Jam setengah enam pagi.
Kabut putih merajai pagi ini dengan hawa dinginnya. Dedaunan masih lelap berselimut embun menanti sapaan sang mentari. Sedang sang mentari sendiri masih enggan menampakkan dirinya. Hanya seberkas cahaya yang ia pancarkan di ufuk timur yang menandakan sebentar lagi ia akan menyapa segenap makhluk di sebagian bumi.
Udara pagi ini aku rasai menusuk-nusuk setiap inchi kulitku. Oleh mekanisme kerja syaraf, tusukan-tusukan itu dikirimkan ke otak. Otak yang besarnya hanya dua kepalan tangan ini memberikan respon dengan memberikan perintah pada otot-otot tubuh untuk bergerak-gerak sehingga seluruh tubuh bergetar. Maka, jadilah tubuhku menggigil kedinginan. Begitulah mekanisme organ tubuh dalam menghangatkan diri.
Pagi yang dingin ini adalah pagi yang berbeda bagiku dibandingkan dengan pagi-pagi sebelumnya. Pagi ini aku menyandang status mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dengan ditemani nyanyian deru kendaraan bermotor yang terdengar sumbang, aku melaju di atas Yamaha-ku menempuh perjalanan tiga puluh menit menuju kampus. Pagi ini aku harus tiba di kampus paling lambat jam enam pagi, begitulah instruksi panitia Masta, Masa Ta’aruf.
Tiba di kampus suasana kampus sudah ramai oleh orang-orang yang berpakaian putih hitam. Mereka mahasiswa baru, seperti aku. Aku memakai celana panjang warna hitam dengan ikat pinggang yang juga hitam. Ujung kakiku terbungkus sepatu pantofel hitam yang mengkilap. Kemeja putih lengan panjang menempel di badanku. Tak lupa seuntai dasi hitam menghiasi penampilanku pagi ini. Sungguh gagah nian berpakaian seperti ini. Tetapi kemudian aku teringat dengan pelayan restoran yang memakai seragam dengan corak seperti yang aku pakai ini. Ternyata bukannya menjadi gagah dengan pakaian ini, tetapi tampak seperti pelayan restoran.
“Ayo cepat semuanya berkumpul!”
Aku mendengar sebuah suara dari microphone. Suara dari panitia. Dalam sekejap terbentuklah sebuah barisan yang rapi dari seribu mahasiswa baru. Maka dimulailah Masta hari ini.
***
Itulah ingatanku saat awal aku menjadi warga Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kegiatan Masta dilaksanakan selama dua hari kemudian dilanjutkan kegiatan PPA (Pengenalan Program Akademik) selama tiga hari.
Saat ini aku sudah menjalani hari-hariku sebagai mahasiswa. Aku mulai mengenal teman-temanku satu kelas. Di Universitas tempat aku mencari ilmu ini terdapat beberapa fakultas. Masing-masing fakultas mempunyai beberapa jurusan. Saat pendaftaran aku sempat bingung mau mengambil jurusan apa. Akhirnya kesenanganku pada karya sastra membawaku pada jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. Saat pertama kali masuk perkuliahan, aku datang ke kampus tepat waktu. Tetapi sesampainya di kelas, dosennya belum datang. Setelah sekitar dua puluh menit dosennya baru datang. Ini pelajaran pertama yang dapat aku ambil: "Kalau menjadi dosen, kita boleh terlambat".
Saat di bangku kuliah ini keterampilanku membolos mulai tumpul. Sebagai pengalihannya, aku sering terlambat masuk kuliah. Inilah salah satu enaknya kuliah, ada toleransi keterlambatan. Awalnya aku berpikir, dosen saja terlambat, tentu mahasiswa juga boleh terlambat. Bukankah ada peribahasa: Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Maka, mulailah aku terkenal sebagai mahasiswa yang telatan. Menurut perhitunganku, selama semester satu aku masuk kuliah tanpa terlambat selama lima kali. Tiga kali saat awal-awal perkuliahan dan dua kali saat ujian.
Ikut dalam organisasi di kampus terbukti memberikan beberapa keuntungan. Salah satunya adalah saat akan menghadapi ujian. Dengan sedikit rayuan kepada kakak tingkat yang satu organisasi aku mendapatkan soal-soal ujian tahun lalu. Dengan mempelajari soal-soal itu aku mampu mendapatkan nilai yang bagus. Ini pelajaran nomor dua: "Kalau ingin mendapatkan nilai yang bagus, dekati dan rayu kakak kelas agar mau mencarikan soal ujian tahun lalu".
Akhir semester pertama ada beberapa minggu liburan. Rasanya bosan di rumah terus. Sebelum masuk semester dua, mahasiswa mengisi KRS (Kartu Rencana Studi). Ribet sekali mengisi KRS. Setelah mengantri seharian, barulah aku mendapat giliran. Tetapi setelah mengisi ternyata salah. Akhirnya aku harus mengulang mengisi KRS lagi beberapa hari kemudian dengan mengantri selama seharian juga.
Sejak dulu aku sering tidur di atas jam dua belas malam. Kebiasaan tidurku itu berimbas pada kondisi badanku yang lemas dan mengantuk pada saat kuliah. Rasa kantuk membuatku tidak bisa menerima materi dengan baik. Obat kantuk paling mujarab adalah tidur. Aku gunakan petunjuk alamiah itu, tidur saat perkuliahan. Rasanya nikmat sekali. Setelah bangun, badan terasa segar sehingga mata kuliah selanjutnya dapat aku ikuti dengan baik dan materi pun dapat nyantol di kepala. Ini pelajaran nomor tiga: "Kalau mengatuk saat kuliah, lebih baik tidur tapi jangan sampai ketahuan dosen".
***
Aku bercermin pada perjalananku selama setengah tahun terakhir ini. Ingatan tentang masa-masa kuliah yang telah berlalu masih membayang. Pagi ini aku lanjutkan perjalananku menapaki setiap langkah menuju gelar sarjana. Udara pagi masih tetap dingin seperti dulu. Kabut putih masih sering menyapa menghalangi sebagian pandangan pada alam. Dan suara nyanyian deru kendaraan bermotor masih terdengar sumbang. Seperti hari-hari sebelumnya, aku menempuh perjalanan tiga puluh menit menuju kampus.
0 komentar:
Post a Comment