Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Sunday, August 21, 2016

Membangun Kebersamaan Anak dan Orang Tua

Seminar Parenting "Tips & Trik Menjaga Quality Time Antara Orang Tua & Anak"

Seminar Parenting dengan tema “Tips & Trik Menjaga Quality Time Antara Orang Tua & Anak” menghadirkan pembicara dr. Marijati, seorang dokter yang juga pakar parenting. Sebagai seorang dokter yang berpraktik di sebuah klinik, dr. Marijati terkadang mendapat pasien seorang anak atau remaja. Apa yang beliau ceritakan tentang pasien remajanya tersebut sungguh membuat hati miris.

Ada seorang remaja --masih pelajar sekolah menengah-- dibawa ke klinik oleh orang tuanya setelah sebelumnya berobat di Puskesmas namun tak kunjung sembuh. Orang tuanya tidak tahu apa penyakit yang diderita anaknya tersebut. Setelah diperiksa secara saksama oleh dr. Marijati, hasilnya sungguh mengejutkan. Remaja tersebut ternyata tengah hamil.

Saat hasil pemeriksaan disampaikan, orang tua dari remaja tadi tidak percaya. Katanya, anak tersebut adalah anak baik, sering di rumah, tak pernah bermain keluar. Demikian kilah orang tua berusaha membenarkan rasa ketidakpercayaannya. Namun, faktanya remaja tersebut hamil.

Ada beberapa kisah serupa di atas --bahkan ada remaja yang melakukan aborsi sendiri-- yang disampaikan oleh dr. Marijati. Sebagai dokter yang terlibat langsung dengan masalah tersebut dan sebagai orang tua juga, dr. Marijati merasa miris dengan kenyataan bahwa banyak pelajar yang memiliki masalah akan tetapi orang tuanya tidak mengetahui. Orang tua mengetahui masalah anak setelah terlanjur mengalami kejadian fatal seperti di atas.

Seorang anak bisa saja terlihat baik-baik saja di rumah. Apalagi, jika orang tua memiliki kesibukan di luar sehingga waktu di rumah hanya sedikit. Dan waktu yang sedikit itu pun tidak digunakan sepenuhnya untuk berkomunikasi dengan anak. Orang tua tahunya anaknya selalu di rumah dan bersikap baik serta rajin belajar. Padahal, saat orang tuanya tidak ada di rumah, tak ada yang tahu apa yang diperbuat oleh si anak, atau si anak bermain ke mana dan bersama siapa.

dr. Marijati memberikan beberapa pertanyaan sebagai bahan introspeksi sebagai berikut.

  • Jam berapa Bapak/Ibu sampai di rumah?
  • Jam berapa anak sampai di rumah? 
  • Apakah ada waktu yang dialokasikan untuk bersama? Hari apa? 
  • Kegiatan apa yang biasa dilakukan? 
  • Adakah kesulitan untuk meluangkan waktu bersama? Bagaimana masalahnya?

Quality time (waktu yang berkualitas) itulah yang ditekankan oleh dr. Marijati. Waktu yang singkat di rumah, hendaknya digunakan sebaik-baiknya oleh orang tua untuk bersama anak. Kebersamaan ini pun tidak hanya sekadar bersama, tetapi kebersamaan yang berkualitas. Waktu yang sedikit yang dimiliki orang tua untuk berinteraksi dengan anak, hendaknya berkualitas.

Bagaimanakah waktu yang berkualitas itu? dr. Marijati memberikan beberapa tips untuk menjaga quality time antara orang tua dengan anak, di antaranya berikut ini.

1. Menyediakan hari khusus untuk bersama
Orang tua hendaknya menyediakan waktu khusus atau hari khusus bersama anak. Bisa akhir pekan, atau pada masa liburan. Jika untuk pekerjaan saja bisa dijadwal dan dilakukan setiap hari, tentu waktu untuk anak juga harus dijadwalkan.

2. Menentukan agenda utama
Kegiatan bersama anak perlu direncanakan dengan baik. Sebaiknya anak dilibatkan dalam musyawarah untuk menentukan kegiatan keluarga.

3. Memberi peran pada masing-masing anggota keluarga
Dengan memberikan peran (pembagian tugas) saat acara keluarga, anak akan merasa diperhatikan dan merasa penting di dalam keluarga. Misalnya dalam kegiatan piknik, anak bisa diberi tugas untuk menyiapkan bekal atau menyiapkan P3K.

