Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Saturday, August 13, 2016

Fullday School: Prasangka, Permasalahan, dan Solusinya (bagian 1)

Fullday School: Prasangka, Permasalahan, dan Solusinya
Wacana Fullday School yang digulirkan Mendikbud mendapatkan tanggapan pro dan kontra. Banyak yang memberi tanggapan kontra hanya berdasarkan asumsi, anggapan, dan hal-hal negatif yang membayangi sistem fullday school. Sebagian besar dilatari ketidaktahuan terhadap sistem fullday school yang sudah berjalan. Sebagian memang sudah antipati terhadap wacana tersebut.

Fullday school tentu tak bisa diterapkan untuk semua sekolah karena fullday school memiliki kekhasan tersendiri. Berikut ini beberapa masalah dalam sistem fullday school yang menjadi citra negatif bagi sebagian orang, beserta solusi yang bisa dipertimbangkan.


1. Fullday School Mengurangi Waktu Kebersamaan Anak dengan Orang Tua
Kekhawatiran tersebut tidak akan muncul jika kita mengetahui latar belakang perlunya fullday school. Sebagian orangtua saat ini memiliki pekerjaan yang menyita waktu dari pagi hingga sore. Jika siang hari anak sudah pulang, tidak ada orangtua yang menyambut dan membersamai di rumah. Salah satu akibatnya, aktivitas anak bisa tidak terkontrol.

Fullday school menawarkan solusi bagi masalah tersebut. Oleh karena itu, fullday school dengan kekhasannya memang tidak untul semua orang. Para orangtua yang memiliki kesibukan pekerjaan bisa memilih fullday school sebagai alternatif bagi pendidikan anaknya. Harapannya agar aktivitas anak bisa terkontrol selagi orangtuanya bekerja.

Jadi, latar belakang masalah di atas jangan dibalik: fullday school menyita waktu kebersamaan anak dengan orangtua. Tapi, yang lebih tepat latar belakang masalahnya ialah karena orangtua tua tidak memiliki waktu untuk membersamai anak pada siang hari maka perlu adanya fullday school.

Sekali lagi, fullday school hanya alternatif sistem pendidikan bagi sebagian orang tua, khususnya yang memiliki kesibukan pekerjaan. 


2. Fullday School Mengurangi Waktu Bermain Anak
Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan fullday school, sebagian orang mengkhawatirkan anak-anak tidak memiliki waktu untuk bermain lagi. Sekali lagi, fullday school tidak untuk diterapkan bagi semua sekolah atau semua kalangan.

Permasalahan urban saat ini ialah semakin kurangnya interaksi sosial antartetangga. Di kampung-kampung, kita bisa mengenal seluruh warga kampung beserta pekerjaannya, jumlah anak dan namanya, dll. Tapi, di perumahan perkotaan, hal tersebut terasa sulit. Mungkin tetangga yang dikenal namanya hanya beberapa.

Hal tersebut berimbas pada perkembangan sosial anak. Jika anak tinggal di daerah yang interaksi sosialnya kurang, saat pulang sekolah anak akan bermain apa dan dengan siapa? Justru sekarang ini orangtua banyak yang menyediakan alat berteknologi tinggi sebagai mainan anak: video game, game di smartphone, internet, dll.

Dengan fullday school, anak bisa bermain di sekolah bersama teman-temannya. Tentu waktu fullday itu tidak sepenuhnya diisi dengan materi pelajaran kan. Di sebagian sekolah fullday yang sudah berjalan, diterapkan pembagian waktu untuk belajar, ibadah, bermain, makan siang, tidur siang, dll.  


3. Fullday School Membuat Anak Stres
Stres pada anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Waktu di sekolah yang lama belum tentu membuat anak stres. Pada awalnya mungkin iya, tapi setelah beradaptasi anak akan terbiasa.

Ambil contoh sistem pendidikan di pondok pesantren yang memiliki waktu libur (perpulangan) 1 bulan sekali, 2 bulan sekali, 4 bulan sekali, 6 bulan sekali, atau bahkan 1 tahun sekali. Apakah anak stres? Mungkin sebagian iya. Tapi, kenyataannya pondok pesantren masih banyak peminatnya. Dan kita akui pondok pesantren banyak melahirkan orang-orang yang baik.

Fullday school juga begitu. Kita memang belum familiar dengan sekolah dari pagi sampai sore (pukul 15.00 atau 16.00) sehingga mengkhawatirkan sesuatu yang tidak pasti.


***

*bersambung ke Fullday School: Prasangka, Permasalahan, dan Solusinya (bagian 2)





0 komentar:

Post a Comment