yang dahaga ilmu. Para penuntut ilmu itu sangat bersemangat dalam menimba ilmu. Untuk mereka dan generasi semisal mereka buku ini ditulis.
Tema buku Hilyah Thalibil ‘Ilmi berkenaan dengan adab-adab umum bagi siapa saja yang menempuh jalan menuntut ilmu syar’i. Sebagaimana para ulama pada masa lalu yang senantiasa mengajarkan adab-adab menuntut ilmu kepada murid-murid di majelis-majelis mereka.
Pembahasan dalam buku ini ringkas dan hanya menampilkan contoh-contoh sederhana. Namun, yang sedikit itu sudah mencakup banyak dan mencukupi.
“Jika diterima oleh jiwa yang tepat,” tulis Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, “niscaya yang sedikit itu akan diterima lantas diperbanyaknya serta apa yang masih umum itu akan diperincinya. Barangsiapa yang melaksanakannya niscaya akan memperoleh sekaligus memberi manfaat.”
Buku Hilyah Thalibil ‘Ilmi terdiri atas tujuh pasal
Pasal Pertama: Adab-adab Diri Penuntut Ilmu
Dalam pasal pertama ini disebutkan beberapa adab yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu, antaranya senantiasa takut kepada Allah, muraqabah, rendah hati, tidak sombong, qana’ah, zuhud, sopan, menjauhi kemewahan, lemah lembut, serta tekun dan teliti.
Pasal Kedua: Metode Belajar
Dalam pasal ini dijelaskan tahapan dalam menuntut ilmu, jenis buku apa yang harus dipelajari, dan rekomendasi buku-buku yang perlu dipelajari. Dinukilkan beberapa kata mutiara yang sangat bagus:
“Barangsiapa yang tidak menguasai dasar-dasar ilmu dengan baik, pasti gagal meraihnya.”Ditekankan pula pentingnya belajar langsung kepada guru. Barangsiapa yang mempelajari ilmu tanpa guru maka ia selesai memepelajarinya tanpa memperoleh ilmu. Ilmu adalah keterampilan, dan setiap keterampilan membutuhkan ahlinya. Untuk mempelajari ilmu dibutuhkan guru yang ahli.
“Barangsiapa yang menginginkan ilmu sekaligus maka akan ditinggalkan ilmu sekaligus pula.”
“Terlalu banyaknya ilmu yang didengarkan mengacaukan pemahaman.”
Pasal Ketiga: Adab Murid kepada Guru
Seorang penuntut ilmu harus mempunyai adab terhadap gurunya agar ilmunya berkah. Pasal ketiga ini menyebutkan beberapa adab penuntut ilmu kepada gurunya. Tak lupa juga disampaikan peringatan tentang belajar dari ahlu bid’ah.
Pasal Keempat: Adab Bersahabat
Sahabat yang baik akan menularkan adab yang baik. Sebaliknya, sahabat yang buruk akan menularkan adabyang buruk.
Pasal Kelima: Adab dalam Kehidupan Ilmiah
Pasal kelima menjelaskan beberapa adab dalam kehidupan ilmiah. Di antara adab tersebut ialah motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu, rakus dalam menuntut ilmu, bersandar kepada Allah, menjaga ilmu dengan tulisan, menjaga waktu, diskusi tanpa debat, dan memperdalam pemahaman.
Pada pasal ini saya mendapati nasehat yang berharga, “Ikatlah ilmu dengan tulisan, terutama informasi-informasi menarik dan hal-hal tersembunyi yang terdapat di tempat-tempat yang tak terduga, serta mutiara-mutiara yang berserakan yang kaulihat atau kaudengar sedangkan engkau khawatir melewatkannya.”
Pasal Keenam: Menghias Diri dengan Amal
Pasal ini menekankan pentingnya mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. Disebutkan beberapa tanda ilmu yang bermanfaat. Selain itu, juga disampaikan perlunya mengajarkan ilmu yang telah diperoleh.
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid memberikan nasehat,
“Tunaikanlah zakat ilmu. Caranya dengan menyampaikan kebenaran, amar ma’ruf nahi munkar, dengan mempertimbangkan antara maslahat dan mudharat, mengajarkan ilmu atas dasar kecintaan memberi manfaat, memanfaatkan jabatan untuk kebaikan, dan memberikan pertolongan kepada kaum muslimin dalam menghadapi berbagai musibah dalam kebenaran dan kebajikan.”
Pasal Ketujuh: Larangan
Pasal Larangan berisi hal-hal yang harus dijauhi oleh para penuntut ilmu, di antaranya sombong, pamer ilmu, mencela ulama, perdebatan, dan syuhat. Tentang larangan sombong, dinukilkan ungkapan bijaksana berikut ini.
“Ilmu itu memiliki tiga jengkal. Barangsiapa memasuki jengkal pertama, niscaya akan sombong. Barangsiapa yang memasuki jengkal kedua, niscaya akan rendah hati. Dan barangsiapa yang memasuki jengkal ketiga, niscaya akan mengetahui bahwa ia tidak berilmu.”
Sungguh, buku Hilyah Thalibil ‘Ilmi sangat layak untuk dipelajari dan diajarkan dalam majelis-majelis ini. Mempelajari adab sama pentingnya mempelajari ilmu.
Zakariyya Al-Anbary mengatakan, “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu, sedangkan adab tanpa ilmu seperti ruh tanpa jasad.”
***
Sukrisno Santoso
Ditulis pada hari Senin, 7 April 2014, di SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo
0 komentar:
Post a Comment