4. Hindari konflik di waktu istimewa
Selama hampir sehari, anak belajar di sekolah, lalu bermain dengan teman-temannya. Ketika orang tua pulang kerja dan sampai di rumah, hendaknya menghindari konflik dengan anak. Misalnya, sang ayah pulang kerja mendapati anaknya langsung bertanya, “Sudah mengerjakan PR belum?” dengan muka datar. Seorang anak tentu merindukan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Wajah yang ceria dan sapaan yang hangat akan memberi pengaruh yang dalam kepada anak.

5. Banyak banyaklah mendengar tentang cerita anak anak
Seseorang biasanya akan bercerita kepada orang lain ketika menghadapi masalah. Seorang anak akan bercerita kepada temannya saat menghadapi masalah, baik masalah di sekolah maupun masalah di rumah. Di sinilah pentingnya peran orang tua, selain sebagai ayah-ibu juga sebagai teman. Jadikan anak sebagai teman sehingga anak akan mau bercerita kepada orang tua ketika ia tertimpa masalah. Seorang anak yang pendiam dan terlihat baik-baik saja, pasti juga memiliki masalah. Orang tua harus aktif berkomunikasi dengan anak agar orang tua bisa mengarahkan dan membimbing anak untuk menyelesaikan masalahnya.

 

Itulah beberapa tips untuk menjaga quality time antara orang tua dan anak. Lalu bagaimana peran guru (atau sekolah) dalam hal tersebut? Setiap guru dan sekolah tentu memiliki program masing-masing.

Saya sendiri terkadang berbincang-bincang dengan siswa untuk mengetahui bagaimana interaksi siswa dengan orang tuanya di rumah. Saya bertanya apa pekerjaan orang tua, pukul berapa orang tua pulang kerja, dll. Setelah liburan panjang, saya bertanya apa kegiatan bersama keluarga selama liburan?

Saya menyimpan beberapa foto tempat wisata yang pernah saya kunjungi. Terkadang beberapa siswa melihatnya, lalu mereka pun bertanya-tanya tentang obyek wisata tersebut. Setelah saya jelaskan, biasanya mereka tertarik dan mengajak untuk berlibur ke tempat wisata tersebut. Saya menanggapinya dengan antusias, tapi saya menyarankan mereka mengajak keluarganya. “Nanti pas liburan ajak bapak-ibu piknik ke sana,” begitu saran saya kepada mereka, boleh dibilang semacam provokasi agar mereka bisa berlibur bersama keluarga.

Saya pernah memberikan tugas kepada siswa yang melibatkan orang tua. Tugasnya sangat mudah: Bertanyalah kepada orang tua tentang hubungan antara pepohonan dan banjir.
Waktu itu materi yang dipelajari tentang berita dan laporan. Dan beberapa waktu sebelumnya beberapa wilayah di kabupaten memang dilanda banjir.

Saya meminta mereka menulis apapun jawaban orang tuanya. "Tulislah apapun jawaban dari orang tua kalian," kata saya waktu itu. "Kalau orang tua menjawab 'Tidak tahu', tulislah 'Tidak tahu',” demikian tekan saya pada mereka.

Dengan pertanyaan yang mudah tersebut, saya ingin para siswa berkomunikasi, bertanya, belajar bersama orang tua. Dengan pertanyaan tersebut, saya juga ingin mengetahui bagaimana tanggapan orang tua ketika anaknya bertanya terkait tugas sekolah.

Setelah tugas dikumpulkan, saya membaca beberapa hasil pekerjaan para siswa. Dan hasilnya sebagian besar siswa melaksanakan tugas dengan baik. Orang tua mereka memberikan jawaban dan dituliskan oleh mereka. Namun, ada beberapa tanggapan orang tua yang kurang diharapkan oleh mereka.

Saya bertanya bagaimana tanggapan orang tua kalian saat kalian bertanya? Pertanyaan itu saya ajukan kepada para siswa yang jawaban atas soal tugas tidak diberikan oleh orang tua atau jawabnnya seperti “Tidak tahu.” Anak-anak itu menjawab jujur.

Ada sang ayah yang ketika ditanya oleh anaknya, melemparkan pertanyaan tersebut kepada sang ibu. Atau melemparkannya kepada anak yang lebih besar. Ada orang tua ang ketika anaknya bertanya, dijawab bahwa ia sedang mengantuk dan si anak disuruh menulis (mengarang) jawaban sendiri.

Begitulah, kesibukan semakin padat dan waktu kebersamaan anak dengan orang tua semakin sedikit, namun sebagian orang tua belum bisa mengoptimalkan waktu yang sedikit itu untuk menciptakan kebersamaan yang berkualitas.


***
Sukoharjo, 22 Agustus 2016



0 komentar:

Post a Comment