Pagi tadi aku lupa ngopi. Tapi taklupa buat sarapan soto surabaya di warung pinggir jalan raya itu. Namun, siangnya aku lupa makan siang.
Gara-garanya, aku menjadi penguji Ujian Praktik sekolah mata pelajaran TIK dengan materi Ms Word, Ms Excel, email, dan blog. Kukira, sebelum Dhuhur sudah selesai. Ternyata pukul 14.00 baru usai. Aku hanya istirahat sejenak dengan shalat Dhuhur yang tak sampai lima belas menit.
Pukul 14.00 aku mengajar Jurnalistik hingga tiba waktu Ashar yang berbarengan dengan turunnya hujan yang cukup deras.
Dan, amboi... aku lupa tak membawa mantol. That's perfect.
Aku pulang berbasah kuyup. Untungnya hujan sudah tak cukup deras. Sepanjang perjalanan aku menyanyikan puisi --biasalah puisinya SDD-- berlagak menikmati guyuran air hujan, padahal kedinginan juga.
Aku sudah membayangkan bakal kena ceramah dari ibu setibanya di rumah. Ceramah yang intinya jangan hujan-hujanan dan kenapa tidak membawa mantol.
Melewati persawahan --yang petak-petak sawahnya tampak seperti kolam karena terendam air hujan-- aku ditakjubkan dengan sekelompok ibu-ibu yang membungkuk di sawah, berjalan mundur sambil tangannya menancapkan bibit-bibit padi. Ya Allah, hatiku trenyuh.
Ibu-ibu itu memakai mantol plastik tipis yang transparan. Di tengah gerimis seperti itu, ya ampun, tentu dingin sangat.
Melihat ibu-ibu itu bekerja, aku sekonyong-konyong aku merasa seperti kerupuk yang tersiram air. Jika selama ini aku merasa sudah bekerja keras, dibandingkan dengan ibu-ibu itu aku bagai kerupuk krecek di hadapan nasi kebuli.
Lalu, aku teringat ibu. Ibu dulu juga terkadang menjadi buruh tanam seperti itu. Atau melakukannya di tanah sawah milik sendiri saat musim tanam. Betapa berat pekerjaan seperti itu. Membungkuk dengan kaki terendam air, lalu berjalan mundur sambil menanam bibit padi. Ya Allah, berikanlah ibu umur panjang yang penuh keberkahan.
Sesampainya di rumah --dengan basah kuyup-- aku segera melepas jaket yang basah. Ibu keluar rumah dan melihatku, namun ajaibnya tak ada omelan yang dilayangkan ibu kepadaku. Ibu hanya bilang, "Kok, nggak bawa mantol." Kujawab, "Iya, tadi lupa."
Lalu aku segera ke dapur. Mengambil sepiring nasi dan lauk tempe goreng. Sayur yang dimasak ibu yaitu sayur bobor: tahu yang diiris kotak-kotak dicampur sayur apa namanya, aku lupa. Bukan hidangan yang mewah, malah sederhana sekali. Namun, menurutku, masakan ibu selalu enak.
Taklupa aku menyeduh segelas kopi. Dan lucunya, aku teringat kamu. #oke, skip bagian ini.
Lalu aku menikmati makan siangku --meski sudah sore sebenarnya-- di dalam kamar. Di sela-sela makan itu aku berpikir ingin sekali membahagiakan ibu --begitu kan lazimnya keinginan seorang anak.
Aku ingin segera membahagiakan ibu. Setidaknya aku ingin segera mencarikan menantu yang baik, cantik, dan shalihah bagi ibu. Hal itu sekaligus sebagai jawaban pertanyaan ibu beberapa waktu yang lalu, "Lha, kapan kamu mau menikah?"
: )
#kode
**
Sukoharjo, 11 Februari 2016
0 komentar:
Post a Comment