Catatan Kecil

Catatan pengalaman pribadi. Ditulis sebagai sebuah hiburan dan sebagai sebuah kenangan.

Cerita Pendek

Cerita pendek yang ditulis sebagai pengungkapan perasaan, pikiran, dan pandangan.

Puisi

Ekspresi diri saat bahagia, suka, riang, ataupun saat sedih, duka, galau, nestapa.

Faksimili

Kisah fiksi dan/atau fakta singkat yang bisa menjadi sebuah hiburan atau renungan.

Jelajah

Catatan perjalanan, menjelajah gunung, bukit, sungai, pantai, telaga.

Tuesday, June 21, 2016

Voucher Buku untuk Guru

Sumber gambar: marketeers.com

Beberapa tahun terakhir, pemerintah gencar melaksanakan program peningkatan kualias guru. Salah satunya yaitu sertifikasi sebagai sarana meningkatkan kompetensi guru dengan imbal balik peningkatan kesejahteraan.

Memang terlihat hasilnya. Para guru mulai mengikuti berbagai pelatihan guna mengajukan sertifikasi. Namun, tak pula kita pungkiri ada sebagian (-besar?) yang beranggapan bahwa tujuan sertifikasi adalah hanya untuk meningkatkan kesejahteraan. Akhirnya, beberapa persyaratan dipenuhi hanya sekadar formalitas. 


Saya mendapati selintas pikiran terkait peningkatan kualitas guru, yaitu membaca. Membaca lagi, membaca lagi. Iya, memang. Sebenarnya orang-orang paham bahwa membaca mempunyai banyak manfaat positif bagi diri.

Negara-negara dengan pendidikan yang maju, memiliki tingkat minat baca yang tinggi. Para pelajar di beberapa negara maju diwajibkan membaca beberapa buku (sesuai target) setiap tahun. Ada yang 5 buku, 10, atau 20.

Bagaimana dengan Indonesia? Minat baca masyarakat Indonesia ialah 0,01%. Artinya, dari 1.000 orang hanya ada 1 orang yang memiliki minat baca serius. Target buku yang dibaca pelajar setiap tahun yaitu 0 buku.

Guru sebagai pendidik bangsa mesti memiliki minat baca yang tinggi. Secara sukarela atau dipaksa, guru harus suka membaca. Salah satu cara untuk mendorong guru agar suka membaca ialah dengan menyediakan buku. Lebih bagus lagi jika guru memiliki anggaran khusus untuk membeli buku setiap bulan.

Di sinilah peran pemerintah. Pemerintah bisa bekerja sama dengan penerbit buku atau toko buku untuk memberikan Voucher Diskon Buku bagi guru. Dengan begitu, harapannya guru mau membeli buku untuk kemudian membacanya.

Anggaran dananya dari mana? Saya yakin itu bukan masalah yang besar. Jika setiap bulan semua guru berbelanja buku, tentu keuntungan penerbit atau toko buku bisa berlipat. Dengan proyeksi peningkatan keuntungan seperti itu, penerbit dan toko buku akan lebih mudah untuk diajak bekerja sama.

Alternatif lainnya, anggaran diambilkan dari gaji guru itu sendiri. Saya kita tak terlalu masalah bagi guru PNS yang sudah sertifikasi misalnya gajinya dipotong 50ribu atau 100ribu untuk diwujudkan dalam bentuk voucher buku. Toh, uang potongan itu kembali kepada guru --dalam bentuk buku.

Cara seperti ini pernah diterapkan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta. UMS setiap semester memberikan voucher buku bagi mahasiswa yang bisa dibelanjakan di toko buku universitas. Dengan cara seperti itu, para mahasiswa bisa berbelanja buku. Dananya dari mana? Kemungkinan besar dari uang SPP. Jadi, mahasiswa dipaksa membeli buku. Saya kira, ini pemaksaan yang baik.

Hal tersebut bisa diterapkan untuk para guru. Bahkan, juga untuk para siswa. Misal, sebagian dana BOS dialokasikan untuk voucher buku bagi siswa. Dengan begitu, siswa setiap bulan bisa membeli buku yang disukainya. 



***
(Sukoharjo,11 Maret 2016)


0 komentar:

Post a Comment