Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Sunday, June 5, 2016

Surat Terbuka untuk Muridku


Untukmu, wahai muridku,

Aku menyapa dengan persona kedua “kamu” agar terasa lebih dekat dan lebih santai. Kugunakan bentuk sapaan kata ganti tunggal “kamu”, tapi yang kumaksudkan adalah untuk kalian, semua murid-muridku.

Tahun pelajaran 2015/2016 nyaris berakhir. Kamu telah menyelesaikan UKK (Ujian Kenaikan Kelas). Sebentar lagi kamu naik kelas. Sebentar lagi kamu lulus, meninggalkan sekolah menengah pertama ini. Waktu memang berlari begitu cepat.

Sudah tiga tahun aku menjadi guru. Salah satu momen yang bisa terasa membanggakan atau terasa menyesakkan yaitu saat mengoreksi hasil ujianmu. Saat kamu mendapatkan nilai yang bagus, di situlah aku merasa senang dan bangga. Sebaliknya, saat nilaimu tidak bagus, di situlah ada perasaan nyesek di dada.

Jika kamu merasa kecewa dan kesal dengan nilai kurang bagus yang kamu dapatkan, sesungguhnya aku lebih merasa kecewa dan kesal. Bukan, bukan kecewa dan kesal kepadamu. Tapi, aku merasa kecewa dan kesal dengan diriku sendiri. Seharusnya nilai kamu bisa bagus. Tapi, itu semua adalah kesalahanku sebagai guru yang tak bisa mengajarmu dengan baik.

Mungkin selama di sekolah, kamu pernah berbuat kesalahan: melanggar tata tertib, bersikap kurang sopan, menyakiti temanmu, tidak mematuhi guru. Jika kamu pernah berbuat hal-hal kurang terpuji tersebut, sungguh aku merasa kecewa dan kesal. Sekali, kecewa dan kesal dengan diriku. Seharusnya kamu tidak melakukan hal-hal yang tak baik itu. Tapi, itu semua adalah kesalahanku yang tak bisa mendidikmu dengan baik.

Terkadang aku berpikir dan merenung, pantaskan aku menjadi guru. Pantaskah aku mengajar dan mendidikmu. Sedang, banyak sekali kekurangan pada diriku. Aku tak bisa menjadi guru ideal yang kamu harapkan. Tak bisa menjadi guru yang mengajarimu banyak hal, tak bisa menjadi guru yang mendidikmu dengan teladan yang baik.

Aku berpikir, jika saja gurumu bukan aku, tentu kamu akan memiliki prestasi yang lebih baik. Mungkin kamu akan menjadi pelajar teladan, mungkin kamu akan menjadi orang yang hebat. Sungguh sayang bagimu, akulah yang menjadi gurumu.

Bukan berarti selama ini kamu kurang baik dan kurang berprestasi. Kamu telah menjadi pelajar yang baik dan berprestasi. Tapi, aku tak berani menisbatkan keberhasilanmu itu sebagai buah usahaku. Ada banyak guru-guru lain yang berperan di situ. Itulah keberuntunganmu. Kamu memiliki guru-guru lain yang baik, yang mulia, yang saleh-salehah, yang pandai sekali mengajarmu.

Aku selalu menitiskan harap semoga kebaikan dan kemuliaan guru-guru lain bisa menutupi segala kekuranganku. Aku melayangkan harap semoga kelalaianku, kesalahanku, dan aibku tak menghalangi turunnya berkah ilmu kepadamu.

Esok sudah memasuki bulan Ramadan. Lazimnya orang-orang banyak yang memohon maaf, agar kesalahannya dimaafkan. Agar saat memasuki bulan Ramadhan, sudah terbayar utang maaf. Maka, pada kesempatan ini aku memohonkan maaf untuk diriku kepadamu. Salahku, khilafku, kurangku, mohon kiranya kamu berlapang dada memaafkanku.

Bulan Ramadan adalah momen memperbaiki diri. Memperbaiki diri, iya. Harapku yang kusemogakan ialah aku bisa melewati Ramadan dengan amal-amal asaleh, amal-amal perbaikan diri. Selepas Ramadan semoga ada setitis kebaikan pada diriku yang bisa menjadi bekal untuk mengajar dan mendidikmu.

Perlu kiranya aku ungkapkan pula bahwa aku menyayangimu. Kamu memang bukan anakku. Aku pun orang lain bagimu. Tapi, aku menyayangimu.


***
Sukoharjo, 5 Juni 2016
Menjelang Ramadan

0 komentar:

Post a Comment